Sentimen
Netral (49%)
26 Sep 2024 : 16.55
Informasi Tambahan

Brand/Merek: Toyota, Tesla

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: Los Angeles, Shanghai, Beijing, Wuhan

Tokoh Terkait

Kiamat Driver Online Sudah Sampai ke Arab, Ini Biang Keroknya

CNBCindonesia.com CNBCindonesia.com Jenis Media: Tekno

26 Sep 2024 : 16.55

Jakarta, CNBC Indonesia - China makin kencang 'menjajah' dunia melalui teknologi kemudi tanpa awak (self-driving). Terbaru, Uber Technologies dan WeRide bekerja sama untuk membawa taksi otomatis (robotaxi) asal China ke platform ridesharing.

Inisiatif itu akan dimulai di Uni Emirat Arab (UEA), dikutip dari Reuters, Kamis (26/9/2024).

Kolaborasi WeRide dengan perusahaan global seperti Uber akan membantu perusahaan mengekspansi bisnisnya di luar China. Sementara itu, ini merupakan momentum bagi Uber untuk menyematkan opsi robotaxi di platformnya.

Di AS sendiri, Uber memperluas kolaborasi dengan Waymo milik Alphabet untuk membawa robotaksi di Austin dan Atlanta, Amerika Serikat, mulai awal bulan ini.

Pada Agustus lalu, Uber juga bekerja sama dengan unit robotaxi Cruise milik General Motors untuk menawarkan robotaxi mereka ke platform Uber mulai tahun depan.

Kerja sama terbaru Uber dan WeRide akan diluncurkan di Abu Dhabi mulai akhir tahun ini. WeRide merupakan perusahaan pertama yang telah memegang lisensi dari UEA untuk menjalankan robotaxi di negara tersebut.

WeRide sebenarnya juga berencana melantai di bursa AS. Namun, IPO-nya ditunda dan perusahaan mengatakan sedang berupaya melengkapi dokumen yang diminta.

Namun, baru-baru ini pemerintahan Joe Biden mengajukan pelarangan uji coba teknologi self-driving China dan Rusia di negaranya, baik dalam bentuk software maupun hardware dengan alasan mengancam keamanan nasional.

Kiamat Driver Online

Pesatnya perkembangan robotaxi memicu kekhawatiran kiamat driver online. Sebab, robotaxi tak lagi memerlukan manusia untuk mengemudi kendaraan.

Laporan Reuters menyebut saat ini ada 19 kota di China yang sudah mengimplementasikan pengujian robotaxi dan robobus. Beberapa perusahaan yang memimpin teknologi ini adalah Apollo Go, Pony.ai, WeRide, AutoX, dan SAIC Motor.

Apollo Go mengatakan berencana untuk mengoperasikan 1.000 robotaxi di Wuhan pada akhir tahun ini. Perusahaan juga ingin berekspansi di 100 kota pada 2030 mendatang.

Pony.ai yang dibekingi Toyota Motor dari Jepang mengoperasikan 300 robotaxi. Perusahaan berencana mengoperasikan 1.000 robotaxi pada 2026 mendatang.

Vice President Pony.ai mengatakan robotaxi membutuhkan waktu 5 tahun untuk mendulang profit yang berkelanjutan. Pada poin itu, perusahaan akan berekspansi secara besar-besaran.

WeRide diketahui sebagai perusahaan taksi otomatis, bus, dan penyapu jalan. AutoX yang dibekingi Alibaba Group sudah beroperasi di Beijing dan Shanghai. Sementarai SAIC telah mengoperasikan robotaxi sejak akhir 2021 lalu.

"Kami melihat adanya percepatan di China. Kini percepatan itu digenjot dengan penerbitan izin," kata Managing Director Boston Consulting Group, Augustin Wegscheider.

"AS bersikap lebih bertahap untuk penerapan taksi otomatis," kata dia.

Waymo yang merupakan anak usaha Alphabet adalah satu-satunya perusahaan yang mengoperasikan robotaxi di AS. Saat ini, perusahaan telah memiliki 1.000 kendaraan di San Francisco, Los Angeles, dan Phoenix.

Satu sumber dalam mengatakan perusahaan akan menumbuhkan operasionalnya hingga ribuan awak dalam waktu dekat.

Cruise yang dibekingi General Motors mengulangi pengujian pada April lalu setelah salah satu kendaraannya menabrak area pejalan kaki pada tahun lalu.

Cruise mengatakan operasionalnya akan fokus pada tiga kota dan mengutamakan keamanan. Waymo tak merespons permintaan komentar terkait fenomena ini.

"Ada perbedaan signifikan soal keamanan di China dan AS. Pengembang robotaxi dicerca masalah keamanan yang lebih tinggi di AS," kata mantan CEO Waymo John Krafcik.

Sejatinya, robotaxi juga menghadapi isu keamanan di China. Namun, otoritas lebih mudah mengeluarkan izin uji coba demi mendukung tujuan ekonomi.

China memiliki 7 juta sopir online yang terdaftar. Angka itu jauh lebih besar ketimbang 4,4 juta orang pada 2 tahun lalu.

Data menunjukkan banyak orang beralih menjadi sopir online di tengah sulitnya bursa kerja karena kelesuan ekonomi. Efek samping robotaxi akan menimbulkan kekhawatiran baru bagi para pekerja tersebut.

Pada Juli lalu, diskusi soal hilangnya pekerjaan karena robotaxi menjadi trending di media sosial. Banyak orang bertanya-tanya "apakah mobil tanpa awak akan mencuri mata pencarian para sopir taksi?".

Liu Yi (36 tahun) adalah salah satu dari 7 juta sopir online di China yang khawatir akan kehilangan pekerjaan. Pria yang berdomisili di Wuhan tersebut mulai bekerja paruh waktu sebagai sopir online pada tahun ini. Liu dan banyak sopir online lainnya khawatir soal masuknya sistem Full Self-Driving (FSD) milik Tesla ke China, yang akan mempercepat 'kiamat' driver online di negara tersebut.

Sopir lainnya bernama Wang Guoqiang (63 tahun) melihat ancaman besar di depan mata dari inovasi teknologi.

"Ride-hailing adalah pekerjaan untuk kelas bawah," kata dia.

"Jika Anda membunuh industri ini. Apa yang tersisa bagi kami?" ia bertanya.


(fab/fab)

Sentimen: netral (49.6%)