Sentimen
Positif (99%)
8 Jul 2024 : 07.35
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Gunung, Mojokerto, Karangasem

Upacara Garbhadana Pembangunan Wihara Buddhayana di Kota Mojokerto Gunakan Tradisi Kasogatan Majapahit

8 Jul 2024 : 14.35 Views 1

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Regional

Mojokerto (beritajatim.com) – Upacara Garbhadana menjadi puncak Pendarasan Tripitaka yang digelar selama tujuh hari bersama 21 biku dan bikuni dalam pembangunan Wihara Buddayana di Kota Mojokerto.

Upacara Garbhadana dipimpin oleh Sulinggih Buddha Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana menggunakan tradisi Kasogatan Majapahit.

Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana dari Desa Buddhakeling, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Sulinggih penerus Ajaran Kasogatan Majapahit yang menjadi keturunan dari silsilah guru Dharma Mpu Tantular generasi ke 16 memimpin upacara yang berlangsung pada, Minggu (7/7/2024).

Upacara Garbhadana menggunakan tradisi Kasogatan Majapahit. Khotbah Dharma disampaikan oleh Mahanayaka Sangha Agung Indonesia Y.M. Nyanasila, Thera dan diakhiri dengan Sanghadana kepada 21 biku dan bikuni. Pendarasan dilakukan sejak pukul 05.30 WIB sampai pukul 20.00 WIB dengan diawali Puja Pagi dan Puja Petang.

Diantara Puja Pagi dan Puja Petang dilakukan pendarasan Tripitaka khususnya dua khotbah utama Buddha yang menjadi kurikulum dalam belajar dan latihan di Wihara Buddhayana Kota Mojokerto dan Padepokan Meditasi Buddhayana di hutan Gunung Lorokan. Dua khotbah utama ini adalah Dhammacakkapavattana-Sutta dan Mahasatipathana-Sutta.

Sulinggih Buddha Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana mengatakan,  tradisi Kasogatan Majapahit yang dilakukan dalam Upacara Garbhadana masih terus diwarisi turun temuru oleh generasi Mpu Tantular. “Upacara ini kalau di Bali namanya memdem pendagingan. Kalau bahasa Buddhayana itu Upacara Garbhadana,” katanya.

Ada lima unsur logam mulia yang dipendam dalam Upacara Garbhadana. Lima unsur logam mulia tersebut merupakan inti dari ajaran Buddhayana sehingga nantinya lima unsur yang dipendam itu diharapkan memancarkan kepada seluruh anggota Buddhayana dimanapun berada maupun aura positif di lingkungan sekitar.

“Lima unsur logam mulia itu adalah perak, emas, timah, tembaga dan campuran seng. Itu yang dipendam, berisi energi inti alam semesta ini. Harapannya bangunan wihara nanti disini sebagai tempat pensucian diri, tempat pensucian pikiran sehingga nanti melahirkan generasi-generasi yang suci dan berbudi yang baik,” harapannya.

Upacara Garbhadana pembangunan Wihara Buddhayana di Kota Mojokerto. [Foto : Misti/beritajatim.com]
Sementara itu, Penjabat (Pj) Wali Kota Mojokerto M. Ali Kuncoro mengatakan, di Kota Mojokerto toleransi dan moderasi nyata adanya. “Semua agama kita wadahi, kita akomodir sehingga semua umat beragama bisa menjalankan ibadahnya secara tenang, damai dan khusuk,” ungkapnya.

Masih kata Mas Pj (sapaan akrab, red) moderasi beragama sudah lama terbentuk di Kota Mojokerto. Sudah menjadi kewajiban bersama untuk merawat dan menjaga keberagaman di Bumi Mojopahit karena dengan keberagaman akan menjadikan bangsa yang hebat, bangsa yang saling menghormati diantara perbedaan yang ada.

Orang nomor satu di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto ini juga merasa tersanjung karena bisa menjadi bagian sejarah baru peradaban Kota Mojokerto melalui peletakan batu pertama pembangunan Wihara Buddayana tersebut. Ia berharap kedepan Kota Mojokerto masyarakatnya akan semakin menjunjung tinggi moderasi.

“Menghargai keberagaman serta saling menjaga toleransi antar umat beragama. Harapan kami ini nanti bisa menjadi simbol kebesaran baru, sebuah icon baru yang ada di Kota Mojokerto dan yang tidak kalah penting pasti akan ada teori trickle down effect-nya yang akan muncul. Masyarakat sekitar tumbuh perekonomian baru, pasti nanti akan dikunjungi banyak orang,” tambahnya.

Sebelumnya, Wihara Buddhayana di Kota Mojokerto mengadakan pendarasan Tripitaka selama tujuh hari bersama 21 biku dan bikuni. Puncak acara di hari ketujuh, Minggu (7/7/2024) besok, upacara Garbhadana akan dipimpin oleh Sulinggih Buddha Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana dari Buddhakeling.

Mahanayaka Sangha Agung Indonesia Y.M. Nyanasuryanadi, Mahathera dan Nayaka Theravada Sangha Agung Indonesia Y.M. Nyanakaruno, Mahathera beserta Ketua Umum Sangha Agung Indonesia Y.M. Khemacaro, Mahathera. Pendarasan Tripitaka selama tujuh hari, mulai tanggal 1 sampai dengan 7 Juli 2024. [tin/ted]

Sentimen: positif (99.6%)