Sentimen
29 Sep 2024 : 19.19
Informasi Tambahan
Kasus: kecelakaan, penganiayaan
Tokoh Terkait
Menyoal Hasil Otopsi Afif Maulana, Disebut Meninggal karena Jatuh hingga Sang Ayah Mengaku Kecewa Regional 29 September 2024
Kompas.com Jenis Media: Regional
29 Sep 2024 : 19.19
Menyoal Hasil Otopsi Afif Maulana, Disebut Meninggal karena Jatuh hingga Sang Ayah Mengaku Kecewa
Editor
KOMPAS.com
- Tim ekshumasi terhadap jasad
Afif
Maulana mengungkap bocah berusia 13 tahun itu meninggal bukan karena dianiaya, melainkan terjatuh dari ketinggian 14,7 meter. Namun, ayah
Afif Maulana
mengaku “tidak puas dan kecewa” serta bersikeras “ada yang janggal” dalam kematian putranya.
Afrinaldi, ayah Afif Maulana mengungkapkan kekecewaannya atas hasil ekshumasi yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI) dalam konferensi pers yang digelar di
Padang
Sumatra Barat, Kamis (26/09).
"Hasil ekshumasi ini tidak sesuai dengan yang saya harapkan karena memang dokter Ade tidak menyampaikan secara utuh apa yang terjadi pada tubuh anak saya," ungkap Afrinaldi.
Afrinaldi menambahkan dirinya belum mendapatkan penjelasan tentang bekas-bekas luka yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri di bagian perut dan dada putra kesayangannya.
“Saya kemarin juga ingin tahu apakah yang bagian depan itu sempat melukai jantung atau bagaimana, dan karena apa, tapi tidak dijelaskan. Saya tidak puas dan kecewa,” tutur pria itu.
Seperti diketahui, Afif Maulana ditemukan meninggal dunia pada 9 Juni 2024 di bawah Jembatan Kuranji, Kecamatan Kuranji, Kota Padang.
Polisi sejak awal bersikukuh korban meninggal akibat jatuh ke sungai, sementara keluarga korban dan LBH Padang yakin sang anak meninggal akibat disiksa polisi.
Pada Agustus silam, jenazah Afif Maulana dikeluarkan dari kuburnya di pemakaman Tanah Sirah, Lubuk Bagalung, Padang, guna autopsi ulang untuk memastikan penyebab kematiannya.
Tim Ekshumasi PDFMI telah merampungkan analisis kematian Afif Maulana dan mengumumkan temuan mereka pada Rabu (25/09).
“Kami simpulkan pada hasil pemeriksaan kami, penyebab kematian dari Afif Maulana ini adalah sebuah kecederaan yang terjadi pada daerah pinggang, punggung serta kepala yang mengakibatkan patah tulang belakang kepala dan adanya juga di bagian otak,” ujar Ade dalam konferensi pers di Padang, Rabu (25/09).
Berdasarkan analisis yang dilakukan, tim forensik menemukan tanda intrafilitas luka—yang terjadi saat seseorang masih hidup—pada tubuh Afif Maulana. Intrafilitas itu ditemukan pada dada sisi bawah, punggung, lengan kiri dan paha kiri, serta kepala bagian belakang.
Tanda perlukaan pada bagian kepala, kata Ade, ada pada jaringan otak. Selain dada, ada juga tanda perlukaan pada tulang iga dan tulang kemaluan.
“Dari sisi ini kita lihat luka-luka itu terjadi sebelum Afif meninggal dunia,” cetus Ade.
Merujuk pada rekonstruksi kejadian, sebelum meninggal dunia Afif Maulana dibonceng oleh kawannya, Adit, yang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sekitar 60 hingga 80 kilometer per jam.
Data dan pemeriksaan di Jembatan Kuranji, penyidik menemukan bahwa Adit memiliki luka lecet di punggung kiri dan luka robek di tangan kiri. Hasil temuan tim forensik mendapati bahwa luka di tubuh Afif juga ditemukan di sebelah kiri.
Luka tersebut, menurut Ade, dipastikan muncul saat Afif masih dalam kondisi hidup hingga kemudian terjatuh.
Namun, Ade mengungkapkan jika motor itu berkendara dengan kecepatan 60km/jam, semestinya patah tulang terjadi di tubuh bagian depan atau samping.
“Hal ini yang berbeda dengan temuan yang ada pada tubuh jenazah Afif, di mana pada bagian tulang iganya itu yang patah adalah pada bagian belakang,” ungkap Ade.
“Jadi, [ada] tidak kesesuaian di sana,” tegasnya.
Apalagi, lanjut Ade, merujuk pada foto-foto dan dokumen yang diberikan kepolisian, saat jenazah Afif ditemukan di bawah jembatan tak tampak ada luka di wajahnya. Demikian halnya, dari hasil autopsi, di wajah Adit juga tidak ditemukan luka.
Padahal, secara statistik, kejadian kecelakaan yang dialami kedua bocah ini—apalagi dalam keadaan tidak menggunakan helm—biasanya ditemukan adanya “luka pada bagian depan” dan “patahan tulang iga pada bagian depan atau samping”.
“Nah, ini yang tidak kesesuaiannya, karena ditemukan luka pada bagian belakang. Sedangkan patahan tulang iganya pun ada pada bagian belakang,” jelasnya.
Ade mengungkapkan luka-luka di bagian belakang tubuh Afif didapat saat dia jatuh dari ketinggian, merujuk pada analisis tim forensik terhadap perlukaan akibat jatuh dari ketinggian yang disesuaikan dengan tinggi dan berat Afif Maulana.
“Luka-luka itu berkesesuaian dengan adanya mekanisme jatuh dari ketinggian 14,7 meter sesuai dengan ilmu kedokteran forensik, di mana saat itu maka bagian pinggang, punggung dan kepala juga akan membentur ke dasar,” ungkap Ade.
Energi yang diterima oleh tubuh Afif Maulana juga menjadi perhitungan tim forensik, kata Ade.
“Sehingga hal ini juga berkesesuaian, di mana pada daerah kepala, kemaluan, daerah punggung, dan pinggang juga mengalami luka, namun tidak ditemukan luka pada atau patah tulang pada bagian tungkai. Karena memang tidak melebihi dari batas toleransi energi yang diterima oleh tubuh Afif Maulana.”
Terkait dugaan adanya pukulan yang dialami Afif Maulana sebelum meninggal, Ade mengatakan bahwa jika seseorang yang meninggal akibat kekerasan atau penganiayaan dengan benda tumpul, maka luka dominan ada di kepala.
“Pada jenazah ini lukanya dominan pada punggung dan [luka di] kepala pun adanya di bagian belakang,” kata Ade.
Selain itu, lanjutnya, biasanya jika karena kekerasan, patah tulang terjadi di lokasi-lokasi yang acak, tidak seperti dalam kasus Afif Maulana—yang mengalami patah di tulang iganya.
“Patah tulangnya itu adalah patah tulang iga ketiga hingga ke-12 dengan garis patahan yang hampir satu garis, yang menunjukkan bahwa patahannya itu diakibatkan oleh gaya yang hampir sama dan bersama-sama. Dan itu yang memang berbeda dengan suatu kondisi kekerasan dan penganiayaan.”
Demikian halnya, luka patah yang dialami Afif Maulana di bagian panggul. Jika, terjadi kekerasan, maka tulang yang patang semestinya bukan pada persambungan antara tulang kemaluan dan kiri.
“Sedangkan pada kasus ini yang patah adalah pada sisi kanan dan sifat kekerasannya adalah seperti
energy impact
, itu yang memang berbeda, karena kekerasan dalam pukulan atau penendangan itu tidak merupakan kekerasan
high energy impact
,” jelas Ade.
Berdasarkan analisis-analisis ini, tim forensik menyimpulkan “semua kejadian pada terjadinya kematian almarhum Afif Maulana ini ada kesesuaiannya dengan jatuh dari ketinggian”.
“[Ketinggian] akan memberikan energi yang tinggi dan impact yang besar kepada tubuh dan juga terjatuh dari ketinggian 14 meter itu sesuai dengan keilmuan dokter forensik di mana bagian pinggang, punggung dan kepala itu juga menyentuh dasar,” kata Ade kemudian.
"Luka di bagian depan itu ada di bagian perut, ada bekasnya besar di perut juga di samping sini. Yang saya lihat langsung itu di bagian perut dan dada dan itu memang ada bekasnya," katanya.
Selain itu PDFMI juga tidak mengungkapkan tentang luka yang terjadi di bagian rahang Afif Maulana yang diketahui oleh Afrinaldi.
"Bahkan kemarin juga sudah saya tanya soal luka di daerah dada, itu juga tidak dijawab. Saya kemarin juga ingin tahu apakah yang di bagian depan itu sempat melukai jantung atau bagaimana, dan karena apa, tapi tidak dijelaskan," lanjutnya.
"Dan juga kemarin dokter Ade juga menyampaikan bahwa tidak ada cairan di tubuh anak saya yang terhirup itu. Saya semakin yakin dia meninggalnya di darat bukan di air," tegas Afrinaldi.
"Saya merasa semakin yakin ada yang janggal terjadi pada anak saya."
Direktur LBH Padang, Indira Suryani, masih berkukuh meyakini bahwa Afif Maulana mengalami kekerasan dan penyiksaan sebelum jatuh dari jembatan.
“Ada beberapa upaya yang kami upayakan untuk mengidentifikasi orang yang ada di jembatan dan itu memang membutuhkan waktu yang cukup lama, karena harus meminta keterangan dari pihak luar, bukan saksi, tetapi ada pihak luar dan kami sedang mengupayakan itu,” jelas Indira.
LBH dan keluarga Afif Maulana, kata Indira, meyakini bahwa Afif Maulana berjumpa dengan aparat polisi sebelum ajal menjemputnya.
“Polisi bertemu dengan Afif malam itu dan itu dari keterangan saksi-saksi dan situasi video saat itu,” kata dia.
Selain itu, pihaknya juga akan berupaya untuk mendesak kepolisian lebih keras lagi untuk menyerahkan semua janji-janji yang mereka berikan kepada LBH Padang, seperti CCTV, salinan autopsi, dan juga salinan ekshumasi.
"Kami juga meminta semua salinan klarifikasi yang dilakukan oleh penyidik, semata-mata ini untuk memberikan informasi tentang penegakan hukum terhadap Afif Maulana dan itu mesti kami upayakan dengan berbagai langkah-langkah hukum nantinya," lanjutnya.
Sebelumnya, Kapolda Sumatra Barat Irjen Polisi Suharyono memastikan institusi yang dipimpinnya akan menghormati hasil autopsi ulang yang dilakukan oleh PDFMI.
Suharyono menyampaikan bahwa posko pengaduan maupun posko laporan tetap masih dibuka, sehingga jika ada warga yang memiliki informasi terkait perkara tersebut, kepolisian akan menindaklanjutinya.
Adapun, terkait 18 anggota kepolisian yang diduga terlibat dalam insiden tersebut, dia mengatakan bahwa hingga kini proses pemberkasan masih terus berjalan secara profesional.
"Sampai detik ini kami masih menyatakan keyakinan bahwa tidak ada satu orang polisi yang melihat, menyentuh, membawa apalagi sampai menganiaya AM," ujarnya, di Padang, Selasa (24/09), seperti dikutip Antara.
Reportase oleh wartawan di Padang, Halbert Caniago
Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (100%)