Sentimen
Negatif (99%)
24 Sep 2024 : 22.25
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Kab/Kota: Tebing Tinggi, Tanjung Jabung Barat

Kasus: mafia tanah

Tokoh Terkait
joko widodo

joko widodo

Massa Petani di Jambi Desak Pemerintah Bebaskan Deswita dan Basmi Mafia Tanah Regional 24 September 2024

24 Sep 2024 : 22.25 Views 14

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Regional

Massa Petani di Jambi Desak Pemerintah Bebaskan Dewita dan Basmi Mafia Tanah Tim Redaksi JAMBI,KOMPAS.com -  Seorang perempuan sepuh yang berprofesi sebagai petani berangkat dari rumah ke kantor Gubernur Jambi di Kota Jambi, sebelum fajar sekitar pukul 04.00 WIB. Nenek Nur (60) berasal dari Desa Delima, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Tiga jam perjalanan dari rumahnya menuju pusat kota. Dia datang jauh-jauh dari pinggir hutan untuk menyampaikan tuntunan hak kelola atas lahan, yang sudah dia perjuangkan sejak 2004. "Saya bergabung dengan ratusan petani lain di seluruh Jambi. Kami minta lahan yang direbut perusahaan dikembalikan," kata Nur saat aksi Hari Tani Nasional ( HTN ) di kantor Gubernur Jambi, Selasa (24/9/2024). Ia mengatakan, lahan yang sudah digarap bapak dan kakeknya itu mendadak direbut perusahaan besar di Jambi. Bahkan, kini kampungnya di kelilingi perusahaan sawit dan hutan tanaman industri. Nur tak bisa lagi membuka lahan untuk bertani. "Saya tak punya lahan lagi. Kami mau bertani tidak bisa. Tidak ada pekerjaan lain untuk bertahan hidup kami terpaksa jadi buruh," kata Nur. Senada dengan Nur, Susno warga Desa Mekarsari, Kecamatan Muarosebo Ulu, Kabupaten Batanghari, mengatakan, lahan transmigrasi miliknya dikuasai mafia tanah. Sudah belasan tahun dia dan warga lainnya memperjuangkan tanah yang berstatus sertifikat hak milik (SHM). Namun, dengan aksi "premanisme" oleh mafia tanah, negara justru mengabaikan hak petani. Dia menyebut, ketika petani memanen sawit dari lahan sendiri, justru mendapatkan kekerasan. Seorang petani, rekan Susno, kini terbaring di rumah sakit lantaran leher belakangnya dibacok preman, diduga orang suruhan mafia tanah. Sementara, Direktur Walhi Jambi, Abdullah, mengatakan, Walhi sedang fokus mendampingi petani yang mendapatkan kekerasan serta seorang perempuan bernama Dewita yang ditangkap polisi karena dituduh membakar lahan. Abdullah menuturkan, Dewita membakar dua meter persegi lahan miliknya. Kemudian polisi datang dan menangkapnya. "Anaknya yang masih kecil, kini tak berani sekolah karena trauma," kata Abdullah saat aksi. Walhi Jambi mendorong agar pemerintah daerah serius dan segera menyelesaikan persoalan konflik agraria. Kedaulatan harus dikembalikan kepada rakyat sehingga seluruh persoalan petani harus diselesaikan. Untuk mencapai kesejahteraan petani, maka tata kelola lahan harus diatur ulang dan memberikan rasa adil bagi seluruh petani. Menurut catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), di Jambi telah meletus 17 kasus konflik agraria sepanjang tahun 2023 di atas lahan seluas 23.120 hektar. Konflik ini berdampak terhadap 6.247 kepala keluarga petani. "Letusan konflik masih didominasi oleh sektor perkebunan sebanyak 13 kasus, lalu sektor kehutanan 2 kasus, dan properti 2 kasus," kata Frandodi, Koordinator KPA Wilayah Jambi. Ia menilai kebijakan rezim Jokowi telah membentangkan karpet merah pada investasi asing. Alih fungsi lahan karena investasi menggerus lahan-lahan petani. Padahal petani memiliki hak kelola atas tanah dan mendapatkan lahan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat. "Ironisnya alih-alih menjalankan amanat UUPA 1960, pemerintah dan dewan perwakilan rakyat malah mengesahkan Undang Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Frandodi. Sudah terjadi di lapangan, undang-undang baru ini justru mendukung perusahaan untuk merampas tanah petani. Maka pada momentum HTN tahun ini, ratusan petani turun ke jalan. Mereka menggelar aksi dari pendopo gubernur bergerak menuju simpang empat Bank Indonesia. Kemudian berjalan menuju kantor Gubernur Jambi untuk menyampaikan tuntutanan. Aksi dimulai pukul 10.00 WIB sampai sore hari. Perwakilan petani masih berunding dengan perwakilan Gubernur Jambi, Al Haris, yang tak bisa ditemui petani, karena sedang melaksanakan agenda politik terkait pencalonan sang petahana di Pilkada Jambi. Massa yang hadir tergabung dalam Gerakan Suara Tuntutan Rakyat (Gestur) Jambi, gabungan dari berbagai organisasi masyarakat sipil seperti KPA Wilayah Jambi, Persatuan Petani Jambi, Eksekutif Daerah Walhi Jambi, Perkumpulan Hijau, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi, Rambu House, Lingkar Studi Mahasiswa Marhaenis (LSMM) dan Green Student Movement serta ratusan petani. Berikut ini tuntutan para petani: Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (99%)