Sentimen
Positif (94%)
10 Okt 2024 : 22.26
Informasi Tambahan

Kasus: covid-19, korupsi

Tokoh Terkait

Was-Was Ada Indosurya Jilid II, Kemenkop UKM Minta Dibentuk LPS Khusus Koperasi

10 Okt 2024 : 22.26 Views 18

Bisnis.com Bisnis.com Jenis Media: Ekonomi

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) meminta agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024—2029 memprioritaskan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perkoperasian menjadi UU agar koperasi memiliki ekosistem kelembagaan.

Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi mengatakan bahwa pihaknya telah merumuskan adanya lembaga khusus penjamin koperasi dalam RUU Perkoperasian, seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk bank. Hal ini mengingat potensi koperasi yang bermasalah akan selalu ada.

"Karena sampai saat ini koperasi simpan pinjam kita belum memiliki ekosistem kelembagaan," kata Ahmad dalam konferensi pers Capaian 10 Tahun Kinerja Deputi Bidang Perkoperasian di KemenKopUKM, Jakarta, Kamis (10/10/2024).

Berangkat dari sana, Kemenkop UKM melihat urgensi RUU Perkoperasian untuk segera dibahas dan diterbitkan ke dalam UU Perkoperasian yang baru.

Dia menjelaskan bahwa UU Perkoperasian baru ini untuk memastikan ke depan adanya ekosistem kelembagaan yang baik. Dengan kata lain, seluruh simpanan anggota koperasi juga dijamin seperti halnya nasabah bank dijamin oleh LPS.

"Sehingga koperasinya boleh saja gonjang-ganjing seperti halnya bank kemarin di Covid-19 gonjang-ganjing, tetapi nasabah tenang karena simpanannya sampai nilai Rp2 miliar ditanggung oleh LPS," ujarnya.

Untuk itu, Ahmad mengaku bahwa koperasi juga membutuhkan adanya penjamin seperti bank yang sudah memiliki LPS.

"Nah kita juga ingin 30 juta lebih dari anggota koperasi simpanannya juga dijamin oleh LPS koperasi," tuturnya.

Dia pun mengaku bahwa Kemenkop UKM telah merumuskan RUU Perkoperasian dan sudah diajukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai usulan pemerintah terhadap perubahan UU Perkoperasian.

Lebih lanjut, Ahmad menyampaikan bahwa Presiden Jokowi juga sudah nyampaikan surat Presiden resmi per 19 September 2023 agar RUU Perkooperasian diprioritaskan dibahas oleh DPR.

"Mudah-mudahan pada periode DPR yang baru [2024—2029], ini [RUU Perkoperasiaan] menjadi diprioritaskan sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama kita punya Undang-Undang yang baru untuk lebih memberikan pelindungan pada anggota dan koperasi itu sendiri,” harapnya.

Dengan begitu, kata Ahmad, jika koperasi sudah memiliki LPS, maka masyarakat maupun anggota koperasi sudah akan ragu lagi menyimpan dana di koperasi, karena sudah dijamin oleh LPS.

"Itu harapan kita melalui perubahan Undang-Undang Perkooperasian," tuturnya.

Catatan Kelam Koperasi Indosurya

Berdasarkan catatan Bisnis, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya merupakan salah satu koperasi bermasalah yang mengalami gagal bayar.

Mahkamah Agung (MA) pun telah memvonis bos KSP Indosurya Henry Surya dengan 18 tahun penjara dan denda Rp15 miliar. Vonis ini lebih berat dibandingkan putusan di pengadilan pertama yang memvonis lepas Henry Surya.

Dalam catatan Bisnis lainnya, KSP Indosurya menyebut kerugian anggotanya hanya sebesar Rp16 triliun, bukan Rp106 triliun seperti yang selama ini ramai diperbincangkan.

Teranyar, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan kembali barang bukti perkara korupsi KSP Indosurya kepada korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Rabu (17/1/2024).

Adapun, barang bukti perkara korupsi Indosurya itu berupa uang tunai Rp39,4 miliar dan US$896.988 (setara Rp14,02 miliar sesuai kurs rupiah per dolar AS pada 17 Januari 2024), yang merupakan hasil rampasan atau eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah berkekuatan hukum tetap atas perkara tersebut.

Berdasarkan perhitungan Bisnis, uang hasil eksekusi putusan pengadilan yang diserahkan itu mencapai setara dengan total Rp53,5 miliar.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana dalam sambutannya menyampaikan terima kasih atas kerja sama dari berbagai pihak sehingga perkara yang menarik perhatian masyarakat itu dapat diselesaikan dengan baik.

"Pelaksanaan eksekusi merupakan wujud tanggung jawab Jaksa sebagai eksekutor yang bertujuan utama yakni melindungi kepentingan rakyat dan melindungi korban. Dengan demikian, pemberantasan kejahatan seperti ini dapat dilakukan secara serius," ujar jaksa dikutip dari siaran pers, Kamis (18/1/2024).

Adapun, penyerahan uang rampasan itu sesuai dengan putusan MA No.2113/K.Pidsus/2023 tanggal 16 Mei 2023 atas nama Terpidana Henry Surya dkk. Henry dan terpidana lain telah melanggar Pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang (UU) No. 10/1998 tentang Perubahan Atas UU No.7/1992 tentang Perbankan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Jo. Pasal 10 UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sebelumnya, sebanyak 1.057 korban KSP Indosurya melakukan audiensi dengan LPSK terkait dengan upaya pemulihan kerugian akibat gagal bayar. Audiensi dengan LPSK itu dilakukan oleh para korban dan didampingi oleh penasihat hukum.

Sebelumnya serangkaian audiensi itu dilakukan juga dengan pihak Kejaksaan. Audiensi dengan LPSK saat itu didahului dengan surat yang sudah dikirimkan untuk meminta informasi perkembangan upaya pemulihan kerugian korban KSP Indosurya pascaputusan MA No.2113 K/Pid.Sus/2023 pada 16 Mei 2023.

Kuasa hukum korban Indosurya, Febri Diansyah menyampaikan bahwa audiensi itu merupakan ikhtiar penting bagi korban yang belum juga mendapat kepastian penggantian kerugian gagal bayar KSP Indosurya.

Adapun, gagal bayar itu menyebabkan para korban Indosurya tidak bisa menarik dananya, dan hingga kini belum mendapatkan ganti rugi setelah 1.349 hari atau 3 tahun 9 bulan sejak Februari 2020.

Sentimen: positif (94.1%)