Sentimen
Positif (66%)
16 Okt 2024 : 19.40
Informasi Tambahan

BUMN: PLN, PT Perusahaan Gas Negara

Tokoh Terkait
joko widodo

joko widodo

Pengusaha Kawasan Industri Soroti Ketidakpastian Hukum Masih Hambat Investasi

16 Okt 2024 : 19.40 Views 11

Bisnis.com Bisnis.com Jenis Media: Ekonomi

Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Kawasan Industri (HKI) menilai ketidakpastian hukum masih menjadi hambatan bagi investasi kawasan industri. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional stagnan di kisaran 5% pada dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ketua Umum HKI Sanny Iskandar mengatakan, ketidakpastian hukum menjadi polemik klasik yang tak kunjung terselesaikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Untuk itu, tantangan pengelola kawasan industri dan manufaktur nasional, yaitu menyangkut terkait reformasi regulasi dan bikrokrasi.

"Apa hambatan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah Pak Jokowi? Investasi [kawasan industri] harus masuk, saya bilang hambatan ada di kepastian hukum," kata Sanny dalam Bisnis Indonesia Forum: Legasi Sedasawarsa dan Asa Selanjutnya, Rabu (16/10/2024).

Dia membeberkan sejumlah masalah kepastian hukum yang disoroti pelaku usaha industri yakni terkait regulasi dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, tumpang tindih, dan perizinan dasar investasi.

Setidaknya terdapat tiga perizinan dasar yang seringkali terkendala yaitu terkait tata ruang wilayah (RTRW) termasuk kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) izin lokasi, persetujuan bangunan gedung dan sertifikat layak fungsi, serta permohonan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

"Sebelum ke sini ada laporan investor besar belum bisa melakukan pembangunan industrinya karena ada satu persetujuan amdal yang menumpuk konon sampai ribuan, tanpa amdal semua tidak bisa mulai," jelasnya.

Pihaknya sudah berkali-kali mengeluhkan hal ini kepada pemerintah. Bahkan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hingga Presiden Jokowi sudah memahami kondisi tersebut. Kendati demikian, polemik izin amdal tak kunjung terselesaikan.

Tantangan lainnya yakni terkait penyediaan utilitas termasuk logistik di beberapa lokasi yang aksesnya masih terkendala. Padahal, ketika industri manufaktur masuk ke kawasan, sarana prasarana harus dipastikan lengkap.

"Utilitas sangat dibutuhkan industri misalkan supply harga gas industri itu juga kalau gas ada beda dengan listrik karena di masing-masing daerah beda penetapan harganya terkait dengan sumber, itu sangat tidak memberikan kepastian bagi industri untuk merencanakan operasional," ujarnya.

Dia mengapresiasi pemberian kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) oleh pemerintah, kendati dalam pelaksanaannya belum optimal lantaran hambatan di pemasok gas, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk.

"Supply listrik sama, menteri ESDM-nya begini terkait EBT solar panel, tapi surat edaran dari PLN beda, kita melihat ini kok bisa seperti itu, perusahaan manufaktur malu partner kita, aturan seperti ini tapi pelaksanaannya beda, termasuk industri nggak mungkin jalan tanpa air baku," jelasnya.

Lebih lanjut, Sanny juga mengungkap pekerjaan rumah pemerintah ke depan terkait penyelesaian sejumlah tantangan perizinan, hingga kemudahan fasilitas perpajakan insentif agar kawasan industri Indonesia lebih berdaya saing.

Sebab, tak bisa dipungkiri Indonesia kini tak hanya bersaing dengan Thailand atau Vietnam saja, tetapi Bangladesh hingga Myanmar. Artinya, stimulus investasi penting untuk menjadikan Indonesia lebih menarik dari negara lain.

"Kita berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif apapun, kita nih aturannya belum keluar, terlalu cepat yang menyampaikan, begitu keluar PP itu ternyata belum peraturan pelaksanannya, harus menunggu lagi," jelasnya.

Kendati demikian, jika melihat data Kementerian Investasi/BKPM, realisasi investasi periode Januari-September 2024 untuk perumahan, kawasan indsutri, dan perkantoran mencapai Rp91,56 triliun atau berkontribusi 7,26% dari total realisasi investasi nasional.

Capaian realisasi investasi periode tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp83,7 triliun. Padahal, pertumbuhan investasi sektor tersebut potensial untuk dikembangkan.

Sentimen: positif (66.7%)