Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Cirebon
Tokoh Terkait
Koalisi Transisi Energi Rekomendasikan 8 Program untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi Berkualitas
Beritasatu.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, Beritasatu.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transisi Energi Berkeadilan menyerahkan delapan rekomendasi quick wins atau program percepatan untuk 100 hari pertama pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Koalisi memandang rekomendasi tersebut penting untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan inklusif.
Delapan rekomendasi ini sudah digodok oleh berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam koalisi dan difasilitasi oleh Katadata Insight Center (KIC) bersama Tim Pertumbuhan 8% Prabowo-Gibran.
"Rekomendasi ini bertujuan mendukung target pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan inklusif melalui percepatan transisi energi untuk mewujudkan ekonomi hijau demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan, sesuai visi dan misi Prabowo-Gibran dalam Asta Cita," ujar Plt Direktur Program Koaksi Indonesia Indra Sari Wardani kepada wartawan di Jakarta, Kamis (12/9/2024).
Rekomendasi pertama, yakni kebijakan energi perlu memprioritaskan energi terbarukan, bukan energi baru, seperti nuklir dan gas alam yang tinggi emisi dan mahal. Karena itu, perlu evaluasi kebijakan sektor energi, termasuk Kebijakan energi nasional dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan.
“Transisi energi berpotensi menciptakan lebih dari satu juta pekerjaan hijau pada 2050, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan ramah lingkungan. Hal ini juga dapat berkontribusi bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan mendorong ekonomi hijau yang lebih luas," kata Indah.
Rekomendasi kedua, mendorong Prabowo-Gibran segera merumuskan peta jalan pensiun dini PLTU dan menyiapkan jaringan pengamannya, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Menurut koalisi, makin cepat pensiun dini PLTU dilaksanakan dan digantikan dengan energi terbarukan, akan membawa keuntungan ekonomi yang lebih besar bagi Indonesia.
Indah mencontohkan temuan penelitian lembaga Celios dan Cerah terkait dengan dampak ekonomi pensiun dini pada PLTU Cirebon 1, PLTU Pelabuhan Ratu, dan PLTU Suralaya, diproyeksi memiliki dampak terhadap produk domestik bruto (PDB) dengan peningkatan hingga Rp 82,6 triliun.
"Dalam konteks pensiun dini PLTU, juga penting untuk menyoroti dampak langsung terhadap masyarakat rentan, khususnya pekerja, kelompok informal dan komunitas yang bergantung pada sektor ini. Kebijakan perlindungan jaminan sosial, program pelatihan, dan penciptaan lapangan kerja lokal baru harus menjadi bagian integral dari transisi, agar tidak memperburuk kesejahteraan masyarakat yang paling terdampak,” jelas Indah.
Rekomendasi ketiga, perlu ada insentif pembiayaan untuk pengalihan ke energi terbarukan, serta pemberdayaan dan peningkatan akses pembiayaan UMKM dan koperasi untuk pengembangan energi terbarukan berbasis masyarakat. Kemudahan ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya kemandirian energi di tingkat masyarakat sehingga dapat mengantisipasi pertumbuhan kebutuhan energi ke depan.
Sementara itu, Direktur Iklim dan Transformasi Pasar Yayasan WWF Indonesia Irfan Bakhtiar mengungkapkan rekomendasi keempat, yakni mendorong Prabowo-Gibran menjadikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik, sebagai persyaratan untuk mendapatkan perizinan investasi.
“Tanpa perlindungan (safeguard) yang kuat, pengembangan energi terbarukan dapat membawa konsekuensi signifikan bagi lingkungan dan masyarakat setempat. Apalagi, lembaga keuangan global semakin ketat menyoroti aspek land surface temperature (LST) dalam menyalurkan pembiayaan proyek,“ tutur Irfan.
Kelima, yakni mendorong Prabowo-Gibran perlu mengevaluasi meninjau ulang program bahan bakar nabati, yakni pencampuran biodiesel 50% (B50) dan bioetanol 10% (E10) serta program co-firing biomassa di PLTU. Program-program tersebut harus mempertimbangkan aspek keadilan sosial, daya dukung lingkungan, serta daya saing industri dalam negeri.
"Program B50 harus dievaluasi kembali, karena studi lembaga Madani menunjukkan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah berada di ambang batas kritis. Artinya, pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit yang menjadi bahan baku biodiesel, harus dihentikan," kata Irfan.
Koalisi juga mendorong program co-firing biomassa di PLTU perlu dievaluasi lagi. Pasalnya, praktik co-firing justru akan memperpanjang usia PLTU dan mendorong perluasan pembukaan hutan untuk memenuhi target produksi biomassa kayu melalui hutan tanaman energi (HTE).
"Akibatnya, Indonesia justru akan menanggung utang emisi, transisi energi seharusnya dilakukan tanpa merusak hutan," tandas Irfan.
Sementara, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, rekomendasi keenam yang diperjuangkan koalisi adalah evaluasi kebijakan nilai ekonomi karbon (NEK). Prabowo-Gibran, kata dia, perlu memastikan kebijakan NEK ini memiliki kerangka pengaman yang kuat dan mampu mendukung pencapaian target netral karbon, serta mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penerapannya.
Menurut Bhima, hal tersebut perlu dilakukan agar dekarbonisasi sektor industri dapat segera tercapai dan alokasi dana karbon dapat terdistribusi pada sektor-sektor hijau untuk mewujudkan ekonomi hijau.
“Rekomendasi ketujuh perlu lakukan pemetaan untuk perkuat aturan dan pengawasan implementasi jaring pengaman instrumen NEK, termasuk yang bersifat wajib, seperti amdal dan instrumen perizinan sehingga mampu menghindari risiko sosial maupun lingkungan dari implementasi NEK oleh korporasi serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan NEK," imbuh Bhima.
Terakhir atau kedelapan, Prabowo-Gibran perlu melibatkan partisipasi masyarakat dalam implementasi transisi energi berkeadilan ini.
"Perlu ada pelibatan aktif masyarakat secara bermakna dalam penyusunan kebijakan energi sehingga tercipta kebijakan yang responsif dengan kebutuhan lokal dan efektivitas implementasi. Transisi energi diharapkan tidak hanya mendukung target ekonomi, tetapi juga menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia," pungkas Bhima Yudhistira.
Sentimen: positif (100%)