Sentimen
Tokoh Terkait
Piter Abdullah Redjalam
Anggito Abimanyu
Teka-teki Langkah Awal Pembentukan BPN, Mulai dari Trio Wamenkeu?
Bisnis.com Jenis Media: Ekonomi
Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penerimaan Negara alias BPN diyakini masih menjadi satu dari delapan Program Hasil Terbaik Cepat janji Prabowo yang akan dibentuk, namun tidak dalam waktu dekat.
Nama Anggito Abimanyu sebelumnya digandang-gadang bakal menjadi kepala BPN. Nyatanya, kini dengan tertundanya BPN, Anggito tetap mendapat tanggung jawab berupa mengurus penerimaan negara, namun melalui jabatan wakil menteri keuangan (wamenkeu).
Tidak sendiri, dirinya tergabung dalam trio wamenkeu bersama Suahasil Nazara dan Thomas Djiwandono.
Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam belum melihat adanya pembatalan pembentukan BPN dalam jangka panjang.
Dalam jangka pendek, tak mungkin pembentukakn BPN dalam satu dua hari rampung, terutama terkait dengan nomenklatur dan undang-undang terkait.
“Kalau seandainya [BPN] langsung dibentuk, atas dasar apa? Masa baru diangkat jadi presiden, langsung mengeluarkan Perppu, kan nggak mungkin,” tuturnya kepada Bisnis, dikutip Rabu (23/10/2024).
Piter justru melihat peluang yang masih besar, terlebih masuknya Anggito dalam struktur pejabat Kemenkeu saat ini.
Pandangannya, Prabowo menempatkan Anggito sebagai jalan keluar sementara, saat tertundanya pembentukan BPN. Hal yang mungkin terjadi, dengan tiga wamen itu akan menyebabkan terjadi pengaturan pendistribusian tugas yang lebih baik.
“Sekaligus bisa menugaskan kepada Pak Anggito untuk mempersiapkan badan penerimaan negara sekaligus dalam rangka Pak Anggito mempersiapkan pembentukan badannya,” dugaan Piter.
Dirinya menyampaikan dengan dugaan ini, Anggito kemungkinan akan menangani tiga urusan, yakni Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Ini memberikan arah bahwa walaupun nanti badan itu terbentuk, masih sangat mungkin badan itu nanti tetap akan ada di bawah menteri keuangan. Itu akan sangat mirip dengan badan penerimaan yang ada di Amerika,” jelasnya.
Pada hari-hari pemanggilan calon menteri ke Kertanegara oleh Prabowo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi pertanyaan wartawan mengenai rencana pembentukan BPN. Namun, dia menyatakan tidak ada rencana itu dan Kemenkeu tetap satu.
"Enggak, enggak ada ... [Kemenkeu] masih satu," ujar Sri Mulyani.
Sebelumnya, Wakil Komandan TKN Pemilih Muda Prabowo-Gibran Anggawira menjelaskan rencana pemisahan tersebut memang sangat kompleks dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Bahkan dirinya mengaku bahwa muncul kekhawatiran dengan pembukaan BPN dalam jangka pendek, akan terganggu penerimaan negara sementara belanja membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Angga menjelaskan bahwa pernyataan Sri Mulyani terkait batalnya pembentukan BPN hanya sekadar menggambar kondisi saat ini. Ke depan, masih terbuka peluang pembentukan BPN.
Berharap Tax Ratio Naik dari Pembentukan BPN
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menyebutkan bahwa pembentukan merupakan jalan keluar untuk membiayai program-program Prabowo.
Di mana tujuh Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Prabowo-Gibran memerlukan belanja yang besar dan harus datang dari PHTC kedelapan, yakni pembentukan BPN.
“Diharapkan, anggaran tersebut datang dari program 8, yaitu BPN yang akan meningkatkan tax ratio jadi 23%. Persoalannya, program pembentukan BPN ini is dead now dengan dipilihnya Sri Mulyani kembali jadi menkeu,” ungkapnya dalam Diskusi Publik Indef: Ekonomi Politik Kabinet Prabowo Gibran, Selasa (22/10/2024).
Sementara Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Drajad Wibowo sebelumnya menyampaikan bahwa pembentukan BPN dapat menjadi solusi untuk mengerek penerimaan negara.
Pasalnya, saat ini hampir 50% APBN digunakan untuk membayar utang. Drajad menyampaikan belanja yang dialokasikan senilai Rp3.621,3 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, masih kurang untuk membiayai tahun pertama Prabowo-Gibran.
Di sisi lain, pemerintah memiliki kewajiban pembayaran utang jatuh tempo dan bunga utang mencapai Rp1.353 triliun atau setara sekitar 45% dari total pendapatan pada tahun depan yang direncanakan senilai Rp3.005,1 triliun.
"Di mana ruang fiskalnya? Nah, jawabannya memang kita melalui BPN," ujarnya dalam Katadata: Indonesia Future Policy Dialogue di Le Meridien, Jakarta pada Rabu (9/10/2024).
Meski demikian, saat ini pemerintah teknis terkait, irit bicara mengenai BPN dan tidak memberikan jawaban detail terkait rencana tersebut.
Sentimen: negatif (78%)