SBN Melesat! Asing Tak Jadi Kabur Dari RI?
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga Surat Berharga Negara (SBN) mayoritas mengalami penguatan pada perdagangan Kamis (3/11/2022), tercermin dari yield yang mengalami penurunan.
Melansir data Refinitiv, hanya SBN tenor 25 tahun saja yang melemah, terlihat dari yield yang mengalami penurunan.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.
Ketika harga naik, artinya ada aksi beli, dan tidak menutup kemungkinan oleh investor asing.
SBN mampu menguat meski yield obligasi Amerika Serikat (Treasury) menanjak, yang bisa membeirkan tekanan. Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) yang kembali menaikkan suku bunga acuannya menjadi pemicu kenaikan tersebut.
Sesuai dengan prediksi pelaku pasar, The Fed kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin ke 3,75% - 4%. Selain itu, ketua The Fed mengindikasikan suku bunga bisa lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
"Kami masih memiliki beberapa kali kenaikan suku bunga lagi, dan data yang kami lihat sejak pertemuan terakhir menunjukkan tingkat suku bunga bisa lebih tinggi dari yang sebelumnya diperkirakan," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International.
Pasca penyataan tersebut, pelaku pasar melihat suku bunga The Fed bisa berada di 5,25% pada awal tahun depan. Hal tersebut terlihat di perangkat FedWatch milik CME Group, di mana pasar melihat ada probabilitas sebesar 46% suku bunga The Fed berada di 5% - 5,25% pada Maret 2023.
Kenaikan suku bunga tersebut berisiko memicu capital outflow lagi dari pasar obligasi Indonesia. Hal ini disampaikan Faisal Rachman, Ekonom PT Bank Mandiri Tbk dalam risetnya, Kamis (3/11/2022). Menurutnya kenaikan suku bunga acuan AS dimungkinkan tidak akan berhenti di sini, namun sampai semester I-2023. Begitu juga dengan Eropa, karena masih tingginya inflasi.
"Semakin lama suku bunga tinggi meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global, dan dengan demikian memicu arus keluar modal di pasar negara berkembang, termasuk pasar keuangan Indonesia, terutama di pasar SBN-nya," jelasnya.
Sejak awal tahun hingga 27 Oktober 2022, berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI) outflow yang terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 177,08 triliun. Sementara di pasar saham masih inflow Rp 74,7 triliun. Faisal mengatakan, kaburnya asing membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bisa tertekan. Kini dolar AS sudah bertengger di level Rp15.600.
"Situasi ini memberikan tekanan pada stabilitas nilai tukar Rupiah meskipun harga komoditas yang tinggi memungkinkan Indonesia untuk terus mengalami serangkaian surplus perdagangan yang besar dan mencatat peningkatan aliran masuk FDI," papar Faisal. Bank Indonesia harus mengantisipasi ini dengan kenaikan suku bunga acuan, yang diperkirakan menjadi 5,50% pada akhir 2022 dan 5,75% tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[-]
-
Waspada Resesi, Kayanya Pekan Depan Kondisi Pasar Masih Jelek(pap/pap)
Sentimen: netral (57.1%)