Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Toyota
BUMN: PT Pertamina
Tokoh Terkait
Pemerintah Klaim Bioetanol Tak Ideal Dipakai di RI, Toyota Bilang Begini
Detik.com Jenis Media: Otomotif
Pemerintah melalui Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) baru-baru ini menyatakan bioetanol belum ideal dipakai di Indonesia. Sebab, bahan bakunya seperti tebu dan jagung masih impor. Lantas, bagaimana tanggapan Toyota?
Sebagai catatan, PT Toyota Astra Motor (TAM) merupakan salah satu pabrikan yang mendukung dan mendorong pemanfaatan bioetanol di Indonesia. Bahkan, mereka juga telah berhasil menguji coba bioetanol 100 persen pada kendaraannya.
Marketing Planning Deputy General Manager PT TAM Resha Kusuma Atmaja mengatakan, pihaknya terbuka dalam pemanfaatan semua jenis teknologi, termasuk bioetanol. Sebab, kata dia, misi utamanya adalah mengurangi emisi karbon di Indonesia.
"Kalau dari Toyota kita menyiapkan segala bentuk teknologi untuk memerangi (emisi) karbon, apa pun teknologi yang mengurangi karbon kita akan fokus ke sana," ujar Resha saat ditemui selepas acara Green Initiative Conference di Jakarta Pusat, belum lama ini.
"Jadi justru seperti chicken and egg ya, tunggu ada mobilnya dulu atau infrastrukturnya dulu begitu sebaliknya. Kalau kita di Toyota apa yang bisa dikembangkan ya dijalankan karena role-nya ke sana, once infrastrukturnya sudah ada maka kita sudah siap," tambahnya.
Kolaborasi Pertamina–Toyota, Uji Coba Bioethanol 100% di GIIAS 2024 Foto: PertaminaResha berharap tak ada lagi perdebatan mengenai mana teknologi yang lebih baik. Sebab, output utamanya satu: mengurangi emisi karbon di dalam negeri.
"Mobil kita sudah bisa E10 dan yang solar sudah bisa B35 saat ini. Kita bersama Pertamina juga mengembangkan E35 atau B100, contohnya negara BRICS seperti Brasil atau India itu sudah menggunakan bahan bakar seperti itu," tegasnya.
Diberitakan detikOto sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin menegaskan, bioetanol kurang cocok diterapkan di Indonesia. Sebab, bahan bakunya seperti jagung dan gula masih impor dari luar negeri.
"Hari ini kita tidak produksi banyak etanol, biasanya etanol didapat dari tebu dan jagung. Kita hari ini saja masih impor gula dan jagung. Jadi sekarang kalau mau memaksa pakai biofuel, kita harus impor juga," kata Kaimuddin di Gedung Kemenko Marves, Jakarta Pusat.
Diskusi BBM rendah sulfur di Kemenko Marves. Foto: Septian Farhan Nurhuda / detikOtoDisitat dari CNBC Indonesia, impor gula Indonesia mencapai 5,8 juta ton selama periode 2022-2023. Besaran angka tersebut membuat Indonesia menjadi salah satu importir gula terbesar di dunia.
Sementara untuk jagung, meski impornya mengalami penurunan, namun angkanya masih tetap tinggi. Jika dulu mencapai 3,5 juta ton, maka kini turun menjadi 450 ribu ton.
(sfn/dry)
Sentimen: positif (96.9%)