Masih Tak Bisa Diakses, Indodax Beberkan Progres Investigasi
Beritasatu.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, Beritasatu.com - Salah satu perusahaan berbasis teknologi di bidang blockchain dan aset kripto Indodax diretas atau di-hack. Hal ini membuat situs web dan aplikasi Indodax belum bisa diakses hingga saat ini. Perusahaan membeberkan progres investigasi internal perusahaan.
CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan, perusahaan masih melakukan upaya pemulihan dengan investigasi forensic security.
"Progres investigasi forensic security itu masih berjalan dan belum selesai. Begitu selesai, maka semua pelayanan akan hidup kembali," ucap Oscar dikutip dari Investor Daily, Kamis (12/9/2024).
Sebelumnya, manajemen Indodax menginformasikan bahwa team security mereka menemukan potensi indikasi keamanan.
Manajemen Indodax menegaskan, saat ini tengah melakukan pemeliharaan menyeluruh untuk memastikan seluruh sistem beroperasi dengan baik.
Selama proses pemeliharaan ini, platform web dan aplikasi Indodax sementara tidak dapat diakses. Namun, manajemen Indodax memastikan saldo investor tetap 100% aman, baik secara kripto maupun rupiah.
“Kami berterima kasih atas kesabaran dan kepercayaan yang telah Anda berikan. Proses ini kami lakukan demi menjaga keamanan dan kenyamanan transaksi Anda. Kami akan segera memberikan pembaruan informasi lanjutan setelah investigasi selesai dilakukan,” papar manajemen Indodax.
Sebelumnya, Indodax diduga diretas atau di-hack. Hal ini karena adanya transaksi mencurigakan sebesar US$ 14,4 juta atau Rp 215 miliar. Dugaan peretasan ini pertama kali diungkap oleh akun X (dahulu Twitter) perusahaan keamanan Cyvers Alerts.
Dalam unggahan di akun @CyversAlert, memberikan peringatan ke Indodax karena sistem Cyvers Alert mendeteksi transaksi mencurigakan yang melibatkan wallet di jaringan berbeda.
"Alamat yang mencurigakan sudah menampung US$ 14,4 juta dan menukarkan token ke Ether," seperti dikutip Beritasatu.com dari X, Rabu (11/9/2024).
Setelah peringatan pertama, Cyvers Alert kembali mendeteksi lebih dari 150 transaksi mencurigakan lainnya. Bahkan, kerugian mencapai US$ 18,2 juta atau Rp 277 juta.
Sentimen: negatif (61.5%)