India Jadi Penyelamat Kesuraman Harga Minyak Dunia?
Beritasatu.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, Beritasatu.com - Pada pekan lalu, para pedagang dan analis minyak berkumpul di Asia Pacific Petroleum Conference yang digelar di Singapura. Seluruhnya mempunyai pemikiran yang sama, ke mana arah harga minyak?
Turunnya harga minyak menjadi isu yang mendominasi diskusi, terutama dengan penurunan permintaan dari China, salah satu pendorong utama pasar energi dunia.
Dilansir dari CNBC Internasional, Selasa (24/9/2024), dalam laporan terbaru dari Badan Energi Internasional (IEA), pertumbuhan permintaan minyak global pada paruh pertama 2024 hanya mencapai 800.000 barel per hari. Laju pertumbuhan ini paling lambat sejak 2020. Penyebab utamanya adalah kemerosotan ekonomi China yang berdampak pada kontraksi konsumsi minyak.
China, yang selama ini menjadi konsumen minyak terbesar kedua dunia, menyumbang 15% dari konsumsi minyak global. Namun, dengan permintaan yang melemah, harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) anjlok ke titik terendah dalam lebih dari satu tahun pada awal September ini. Negara Irak dan Kazakstan yang merupakan bagian dari OPEC+ juga diketahui memproduksi minyak di atas kuota yang telah disepakati.
Di tengah kekhawatiran ini, anggota OPEC+ menunda rencana peningkatan produksi yang sebelumnya dijadwalkan sebesar 180.000 barel per hari pada Oktober. Langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilitas pasar di tengah surplus pasokan yang terus meningkat.
Pertanyaan yang kini muncul, seberapa jauh harga minyak akan terus merosot. Apakah ini akan menjadi tren sementara, atau justru permulaan dari era harga minyak yang lebih rendah?
Co-Head of Global Commodities Research di Goldman Sachs Daan Struyven memprediksi apabila permintaan minyak dari China tetap lesu, harga minyak mentah bisa turun hingga US$ 60 per barel dalam dua tahun ke depan. Bahkan, skenario yang lebih ekstrem dengan harga mencapai US$ 50 per barel tidak dikesampingkan, terutama apabila resesi moderat melanda Amerika Serikat.
Sentimen: negatif (79%)