Sentimen
Positif (99%)
25 Okt 2024 : 20.42
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Yogyakarta, Konawe

Kasus: penganiayaan, bullying

Partai Terkait
Tokoh Terkait

Berkaca dari Kasus Guru Honorer Supriyani, DPR Minta Pemerintah Buat Sistem Pendidikan yang Lindungi Semua Pihak Nasional 25 Oktober 2024

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Nasional

25 Okt 2024 : 20.42
Berkaca dari Kasus Guru Honorer Supriyani, DPR Minta Pemerintah Buat Sistem Pendidikan yang Lindungi Semua Pihak Tim Redaksi KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) MY Esti Wijayati mendorong pemerintah untuk membuat sistem pendidikan yang seimbang antara hak guru untuk mendisiplinkan siswa dan hak orangtua untuk melindungi anak-anaknya. Menurutnya, perlindungan bagi siswa harus dikelola dengan bijak melalui regulasi dan kebijakan pendidikan yang komprehensif. "Idealnya, dalam mendidik anak-anak harus ada kolaborasi yang baik antara semua pihak, sekolah dalam hal ini guru, orangtua, maupun lingkungan sekitar agar membentuk karakter anak yang baik. Karena masa depan Indonesia ada di anak-anak generasi penerus bangsa ini," ucapnya melansir dpr.go.id, Jumat (25/10/2024).  Dia mengatakan itu untuk menyoroti kasus guru honorer Supriyani yang menjadi tersangka usai dituduh menganiaya siswa anak polisi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra).  Menurutnya, kasus Suryani menjadi contoh betapa rentannya posisi profesi guru saat ini, terutama guru honorer.  “Guru honorer seperti Ibu Supriyani sering kali berada dalam posisi yang rentan, di mana mereka harus memenuhi tanggung jawab mengajar, tetapi juga berhadapan dengan risiko hukum dalam proses mereka melakukan pembinaan pada murid,” katanya.  Esti menilai, sistem pendidikan yang seharusnya melindungi guru dan memberi mereka dukungan dalam menjalankan tugas justru malah menjadi ancaman tersendiri bagi para guru.  “Kasus guru Supriyani ini menjadi contoh betapa rentannya profesi guru di era saat ini, khususnya bagi para guru honorer yang perjuangannya dalam menjalankan tugas sangat besar,” tuturnya. Lebih lanjut, Esti mengingatkan, profesi guru dilindungi Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Perlindungan itu mencakup perlindungan dari kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan perlakuan tidak adil.  Aturan tersebut juga mengatur perlindungan guru dari pihak peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan pihak lain yang terkait dengan tugas pendidik dan tenaga kependidikan.  "Profesi guru jelas memiliki perlindungan saat dirinya melakukan proses belajar mengajar. Namun, kasus Supriyani menunjukkan intervensi orang tua serta intimidasi yang dapat mengancam keamanan guru dalam menjalankan perannya," paparnya. Untuk itu, Esti mendorong pemerintah dan satuan pendidikan untuk ikut memberikan pendampingan sesuai amanat Peraturan Kemendikbud 10 Nomor 2017 pasal 2 hingga 4, khususnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Pemerintah Daerah. Untuk diketahui, kasus Supriyani mendapat banyak perhatian setelah kisahnya viral di media sosial.  Pengajar di SDN 4 Baito itu dituduh melakukan pemukulan terhadap siswa kelas 1 berinisial MC yang merupakan anak personel kepolisian di Kepolisian Sektor (Polsek) Baito. Meski begitu, Supriyani yang sempat ditahan tersebut bersikeras tidak pernah melakukan pemukulan terhadap MC, ditambah adanya kesaksian yang mendukung Supriyani tidak bersalah.  Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) sebagai kuasa hukum Supriyani pun menyebutkan ada banyak kejanggalan dalam kasus itu. Salah satu yang menjadi sorotan pada kasus itu adalah MC mengaku kepada ibunya mengalami luka di paha karena jatuh di sawah.  Namun, setelah didesak ayahnya, anak tersebut mengubah pengakuan dan menyatakan ia dianiaya Supriyani. "Yang paling mencolok dalam kasus Ibu Supriyani adalah terkait intervensi dan reaksi orangtua siswa yang menurut saya berlebihan. Terutama ketika salah satu pihak memiliki kekuasaan atau pengaruh, tentunya ini membebani guru," ujarnya. Adapun baik pihak kuasa hukum maupun Supriyani menyatakan pada saat hari kejadian yang dituduhkan, Supriyani berada di kelas berbeda dengan anak pelapor. Sebab, Supriyani bukan merupakan wali kelas siswa MC. Selain itu, Supriyani yang telah mengabdi sebagai guru honorer selama 16 tahun itu dituduh menganiaya pada pukul 10.00 Waktu Indonesia Tengah (Wita).  Menurut pihak LBH, waktu kejadian itu tidak dapat dibenarkan mengingat di jam tersebut seluruh siswa sudah pulang. Dalam dakwaan pihak kejaksaan, anak pelapor disebut dipukul satu kali dengan sapu. Sementara itu, berdasarkan kesaksian guru lain yang melihat langsung kondisi siswa MC, luka anak pelapor itu terlihat seperti luka melepuh, bukan seperti bekas luka pukulan. Kejanggalan lainnya, Supriyani mengaku diminta untuk mengakui tuduhan penganiayaan terkait penetapannya sebagai tersangka saat penyidikan di kepolisian.  Ia menyatakan tak pernah mengaku menganiaya korban dan permintaan maaf yang disampaikan dilakukan agar masalah cepat berlalu. Permintaan maaf Supriyani disalahartikan pihak pelapor yang menganggap Supriyani mengakui melakukan pemukulan kepada sang anak.  Sebelum penyidikan, proses mediasi dilakukan beberapa kali, tetapi pihak pelapor tak mau berdamai sehingga proses hukum terus berlanjut. Untuk soal dugaan pemerasan, ada permintaan dari pihak pelapor kepada Suryani untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta jika ingin berdamai.  Mengingat pihak sekolah hanya menyanggupi untuk membayar Rp 10 juta, pihak pelapor disebut tak mau berdamai karena tuntutan denda yang dimintanya tidak dapat dipenuhi. Esti mengatakan, kejadian itu akan menjadi menjadi preseden yang buruk dalam sistem pendidikan Indonesia jika benar-benar terjadi.  “Kami meminta pemerintah hadir untuk memberi bantuan dan perlindungan bagi Ibu Supriyani. Kami juga berharap pengadilan dapat memberikan keadilan yang sesungguhnya bagi semua pihak,” urainya. Saat ini, Supriyani berstatus sebagai terdakwa dan kasusnya sudah mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan, Sultra.  Namun, penahanan Supriyani ditangguhkan hakim dengan pertimbangan terdakwa memiliki anak yang masih berusia balita.  Terlepas dari kasus Supriyani, Esti menekankan bahwa guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan.  Dia mengatakan, guru tidak hanya bertugas mengajar, tetapi juga membimbing dan membentuk karakter siswa melalui pengajaran nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, dan etika. "Beban guru hari ini sangat berat dan banyak tantangan karena yang terjadi sekarang guru kurang punya power untuk memberikan pembinaan ke siswa dalam bentuk disiplin. Ini akibat fenomena reaksi orangtua yang sedikit-sedikit membawa masalah ke ranah hukum,” ucapnya. Anggota dewan yang juga bertugas di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu mengatakan, guru yang takut dikriminalisasi menjadi kurang memberikan pendidikan disiplin kepada anak yang melakukan pelanggaran.  Esti menyebutkan, hal tersebut menjadi salah satu faktor kurangnya pendidikan karakter bagi anak. “Kemudian, banyak terjadi kasus kekerasan anak dan bullying di sekolah itu karena kurangnya pembinaan disiplin dari guru. Anak-anak jadi kurang menaruh rasa hormat atau keseganan pada guru mereka. Beda seperti zaman kita dulu,” sebutnya. Esti mengatakan, harus diakui bahwa ada berbagai kasus kekerasan guru kepada anak muridnya. Namun, tidak semua tindakan disiplin yang diterapkan guru merupakan bentuk kekerasan sehingga tak bisa disamaratakan.  “Kalau memang guru melakukan kekerasan, ya, memang harus dan wajib diproses hukum dan mendapat sanksi,” ujarnya.  Namun, dia mengajak semua masyarakat, khususnya wali murid, mendukung proses pembinaan karakter yang dilakukan guru di sekolah demi perkembangan karakter anak-anak kita,” terangnya. Esti mengatakan, seharusnya sistem pendidikan nasional Indonesia dapat memastikan guru, orangtua, dan siswa dapat bekerja sama.  Pimpinan komisi di DPR yang membidangi sektor pendidikan itu menyebutkan, kerja sama antar pihak ini demi mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik.  "Guru harus diberikan ruang untuk mendisiplinkan dan membimbing siswa, sedangkan siswa tetap mendapatkan perlindungan yang layak," tukasnya. Esti menyebutkan, jika setiap tindakan pendisiplinan yang diterapkan guru selalu menjadi sorotan dan dipertanyakan, maka akan berdampak pada perkembangan moral generasi muda atau anak-anak Indonesia.  "Kalau orang tua melakukan intervensi terus, guru bisa merasa terancam dalam menjalankan tugasnyam,” ujarnya. Menurutnya, siswa menjadi tidak ada rasa tanggung jawab karena merasa orangtua akan selalu membela meskipun anak melakukan kesalahan. “Ini mengakibatkan kurangnya penerapan disiplin di kelas, yang pada akhirnya berdampak pada perkembangan moral dan tanggung jawab siswa itu sendiri,” jelasnya. Esti menambahkan, fenomena kekerasan orangtua kepada guru tidak jarang terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Namun, reaksi atau intervensi yang terlalu berlebihan dan tidak proporsional justru dapat merusak proses pendidikan. Politisi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menegaskan, pemerintah wajib memberikan bantuan hukum untuk guru yang bermasalah dengan hukum.  “Ini Ibu Supriyani malah cari bantuan hukum sendiri. Pemberian janji peningkatan status sebagai guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) saja tidak cukup karena Ibu Supriyani terjerat kasus hukum saat sedang melaksanakan tugas,” ujarnya.  Esti mengatakan, Supriyani telah mendedikasikan hidupnya bagi pendidikan anak bangsa sehingga berhak mendapat perlindungan dari pemerintah.  Dia menilai, bantuan hukum dari pemerintah semakin diperlukan mengingat adanya dugaan intimidasi dan pemerasan terhadap Supriyani.  “Kami sepakat penganiayaan pada anak tidak dapat dibenarkan, tapi pendampingan hukum yang maksimal dapat membantu membuka fakta yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini,” ungkapnya. Untuk diketahui, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyatakan akan mengangkat Supriyani menjadi guru PPPK melalui jalur afirmasi.  Jaminan itu diberikan Kemendikdasmen usai kasus Supriyani mendapat sorotan publik. Lebih lanjut, legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta itu menekankan pentingnya pemerintah meningkatkan kesejahteraan guru, khususnya bagi para guru honorer.  Sebab, beban kerja, tanggung jawab, serta risiko yang dihadapi guru sangat besar. “Sudahlah tugas dan bebannya berat, kesejahteraan guru itu masih kurang. Ini yang masih pekerjaan rumah (PR) kita semua,” katanya. Esti menegaskan, DPR akan berjuang demi memastikan semua guru di Indonesia yang memiliki tugas mulia mendidik anak bangsa mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak. Dukungan untuk Supriyani juga Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian yang menekankan pentingnya keadilan bagi guru sebagai tenaga pendidik profesional. “Kami memberikan dukungan penuh kepada guru Supriyani agar mendapatkan keadilan yang layak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.  Hetifah juga meminta penegak hukum untuk menuntaskan kasus tersebut dengan mengedepankan prinsip keadilan.  “Penegakan hukum harus mengedepankan prinsip keadilan, tidak memandang siapa pun yang terlibat,” jelas legislator dari fraksi Golkar itu. Selain itu, Hetifah juga menyerukan organisasi profesi guru turut serta dalam memberikan perlindungan hukum bagi Supriyani.  Ia mengingatkan, sesuai dengan Pasal 42 Undang-undang (UU) Guru dan Dosen, profesi guru harus dilindungi, termasuk dalam aspek hukum. Hetifah menegaskan, Komisi X DPR RI memiliki komitmen kuat dalam mendukung sistem pendidikan yang profesional dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  "Kami selalu berdiri di belakang para guru yang menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab," tuturnya. Untuk diketahui, secara fundamental, pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945.  Selain itu, UU Sisdiknas, disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. UU itu menyebutkan, pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kemudian, UU Guru dan Dosen menyebutkan, guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.  Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: positif (99.2%)