Hitung Mundur Suku Bunga di AS Naik 75 Bps, Rupiah 3 Hari KO!
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) menjelang pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed). Sejak awal pekan lalu, rupiah belum pernah menguat melawan the greenback.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah berakhir melemah 0,13% ke Rp 15.645/US$ hari ini. Dalam 3 hari total pelemahan rupiah sebesar 0,62%.
The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (3/11/2022) dini hari waktu Indonesia. Bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% - 4%, yang membuat rupiah kesulitan menguat.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar bahkan melihat ada probabilitas sebesar 47% suku bunga The Fed berada di level 4,75% - 5% pada Februari 2023.
Namun, pelaku pasar tentunya juga menanti kejutan. Tidak menutup kemungkinan The Fed mengendurkan laju kenaikan suku bunganya seperti yang dilakukan bank sentral Australia dan Kanada.
Rupiah masih sulit menguat meski banyak kabar baik dari dalam negeri. S&P Global kemarin melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia tumbuh 51,8 pada Oktober. Meski turun cukup dalam dari bulan sebelumnya 53,7 tetapi masih berada di atas 50.
Angka di atas 50 artinya ekspansi, sementara di bawahnya adalah kontraksi.
Jika dilihat lebih detail, laporan S&P global menyatakan tingkat keyakinan bisnis naik ke level tertinggi sejak Maret. Hal ini tentunya menjadi kabar yang sangat bagus di tengah isu resesi dunia, nilai tukar rupiah yang terpuruk dan Bank Indonesia (BI) yang terus mengerek suku bunga acuannya dalam 3 bulan beruntun sebesar 125 basis poin menjadi 4,75%.
Saat suku bunga acuan naik, berisiko menghambat ekspansi dunia usaha, sebab suku bunga kredit, baik investasi maupun modal kerja, akan mengalami kenaikan.
Kenaikan tingkat keyakinan bisnis dalam kondisi tersebut memberikan harapan ekspansi sektor manufaktur akan terus berlanjut. Industri pengolahan merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar berdasarkan lapangan usaha, kontribusinya hampir 18% di kuartal II-2022.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia pada Oktober 2022 mencapai 5,71% secara year on year (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yaitu 5,95%.
"Inflasi di Oktober ini terlihat mulai melemah. Pada Oktober 2022 terjadi inflasi sebesar 5,71%," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS, Setianto dalam konferensi pers, Selasa (1/11/2022).
Inflasi menjadi faktor yang paling penting untuk dikendalikan saat ini. Sebab, terkait dengan daya beli masyarakat. Semakin tinggi inflasi maka daya beli masyarakat akan menurun, dan berdampak ke pertumbuhan ekonomi.
Belanja rumah tangga merupakan penyumbang PDB terbesar berdasarkan pengeluaran, pada kuartal II-2022 kontribusinya lebih dari 51%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[-]
-
Jurus Perry Warjiyo & BI Jaga Rupiah Dari Amukan Dolar AS
(pap/pap)
Sentimen: negatif (94.1%)