Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: buaya
Kab/Kota: Lubang Buaya
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Satu Dekade Jokowi, Bivitri Susanti: Kualitas dan Kuantitas Hukum Berjalan Pincang
Bisnis.com Jenis Media: Nasional
Bisnis.com, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai bahwa selama 10 tahun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat kualitas dan kuantitas hukum yang dibangun antara eksekutif dan legislatif belum berjalan baik.
Misalnya dari sisi kuantitas, kata Bivitri dari program legislasi nasional (Prolegnas) yang menargetkan agar dapat menelurkan sejumlah Undang-undang untuk masa 5 tahun pemerintahan banyak yang tidak memenuhi target.
Dia melanjutkan pada 2023 dari 39 target RUU hanya disahkan 6 RUU. Selain minimnya akses informasi publik, juga terdapat penyempitan ruang sipil terkait partisipasi publik dalam pembentukan legislasi.
“Bahkan dari target yang disusun sendiri, ternyata tidak dipenuhi, kalaupun ada yang kualitasnya tak cukup baik,” katanya dikutip melalui Youtube INDEF dalam agenda Seminar Nasional - Evaluasi 1 Dekade Pemerintahan Jokowi, Kamis (3/10/2024).
Lebih lanjut, dia mengatakan dari sisi kualitas yang juga pincang tidak hanya dari beleid aturan yang tertuang dari UU yang lahir tetapi juga proses yang juga yang terkesan instan karena memakan waktu singkat dalam merampungkannya.
“Contoh yang mengubah UU KPK 2019 hanya 2 minggu selesai, padahal yang dihasilkan adalah KPK yang dibunuh secara signifikan kekuatannya. Lalu, UU Minerba hanya 6 hari bagaimana bisa bikin UU hanya 6 hari? UU IKN sekitar 43 hari, UU Cipta Kerja memang 9 bulan tetapi ini UU yang mengubah 78 UU lainnya dan tebalnya 1.187 halaman,” tuturnya.
Di sisi lain, dia pun menyayangkan karena peran eksekutif dan legislatif memang kurang baik dalam 10 tahun terakhir. Padahal, menurut pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 pembuat UU adalah DPR dan Presiden.
Menurutnya, kewenangan itu memberikan kesempatan setara antara eksekutif dan legislatif untuk mencapai lahirnya aturan-aturan yang sehat dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Jadi, kita beda memang dengan Amerika Serikat yang punya kekuatan besar adalah kongres, kita itu 50:50 kalau Presiden tidak mau ada UU ini, maka tidak akan jadi, itu pasti. Sebaliknya kalau DPR juga menolak,” ucapnya.
Bahkan, kata Bivitri, Indonesia juga mengalami obesitas regulasi, apabila Prolegnas seringkali tidak memenuhi target tetapi pemerintah justru lebih berfokus dengan aturan-aturan di lingkup kecil.
“Kita ini obesitas regulasi ternyata, karena meskipun target UU kecil dari prolegnas tidak tercapai tetapi ternyata yang konkret-konkret itu ada di level bawah. Mulai Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan sebagainya yang banyak tumpang tindih,” pungkas Bivitri.
Sebelumnya, Ketua DPR periode 2019—2024 Puan Maharani mengaku hubungan antara lembaga eksekutif dan legilatif berjalan baik dalam 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Hal ini disampaikannya usai menghadiri upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2024 di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Selasa (1/10/2024).
“Saat ini, 10 tahun pemerintahan Pak Jokowi hubungan antara eksekutif dan legislatif itu sudah bisa terjalin dengan baik. Meskipun terjadi banyak dinamika, tetapi akhirnya bisa didapatkan titik temu di antara partai politik atau fraksi yang ada di legislatif,” tuturnya.
Politisi PDIP itu mengatakan bahwa hubungan baik tersebut dapat tetap terjaga dalam pemerintahan Presiden terpilih periode 2024—2029 Prabowo Subianto.
"Kedepannya, kami berharap bahwa hubungan itu bisa tetap terbangun dinamis, konstruktif namun tetap menjaga harmoni,” ucapnya.
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai bahwa ke depannya sinergi antara eksekutif dan legislatif itu harus tetap dijaga untuk sama-sama membangun Indonesia ke depan.
Sentimen: positif (49.6%)