Sentimen
Negatif (100%)
27 Sep 2024 : 09.48
Informasi Tambahan

Kasus: korupsi

Partai Terkait
Tokoh Terkait

Tia Rahmania Dipecat PDI-P, Alasan dan Kontroversinya

27 Sep 2024 : 09.48 Views 4

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

Tia Rahmania Dipecat PDI-P, Alasan dan Kontroversinya Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR RI terpilih dari daerah pemilihan (Dapil) Banten I, Tia Rahmania , dipecat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDI-P ). Posisi Tia sebagai anggota DPR RI terpilih yang akan dilantik pada 1 Oktober 2024, kini digantikan oleh calon anggota legislatif (Caleg) PDI-P, Bonnie Triyana. Pemberhentian dan penggantian posisi Tia tertuang dalam Surat Keputusan KPU RI Nomor 1368 Tahun 2024, yang ditandatangani oleh Ketua KPU RI Mochamad Afifuddin pada 23 September 2024. Dalam surat tersebut dinyatakan, “Tia Rahmania tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR karena yang bersangkutan diberhentikan dari anggota partai,” dikutip Kamis (26/9/2024). Keputusan ini muncul sehari setelah Tia mengkritik keras pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dalam acara pemantapan nilai-nilai kebangsaan bagi calon anggota DPR dan DPD terpilih yang digelar KPU bersama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) pada Minggu (22/9/2024). Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P sekaligus Ketua DPR RI Puan Maharani membantah bahwa pemecatan Tia berkaitan dengan kritik yang disampaikannya kepada Ghufron. Puan menjelaskan, surat pemberhentian Tia telah diserahkan kepada KPU RI jauh sebelum acara di Lemhannas tersebut berlangsung. “Enggak ada hubungannya. Karena memang acara yang di Lemhannas itu kan dilaksanakan setelah surat itu kemudian dilayangkan kepada KPU. Jadi enggak ada hubungannya,” kata Puan kepada wartawan di DPR RI, Kamis (26/9/2024). Tia menginterupsi Nurul Ghufron yang sedang mempresentasikan materi tentang penguatan anti-korupsi dalam acara tersebut. Saat itu, Ghufron membahas isu korupsi dan dampaknya terhadap tujuan negara, serta menyoroti masih adanya praktik penerimaan hadiah di kalangan penyelenggara negara. “Izin ya pak, ini saya makin enek soalnya, pusing saya. Izin pak Nurul Ghufron yang terhormat, yang kita hormati, yang merupakan pimpinan KPK kita yang luar biasa,” ucap Tia. Tia kemudian menegaskan bahwa Ghufron sebaiknya tidak membicarakan materi tentang integritas kepada anggota DPR terpilih, melainkan fokus pada kasus pelanggaran etik yang pernah dilakukannya. “Pak Nurul Ghufron yang terhormat, daripada Bapak bicara yang teori seperti ini, kita semua tahu Pak, negara ini berada dalam kondisi tidak baik-baik saja. Mending Bapak bicara kasus Bapak, bagaimana Bapak bisa lolos dewas, Dewan Etik, kemudian di-PTUN kan sukses, bagaimana kasus Bapak memberikan rekomendasi pada ASN?” ujar Tia. Tia pun mengatakan, Ghufron bukanlah produk dari anggota DPR terpilih periode 2024-2029, dan menekankan bahwa korupsi adalah persoalan etika dan moral. Dia lantas meminta panitia acara untuk mencari pembicara yang lebih kredibel. “Mohon maaf Pak, Bapak bukan produk dari kami. Korupsi itu intinya etika dan moral, Pak. Saya adalah salah satu dosen anti-korupsi, Pak. Izin ya, Pak, terima kasih karena Bapak sendiri, Pak Ghufron sendiri yang membuka,” tegasnya. Juru Bicara PDI-P Chico Hakim mengungkapkan, Tia dipecat karena terbukti melakukan penggelembungan suara pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Proses pemecatan ini telah melalui Mahkamah Partai dan Badan Kehormatan PDI-P sejak Mei 2024. “Yang bersangkutan dipecat karena penggelembungan suara yang menguntungkan dirinya sendiri,” ujar Chico kepada Kompas.com, Kamis (26/9/2024). Selain Tia, PDI-P juga memecat anggota DPR RI terpilih dari Dapil Jateng V, Rahmad Handoyo, dengan alasan yang sama. Berdasarkan surat keputusan KPU RI, posisi Rahmad sebagai anggota DPR RI terpilih dari PDI-P digantikan oleh Didik Haryadi. “Seperti juga yang terjadi caleg lain di daerah Jateng V. Atas pemindahan perolehan suara partai ke perolehan suara pribadi. Mahkamah Etik memutus keduanya bersalah dan menjatuhkan hukuman pemberhentian,” ungkap Chico. Secara terpisah, Ketua DPP PDI-P Ronny Talapessy menambahkan, kasus penggelembungan suara Tia terkuat setelah ada putusan Bawaslu Banten terkait pelanggaran oleh delapan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada 13 Mei 2024. “Ini terbukti bersalah melakukan pelanggaran pemindahan suara yang menguntungkan Saudara Tia Rahmania,” jelas Ronny. Temuan pelanggaran oleh Bawaslu itu kemudian ditindaklanjuti PDI-P dengan menggelar sidang mahkamah partai pada 14 Mei 2024. Berdasarkan fakta-fakta di persidangan, mahkamah partai menyatakan Tia terbukti menggelembungkan suara. “Kemudian berdasarkan fakta dan saksi serta alat bukti yang lainnya. Kami memutuskan dari Mahkamah Partai bahwa telah terjadi penggelembungan suara,” ucap Ronny. Menurut Ronny, hasil putusan sidang mahkamah partai itu kemudian disampaikan kepada KPU RI pada 30 Agustus 2024. Selain itu, Badan Kehormatan PDI-P juga menindaklanjutinya dengan menggelar sidang putusan pelanggaran etik dan disiplin partai pada 3 September 2024. “Jadi Mahkamah Etik memutuskan Saudara Tia Rahmania bersalah dan dijatuhkan sanksi tegas pemberhentian dari anggota partai,” jelas Ronny. Pada 13 September, DPP PDI-P secara resmi mengirimkan surat pemberhentian Tia Rahmania ke KPU RI. Atas pemecatan itu, KPU kemudian menerbitkan surat keputusan penetapan penggantian Tia dengan caleg lain. Melalui kuasa hukumnya, Tia Rahmania membantah tuduhan PDI-P mengenai penggelembungan suara. Ia mengeklaim pemecatannya dilakukan sepihak dan tanpa pemberitahuan sebelumnya. “Itu tidak benar itu. Keputusan Mahkamah Partai menyatakan Ibu Tia melakukan penggelembungan suara keputusan yang menyesatkan, karena dibuat berdasarkan perhitungan yang dibuat internal PDI-P,” ujar Kuasa Hukum Tia Jupriyanto Purba saat dihubungi, Kamis. Menurut Purba, pemberhentian tersebut pun tidak memiliki dasar yang kuat dan tak sesuai fakta. Sebab, perolehan jumlah suara Tia sudah dilakukan perubahan dalam rapat pleno oleh KPU. Dia pun menilai, DPP PDI-P sengaja menyusun skenario adanya pelanggaran penggelembungan suara agar memiliki alasan memecat Tia, sehingga tidak bisa dilantik menjadi anggota DPR RI. “Ibu Tia dianggap mengambil suara caleg lain, Mochamad Hasbi Asyidiki sebanyak 251 suara. Padahal pada saat rapat pleno telah dilakukan perubahan untuk dikembalikan suara 251 kepada Hasbi,” kata Purba. “Kami menduga putusan Mahkamah Partai sudah didesain dari awal untuk menggagalkan pencalonan Ibu Tia,” sambungnya. Tia dan tim kuasa hukumnya telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor registrasi 603/Pdt.Sus-Parpol/2024/PN Jkt.Pst. Pihak-pihak yang digugat di antaranya adalah Mahkamah Partai PDIP dan Caleg DPR RI Bonnie Triyana yang ditetapkan sebagai pengganti Tia. Kemudian, DPP PDIP, Bawaslu, KPU RI dan Mochamad Hasbi Asyidiki Jayabaya selaku Caleg yang disebut-sebut diambil suaranya oleh Tia. Selain itu, Purba juga berencana membuat laporan kepolisian atas tudingan penggelembungan suara oleh Tia. “Dan kami akan melaporkan Hasbi kepada Bareskrim terkait adanya pernyataan yang tidak benar yang diberikan oleh Hasbi, karena ibu Tia tidak pernah melakukan tindakan apa pun untuk pemindahan surat suara Hasbi,” katanya. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (100%)