Sentimen
Positif (50%)
7 Feb 2024 : 12.44
Informasi Tambahan

Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga

Kab/Kota: Surabaya

Tokoh Terkait

PT Cahaya Energi Sumeru Sentosa Diklaim Beritikad Jahat

7 Feb 2024 : 12.44 Views 1

Beritajatim.com Beritajatim.com Jenis Media: Nasional

Surabaya (beritajatim.com) – Sidang permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan PT. Cahaya Energi Sumeru Sentosa (CESS) terhadap PT. Cahaya Fajar Kaltim (CFK) mengagendakan keterangan ahli dari pihak PT Cahaya Fajar Kaltim. Ahli yang didatangkan adalah Prof Hadi Subhan guru besar hukum kepailitan Universitas Airlangga.

Atas keterangan ahli tersebut, kuasa hukum termohon Johanes Dipa Widjaja mengatakan bahwa dari keterangan ahli dapat disimpulkan dalam kasus ini ada upaya Pemohon PKPU beritikad jahat dan ingin mengganggu Termohon PKPU dalam rangka melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi, terbukti CESS telah mengajukan Permohonan PKPU sebanyak tiga kali yang diikuti dengan pencabutan permohonan menjelang putusan.

Johanes dengan mengutip pendapat ahli mengatakan, Termohon PKPU selaku Debitur yang sedang dalam proses melaksanakan isi perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi tidak dapat diajukan permohonan PKPU kembali baik karena utang lama maupun utang yang baru, Kreditor yg merasa memiliki piutang yang baru terhadap Debitor hanya bisa mengajukan Gugatan Perdata biasa.

Hadi Subhan menjelaskan, Tagihan yang telah ditetapkan dibantah berdasarkan Penetapan Hakim Pengawas secara hukum dianggap tidak ada atau tidak terbukti ada, sehingga tidak dapat dianggap sebagai tagihan yang belum ditagihkan atau terdaftar atau tidak terverifikasi dan juga tidak dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan PKPU Kembali terhadap Debitor.

“Selain itu CESS dengan sengaja menutup rekeningnya pada saat debitor / CFK hendak melaksanakan pembayaran ketiga, anehnya malah sekarang mangajukan permohonan PKPU kembali dengan dasar tagihan yang telah ditetapkan dibantah bersarkan Penetapan Hakim Pengawas dalam perkara PKPU No.52/Pdt.Sus-PKPU / 2023 / PN Niaga Sby. Apabila Permohonan PKPU ini dikabulkan maka ini yang disebut dunia hitam kepailitan,” beber Johanes.

Lebih lanjut Johanes mengatakan, Pemohon PKPU dalam perkara PKPU 52 sebelumnya telah menyetujui rencana perdamaian, namun anehnya malah mengajukan kasasi dengan dasar tagihan yang telah ditetapkan dibantah berdasarkan penetapan Hawas dan Mahkamah Agung telah memutus menolak permohonan Kasasi yang diajukan oleh CESS.

Bahkan Mahkamah Agung menegaskan menghukum CESS dan PT. CNEC (Kreditor Lain dalam perkara a quo) agar tunduk mematuhi perjanjian perdamaian yang telah disahkan (homologasi). Anehnya sekarang malah terkesan memaksakan diri mengajukan Permohonan PKPU kembali dengan dasar yang sama secara tidak berdasar.

Sementara ahli Prof Hadi Subhan guru besar hukum kepailitan Universitas Airlangga menjelaskan, dalam PKPU itu diberikan instrumen-instrumen kepada debitur untuk menghindari Kepailitan ataupun menghindari tagihan-tagihan yang lain.

“Begitu pula jika Debitor itu sedang menjalankan homologasi, sambung Prof. Hadi, maka Debitor itu tidak bisa dipailitkan dan tidak boleh diproses ulang diajukan PKPU lagi. Karena PKPU itu adalah alat restrukturisasi utang secara kolektif.

Ahli juga menerangkan, bahwa pemohon PKPU harus mempunyai legal standing dalam mengajukan Permohonan PKPU, karena ada prinsip tiada gugatan tanpa kepentingan.

PKPU masih menurut ahli sifatnya adalah mengikat semua kreditor. Berarti disini ada saling keterkaitan satu pihak dengan pihak lainnya.

Karena saling terkait maka disitu ada irisan kepentingan antara kreditor satu dengan kreditor lainnya, begitu juga dengan debitor. Oleh karena itu, menurut ahli, karena sifatnya kolektif, maka keabsahan validitas dari piutang haruslah betul-betul presisi.

Masih menurut penjelasan ahli, tagihan yang didaftarkan kreditor haruslah dilakukan verifikasi agar tahu berapa tagihan dari Kreditor tersebut yang diakui.

Apakah ada hak suara tanpa adanya piutang? Ahli mengatakan tidak mungkin ada hak suara tanpa adanya piutang. Sebab hak suara itu dihitung dari jumlah piutang. Pada persidangan ini, ahli juga menerangkan adanya perbedaan mekanisme koreksi yang ada didalam kepailitan dengan PKPU.

Terkait hal itu, ahli menjelaskan, dalam Kepailitan ada keberatan terhadap kurator kemudian renvoi ke hakim pengawas diteruskan kepada hakim pemutus, bahkan bisa kasasi ke Mahkamah Agung. “Namun, didalam PKPU, cukup oleh Hakim Pengawas. Mengenai jumlah suara maupun jumlah piutang. Hakim Pengawas akan mengeluarkan penetapan yang bersifat final dan mengikat,” papa ahli.

Dapatkan sebuah tagihan yang telah ditetapkan dibantah oleh Hakim Pengawas kemudian dijadikan dasar untuk mengajukan Permohonan PKPU kembali?

Ahli menjawab, tidak bisa, karena secara yuridis sebenarnya tagihan yang telah ditetapkan dibantah tersebut sudah tidak ada dan tidak dapat dibuktikan secara sederhana. Dan Permohonan PKPU dengan dasar tagihan yang demikian justru bertentangan dengan Penetapan Hakim Pengawas itu sendiri, sehingga akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Sambung Ahli, “Putusan Homologasi itu memutihkan semua perikatan yang timbul sebelum adanya Putusan Homologasi. Namun jika piutang tersebut muncul setelah adanya Putusan Homologasi, Kreditor tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, bukan malah mengajukan Permohonan PKPU atau Pailit”.

Ahli dalam persidangan ini kembali mempertegas bahwa perjanjian perdamaian yang telah disahkan (homologasi) itu mengikat semua kreditur, baik kreditur yang sudah mendaftar maupun yang belum mendaftar, baik kreditor yang setuju maupun yang tidak setuju.

Sebagai penutup, Johanes menuturkan, “kami percaya Majelis Hakim akan adil dan bijaksana dengan menolak Permohonan PKPU yang diajukan oleh CESS secara tidak berdasar dan bertentangan dengan Penetapan Hakim Pengawas serta Putusan Homologasi tersebut.” [uci/kun]

Sentimen: positif (50%)