Panda Nababan: Raja Jawa Bukan Pujian, Tapi Ngeledek
Fajar.co.id Jenis Media: Politik
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Panda Nababan, memberikan pandangannya terkait penggunaan istilah "Raja Jawa" yang belakangan ini ramai jadi perbincangan.
Dikatakan Panda, sebutan tersebut lebih banyak digunakan sebagai bentuk sindiran atau ejekan, bukan untuk memberikan pujian atau penghormatan.
"Mengucapkan raja Jawa itu bukan pujian, bukan rasa hormat. Lebih banyak kepada ngenyek, ngeledek gitu loh," ujar Panda dikutip dalam unggahan akun Instagram @totalpolitikcom (16/9/2024).
Ia menegaskan bahwa istilah tersebut dalam keseharian cenderung dipakai dalam konteks negatif, bukan sebagai tanda penghargaan.
"Jadi istilah raja Jawa itu dalam keseharian dipakai itu bukan dalam konotasi memuji dan menghormati," tukasnya.
Panda menjelaskan bahwa penggunaan istilah ini lebih mengarah kepada bentuk ejekan terhadap seseorang. Terutama ketika digunakan dalam perbincangan di kelompok-kelompok sosial tertentu.
"Kalau kita banyak di kumpulan-kumpulan sama dengan dulu, supaya kita merasa akrab dan kemudian merakyat ya tergantung Lurah dong," sebutnya.
Lebih lanjut, Panda juga menyinggung bagaimana penggunaan istilah seperti "Lurah" dalam percakapan bisa merujuk pada berbagai tingkatan kekuasaan, mulai dari presiden hingga gubernur, tergantung konteksnya.
"Udah dikasih Lurah nggak? Kata Lurah apa? Bisa lurah itu kelas Presiden, kelas Gubernur, bisa chief," Panda menuturkan.
Diketahui sebelumnya, dalam pidatonya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia meminta seluruh kader partai berlambang pohon beringin untuk tidak main-main dengan 'Raja Jawa'.
Sentimen: positif (94.1%)