Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Palembang
Tokoh Terkait
Ekonom Kritik Kemendag soal Warga Timbun Minyak Goreng di Rumah
CNNindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Ekonom menyesalkan pernyataan Kementerian Perdagangan yang menyalahkan panic buying masyarakat atas kisruh ketersediaan minyak goreng belakangan ini.
Ekonom INDEF Rusli Abdullah mengatakan ketimbang menyalahkan masyarakat, pemerintah harusnya melakukan evaluasi diri. Pasalnya, langkanya ketersediaan minyak goreng belakangan ini terjadi karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan belum melihat permasalahan intinya.
Menurutnya, adanya panic buying justru dipicu kelangkaan pasokan minyak goreng curah. Kelangkaan itu mendorong masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah beralih ke minyak goreng kemasan.
"Pemerintah gak bisa sepenuhnya salahkan masyarakat, karena memang faktanya stok minyak goreng khususnya migor curah ini gak ada," kata Rusli kepada CNN Indonesia, Selasa (8/3).
Rusli mengatakan 62 persen masyarakat kelas menengah ke bawah membeli minyak goreng curah. Jumlah itu dari total kebutuhan rumah tangga sebanyak kurang lebih 3,8 kilo liter minyak goreng.
"Fakta bahwa 62 persen masyarakat kita itu belinya minyak goreng curah, sisanya baru kemasan," katanya.
Menurutnya, karena harga minyak goreng kemasan lebih murah dan akses untuk mendapatkannya lebih mudah ketimbang curah, maka banyak orang beralih ke kemasan. Sehingga hal itu berdampak pada kelangkaan stok.
[-]
"Belum lagi di ritel kita lihat ada orang yang suruh anak, suami atau keluarganya untuk membeli meskipun ada pembatasan maksimal 2 bungkus perhari," katanya.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan kisruh ini lantaran Kemendag tidak mengatasi spekulan-spekulan yang memborong minyak goreng.
"Menurut saya, kalaupun memang ada spekulasi yang dilakukan oleh masyarakat ini biasanya yang paling besar mampu melakukan spekulasi itu adalah orang-orang yang memiliki modal untuk bisa memborong barang dalam jumlah banyak dan bukan dari masyarakat kelas bawah," kata Faisal.
Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kecurigaan pemerintah soal penimbunan migor oleh masyarakat sebenarnya dipicu juga oleh realita di lapangan yang menunjukkan harga migor jauh di atas harga eceran tertinggi.
Sementara, lanjutnya, alokasi migor bersubsidi pun terbatas, sehingga psikologis konsumen terganggu.
"Akibatnya, ketika ada migor yang di bawah HET atau harga subsidi langsung diserbu. Itu sebenarnya hal yang normal, karena masyarakat merupakan konsumen akhir," jelas Bhima.
Dia menambahkan kecuali ada niatan segelintir pihak yang berpura-pura menjadi konsumen retail padahal punya gudang untuk menimbun.
"Kalau yang sengaja menimbun ya ditindak saja, landasan hukum nya kan sudah jelas," katanya.
Sebelumnya, Kemendag mengatakan kelangkaan minyak goreng membuat masyarakat panik beli atau panic buying, sehingga warga 'menimbun' di rumah.
Inspektur Jenderal Kemendag Didid Noordiatmoko memastikan saat ini produksi minyak goreng sudah mendekati kebutuhan dalam negeri. Sehingga, kelangkaan minyak goreng seharusnya teratasi paling lambat pada akhir Maret 2022.
Ia mengatakan pemerintah secara bertahap menyelesaikan persoalan produksi hingga distribusi minyak goreng agar bisa diperoleh dengan mudah, dengan harga yang terjangkau di masyarakat.
Namun, muncul persoalan baru yang merupakan dampak dari kenaikan harga dan kelangkaan barang, yakni panic buying.
Lantaran sempat kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga yang terjangkau, masyarakat membeli melebihi kebutuhan ketika mendapatkan kesempatan.
Padahal, hasil riset menyebutkan kebutuhan minyak goreng per orang hanya 0,8-1 liter per bulan. Artinya, kini banyak rumah tangga menyetok minyak goreng. "Tapi ini baru terindikasi," imbuh dia saat kunjungan kerja ke Palembang seperti dikutip dari Antara, Selasa (8/3).
(dzu/agt)Sentimen: negatif (100%)