Sentimen
26 Okt 2024 : 08.15
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Batang, Lombok
Tokoh Terkait
Kala Anak-anak Pantai Kelongkong Bermimpi Ingin Jadi seperti Ronaldo di Tengah Keterbatasan dan Krisis Air... Megapolitan 26 Oktober 2024
Kompas.com Jenis Media: Metropolitan
26 Okt 2024 : 08.15
Kala Anak-anak Pantai Kelongkong Bermimpi Ingin Jadi seperti Ronaldo di Tengah Keterbatasan dan Krisis Air...
Tim Redaksi
LOMBOK, KOMPAS.com - Di Dusun Kelongkong, Desa Bilalendo, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, anak-anak tumbuh dengan mimpi besar meski diadang keterbatasan. Di tengah pantai yang penuh sampah plastik , mereka mengasah cita-cita, berharap menjadi pemain bola hebat seperti Cristiano Ronaldo atau Pratama Arhan , bahkan juga sebagai anggota TNI. “Cita-cita saya menjadi (Pratama) Arhan,” ujar Murdianto (13), yang ditemui di pantai kampungnya pada Jumat (25/10/2024). Ia merupakan sosok yang paling antusias di antara teman-temannya. Dengan senyum lebar, Murdianto mengambil dua batang bambu dan menancapkannya di pasir untuk membuat gawang, seolah siap menggelar pertandingan sesungguhnya. “Cita-cita saya jadi TNI atau Ronaldo,” tambah Dahlan (13). Pantai di dusun mereka memang menjadi arena bermain bagi anak-anak ini, meski penuh dengan plastik dan tutup botol yang mencemari pasir putih. Namun, bagi mereka, tantangan itu tak mengurangi semangat. "Kalau main bola, tempat yang bersih dicari," kata Ivanka (10), sambil mencari celah bebas sampah di sekitar pantai. Terletak di tepi Teluk Kelongkong yang bermuara ke Samudera Hindia, Dusun Kelongkong menghadapi krisis air bersih. Sumber air di dusun ini payau, asin, dan tidak layak minum. Anak-anak terbiasa mandi dengan air payau dari sumur yang terasa lengket di kulit. “Enggak pernah (mandi pakai air tawar),” kata Murdianto, mengakui bahwa mereka hanya bisa membeli air galon isi ulang untuk masak dan minum. Untuk mandi, air payau menjadi satu-satunya pilihan. Satu galon air tawar dijual seharga Rp 5.000, harga yang cukup tinggi bagi mereka untuk sekadar mandi. “Air galon itu buat cuci beras, bikin makanan, enggak pernah buat mandi,” tambah Ivanka, menjelaskan pentingnya penghematan air tawar dalam keluarga mereka. Selain penuh semangat, anak-anak ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika bertemu awak media, mereka spontan bertanya, “Kamu mandi pakai air apa?” Ketika dijelaskan bahwa di Jakarta air bersih dari PAM mudah diakses, mereka mendengarkan dengan kagum dan segera beralih menanyakan merek ponsel reporter yang mereka temui. "Itu handphone iPhone? Tuh HP siapa tuh?" tanya mereka sambil berebut ingin melihat lebih dekat. Anak-anak ini dengan antusias memperkenalkan dusun mereka. Mereka membawa awak media ke keran wastafel di toilet umum di pinggir pantai untuk menunjukkan sumber air yang mereka pakai sehari-hari. Meski tampak jernih, air ini terasa asin dan lengket di tangan. Namun, anak-anak itu tetap ceria, berkali-kali menyalakan dan mematikan keran, menikmati kucuran air yang membasahi wajah mereka. Sebelum berpisah, mereka menyampaikan perpisahan dengan pantun, tawa, dan semangat khas anak-anak. “Buah kedondong, buah manggis. Diputusin pacar pun nangis, cari yang lain dong,” kata seorang anak sambil berlalu, meninggalkan kesan mendalam tentang kehidupan di Kelongkong yang sederhana tetapi penuh mimpi. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
LOMBOK, KOMPAS.com - Di Dusun Kelongkong, Desa Bilalendo, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah, anak-anak tumbuh dengan mimpi besar meski diadang keterbatasan. Di tengah pantai yang penuh sampah plastik , mereka mengasah cita-cita, berharap menjadi pemain bola hebat seperti Cristiano Ronaldo atau Pratama Arhan , bahkan juga sebagai anggota TNI. “Cita-cita saya menjadi (Pratama) Arhan,” ujar Murdianto (13), yang ditemui di pantai kampungnya pada Jumat (25/10/2024). Ia merupakan sosok yang paling antusias di antara teman-temannya. Dengan senyum lebar, Murdianto mengambil dua batang bambu dan menancapkannya di pasir untuk membuat gawang, seolah siap menggelar pertandingan sesungguhnya. “Cita-cita saya jadi TNI atau Ronaldo,” tambah Dahlan (13). Pantai di dusun mereka memang menjadi arena bermain bagi anak-anak ini, meski penuh dengan plastik dan tutup botol yang mencemari pasir putih. Namun, bagi mereka, tantangan itu tak mengurangi semangat. "Kalau main bola, tempat yang bersih dicari," kata Ivanka (10), sambil mencari celah bebas sampah di sekitar pantai. Terletak di tepi Teluk Kelongkong yang bermuara ke Samudera Hindia, Dusun Kelongkong menghadapi krisis air bersih. Sumber air di dusun ini payau, asin, dan tidak layak minum. Anak-anak terbiasa mandi dengan air payau dari sumur yang terasa lengket di kulit. “Enggak pernah (mandi pakai air tawar),” kata Murdianto, mengakui bahwa mereka hanya bisa membeli air galon isi ulang untuk masak dan minum. Untuk mandi, air payau menjadi satu-satunya pilihan. Satu galon air tawar dijual seharga Rp 5.000, harga yang cukup tinggi bagi mereka untuk sekadar mandi. “Air galon itu buat cuci beras, bikin makanan, enggak pernah buat mandi,” tambah Ivanka, menjelaskan pentingnya penghematan air tawar dalam keluarga mereka. Selain penuh semangat, anak-anak ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika bertemu awak media, mereka spontan bertanya, “Kamu mandi pakai air apa?” Ketika dijelaskan bahwa di Jakarta air bersih dari PAM mudah diakses, mereka mendengarkan dengan kagum dan segera beralih menanyakan merek ponsel reporter yang mereka temui. "Itu handphone iPhone? Tuh HP siapa tuh?" tanya mereka sambil berebut ingin melihat lebih dekat. Anak-anak ini dengan antusias memperkenalkan dusun mereka. Mereka membawa awak media ke keran wastafel di toilet umum di pinggir pantai untuk menunjukkan sumber air yang mereka pakai sehari-hari. Meski tampak jernih, air ini terasa asin dan lengket di tangan. Namun, anak-anak itu tetap ceria, berkali-kali menyalakan dan mematikan keran, menikmati kucuran air yang membasahi wajah mereka. Sebelum berpisah, mereka menyampaikan perpisahan dengan pantun, tawa, dan semangat khas anak-anak. “Buah kedondong, buah manggis. Diputusin pacar pun nangis, cari yang lain dong,” kata seorang anak sambil berlalu, meninggalkan kesan mendalam tentang kehidupan di Kelongkong yang sederhana tetapi penuh mimpi. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (97%)