Sentimen
Positif (88%)
8 Okt 2024 : 05.58
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Kalibata, Ulujami

Partai Terkait

9 Melihat Rumah Dinas DPR di Kalibata, Benarkah Sudah Tak Layak Huni? Nasional

8 Okt 2024 : 05.58 Views 15

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

Melihat Rumah Dinas DPR di Kalibata, Benarkah Sudah Tak Layak Huni? Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com – Rumah dinas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan ditiadakan. Sebagai gantinya, para anggota dewan akan mendapatkan tunjangan bulanan. Rumah-rumah tersebut dinilai sudah tidak layak huni lantaran kondisinya disebut sudah cukup parah dan memerlukan banyak perbaikan. Pada Senin (7/10/2024), Kompas.com mengunjungi salah satu kompleks rumah dinas anggota DPR yang terletak di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Sebagian besar rumah di kompleks itu sudah kosong. "Ini salah satu rumah yang sudah kosong dan kondisinya rata-rata, kalau ini, yang agak lumayan ya, apa, kondisinya lebih lumayan nanti kita coba lihat lagi beberapa rumah yang memang kondisinya lebih parah atau parah," kata Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar, Senin. Akan tetapi, berdasarkan pantauan Kompas.com, rumah itu tampak masih cukup baik dan masuk katagori layak huni meski ada beberapa bagian yang perlu diperbaiki. Beberapa contoh perbaikan seperti di rumah nomor A3-30 yang sebagian plafon di area kamar dan garasinya bocor sehingga ada bercak berwarna kekuningan. Selain itu, ada juga cat dinding yang mulai terkelupas, serta tercium aroma tidak sedap dari hama tikus di kamar utama akibat sudah tidak ditinggali. Tak jauh berbeda, pantauan dari rumah nomor B4-159 juga memperlihatkan ada beberapa plafon yang sudah berwarna kuning akibat bocor. Dinding di salah satu kamar di rumah itu pun dipenuhi coret-coretan dari kerayon. Situasi di rumah nomor B4-159 juga terdapat cat di dinding yang terkelupas serta tangga menuju lantai atas yang sudah agak lapuk. Adapun setiap rumah dinas di Kawasan Kalibata ini memiliki luas sekitar 188 meter persegi dengan dua tingkatan lantai. Lantai bawah rumah tersebut terdiri dari satu kamar utama, satu toilet, satu ruang kerja, garasi, dapur, dan halaman belakang, sedangkan terdapat empat kamar tidur dan dua toilet di lantai dua. Kondisi rumah yang diklaim sudah rusak itu menjadi alasan DPR untuk tidak lagi memberikan rumah dinas kepada para anggota Dewan periode 2024-2029 Ketentuan soal perubahan rumah dinas menjadi tunjangan diatur dalam surat Sekretariat Jenderal DPR RI nomor B/733/RT.01/09/2024 tanggal 25 September 2024. Pimpinan DPR tetap tinggal di rumah dinas, tak dapat tunjangan Indra mengonfirmasi bahwa perubahan pemberian rumah dinas menjadi tunjangan sewa rumah bulanan hanya berlaku untuk anggota dewan. Sedangkan, pimpinan DPR RI tak akan menerima tunjangan sewa rumah bulanan karena mereka tetap menempati rumah dinas yang terletak di Kawasan Widya Chandra dan Kuningan, Jakarta Selatan. "Betul (tunjangan hanya untuk anggota DPR)," ujar Indra di Kawasan Kalibata. Lebih lanjut, Indra menyatakan, aset perumahan DPR yang berada di Kalibata akan dikembalikan kepada negara karena merupakan milik Sekretariat Negara (Setneg) RI. Sementara itu, rumah dinas yang terletak di Kawasan Ulujami, Jakarta Selatan, yang merupakan milik DPR RI, akan dialokasikan untuk pelatihan aparatur sipil negara (ASN). "Kami sudah mengidentifikasi, sebagian akan kami gunakan, karena kami selama ini sedang menata kembali reformasi birokrasi, percepatan-percepatan, sebagian nanti untuk peningkatan SDM DPR guna meningkatkan kemampuan-kemampuan teknis pegawai," tuturnya. Nilai tunjangan masih dikaji Meski wacana dan kajian soal perubahan rumah dinas anggota dewan menjadi tunjangan bulanan ini sudah dikaji sejak dua tahun lalu, namun nilai besaran tunjangannya masih dihitung. Dia menurutkan, keputusan soal besaran tunjangan masih akan dibahas kemudian bersama Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI 2024-2029 jika sudah terbentuk. Indra menyebut, DPR RI akan melibatkan konsultan appraisal nilai aset untuk menghitung besaran nilai tunjangan perumahan ini. "Makanya, kami menggunakan konsultan appraisal untuk itu, dasar itulah yang nanti menjadikan kami untuk melakukan finalisasi yang akan kami laporkan kepada alat kelengkapan Dewan yang namanya BURT setelah nanti terbentuk," ucap Indra. Menurutnya, pertimbangan soal perubahan rumah dinas menjadi tunjangan juga memperhatikan sejumlah hal seperti harga sewa di Jakarta. Selain itu, pertimbangan lainnya juga terkait nilai tunjangan perumahan yang diterima oleh anggota DPRD di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Indra menyebutkan, harga sewa properti juga menjadi pertimbangan bagi DPR karena ada perbedaan harga di Jakarta maupun daerah-daerah lainnya. "Besaran ini tentu kita bicara juga tentang hal-hal yang realistis dilakukan untuk melakukan sewa di Jakarta, pasti berbeda dengan kalau misalnya teman-teman mendengar di DPRD, provinsi atau kabupaten, kota, uang perumahannya Rp 40 juta, Rp 50 juta gitu ya," katanya. Atap bocor-banyak tikus Sekjen DPR RI juga mengungkap sejumlah keluhan yang dialami anggota dewan saat menempati rumah jabatan anggota (RJA) di Kawasan Kalibata. Keluhan tersebut di antaranya soal banyak hama seperti tikus dan rayap, atap bocor, pipa macet, hingga banjir. Keluhan itu tercatat dalam aplikasi Perumahan Jabatan Anggota Kalibata (Pejaka). Soal hama, Indra menyebut pihaknya sudah pernah memberikan sempotan anti-tikus namun tidak mempan. "Kita udah semprot anti tikus Fes, ini banyak lagi, ini karena sepanjang kali dan sampah ini harus kerja sama pemprov DKI," ujarnya. Sementara terkait banjir, menurut Indra, rumah dinas anggota dewan juga sering terjadi genangan banjir saat musim hujan. "Kalau musim hujan baru ketahuan ketidaknyamanannya. Ini kalau musim hujan genangannya di sini tinggi loh," ujarnya. Menurut Indra, penampakan rumah dinas DPR jika dilihat dari luar memang masih sangat bagus. Namun, menurutnya, banyak masalah yang dialami anggota DPR saat menempati rumah dinas. Indra juga menyebut perbaikan rumah per unit bisa mencapai Rp 25 juta. Akan tetapi, dana perbaikan hanya bisa diajukan atas permintaan anggota dan nilai itu tidak bisa memperbaiki keseluruhan masalah. "Indeksnya selama ini per rumah sekitar Rp25 juta tapi kan itu subsidi silang, ada yang parah sekali, ada yang gak parah segala macam, jadi kalau indeks Rp 25 juta, per bulan cuma sekitar 1,5 sampai 2 juta per bulan, emang kalau kerusakan parah enggak akan cukup untuk perbaikan bocoran, kayak tadi, berat," kata Indra. Keluhan soal kebocoran rumah diperkuat oleh eks anggota DPR RI dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi, yang mengeklaim bahwa RJA di Kalibata yang dulu ditempatinya memerlukan renovasi berat. "Itu kan rumah dinas yang sudah dibangun sejak 15 tahun yang lalu, dan hanya dilakukan renovasi ringan. Banyak yang bocor-bocor harus renovasi berat dan biaya perawatannya memang mahal," kata pria yang akrab disapa Awiek itu kepada Kompas.com. Awiek memaklumi kondisi tersebut karena rumah-rumah yang ada sudah tidak direnovasi sejak 3 tahun terakhir. Ia juga menyinggung bahwa ke depannya, para anggota Dewan akan berkantor di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Oleh karenanya, menurut Awiek, tidak cocok apabila rumah dinas anggota DPR berada di Jakarta. "Jadi kalau kemudian diganti, dikembalikan ke negara, itu ya salah satu alternatif karena biaya pemeliharaannya lebih mahal daripada biaya sewa," sebutnya. Dinilai Masih layak huni Berbeda dari Awiek, eks anggota DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin berpandangan bahwa rumah dinas anggota Dewan masih layak huni sehingga akan mubazir jika tidak lagi digunakan. "Jika sekarang rumah dinas anggota DPR tidak digunakan lagi, terasa mubazir. Bangunannya masih layak untuk digunakan," kata Yanuar kepada Kompas.com. Dia mengakui, kelayakan rumah dinas memang subjektif dari individu masing-masing anggota DPR. Sepanjang bangunannya rapi, bersih, dan tertata, menurut dia, rumah dinas itu terbilang nyaman. "Hanya saja bagi yang terbiasa tinggal di rumah besar, tentu ukuran rumah dinas DPR terasa lebih sempit," ujar dia. Menurut Yanuar, pengeluaran kebutuhan rumah yang agak besar hanyalah token listrik yang tagihannya menjadi tanggungan pribadi. Sedangkan, perawatan bangunan jika terjadi kerusakan menjadi tanggungan Sekretariat Jenderal DPR. "Kondisi tiap rumah pasti berbeda. Kalau ada yang bocor, cat pudar, air PAM bermasalah, kondisi toilet yang kurang maksimal, kan masih bisa diperbaiki," tegasnya. Oleh karena itu, Yanuar menilai rumah dinas tersebut sebaiknya tetap digunakan dengan melakukan perbaikan. Menurut dia, keputusan meninggalkan rumah dinas dan memberikan tunjangan perumahan bagi anggota dewan justru menambah beban anggaran di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit. "Penggantian dengan tunjangan berarti akan menambah beban anggaran negara. Di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sedang sulit, terasa agak kontradiktif kebijakan ini," kata Yanuar. "Sebaiknya tetap difungsikan sebagai rumah dinas agar aset yang ada tidak lekas rusak. Kalau bukan DPR yang menggunakan, bisa juga instansi yang lainnya," ujar dia lagi. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: positif (88.9%)