Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kasus: HAM
Tokoh Terkait
Nasir Djamil
Khairul
Muhammad Nasir
6 DPR Tolak Seluruh Calon Hakim Agung, KY Minta Pertimbangkan hingga Singgung Putusan MK Nasional
Kompas.com Jenis Media: Metropolitan
DPR Tolak Seluruh Calon Hakim Agung, KY Minta Pertimbangkan hingga Singgung Putusan MK Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertimbangkan kembali keputusan menolak seluruh usulan calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM. Hal itu disampaikan KY melalui surat klarifikasi yang disampaikan ke pimpinan DPR pada Jumat (6/9/2024). Dalam suratnya, KY menjelaskan bahwa 12 calon hakim yang diusulkan telah diseleksi melalui serangkaian tahapan. Seleksi itu mempertimbangkan aturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), serta melihat kebutuhan dari Mahkamah Agung (MA). Diketahui, Komisi III DPR menolak 12 calon hakim agung usulan KY karena terdapat dua calon yang ternyata tidak memenuhi syarat administrasi dalam Undang-Undang (UU) MA. Pasal 7 beleid tersebut tertulis bahwa calon hakim agung harus berpengalaman paling sedikit 20 tahun sebagai hakim. Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh menjelaskan bahwa dua calon hakim agung yang tak memenuhi syarat itu ditemukan ketika dilakukan pengecekan berkas sebelum memulai uji kelayakan dan kepatutan ( fit and proper test ). “Dari data yang masuk ke Komisi III dan kami telah lakukan evaluasi, kami menemukan ada dua calon hakim agung yang tidak memenuhi persyaratan di Pasal 7,” ujar Pangeran, Selasa (27/8/2024).. Pangeran tidak mengungkap dua nama calon hakim agung yang dianggap tak memenuhi syarat tersebut. Dia hanya mengatakan, masing-masing calon itu baru berpengalaman sebagai hakim selama 8 tahun dan 14 tahun. Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menduga ada kecacatan dalam proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc yang dilakukan KY. Sebab, dua calon hakim tersebut seharusnya tidak lolos sejak awal karena belum memenuhi syarat yang diatur di dalam UU. Berdasarkan hasil konfirmasi pihak sekretariat Komisi III DPR, kata Habiburokhman, KY tetap meloloskan dua calon hakim tersebut karena penerapan diskresi. Namun, langkah diskresi yang diambil oleh panitia seleksi (Pansel) di KY berpotensi menjadi pelanggaran aturan. “Jadi prosesnya sudah cacar di KY. Tadi sekretariat mengonfirmasi, katanya pansel menerapkan yang namanya diskresi. Saya baru tahu seumur hidup belajar hukum dari S-1 sampai S-3 ada diskresi mengesampingkan kententuan UU. Pansel menganggap dirinya bisa kesampingkan ketentuan UU,” kata Habiburokhman. Anggota Komisi III Benny K Harman berpandangan, tidak seharusnya KY mengesampingkan ketentuan syarat calon hakim agung yang telah diatur oleh UU. Pihaknya pun meminta agar 12 calon hakim yang telah diusulkan dikembalikan ke KY. “Kami berpandangan tidak bisa. Oleh sebab itu, kami usulkan untuk dikembalikan ke KY untuk diklarifikasi tentang ini. Dan untuk adilnya saya usul pimpinan, supaya semua proses ini kita tunda dan kita kembalikan dulu ke KY, supaya dicek lagi,” kata Benny. Sebanyak enam Fraksi yang hadir dalam rapat di Komisi III DPR akhirnya bersepakat untuk menunda tahapan fit and proper test yang seharusnya dilaksanakan pada 27 Agustus 2024. Tak hanya itu, Komisi III DPR juga sepakat mengembalikan 12 calon hakim agung yang diusulkan ke KY. Sehari kemudian, Komisi III DPR menggelar rapat pengambilan keputusan mengenai tindak lanjut atas dugaan pelanggaran dalam proses seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM oleh KY. Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengatakan bahwa sembilan fraksi bersepakat menolak semua calon hakim agung yang telah diusulkan KY. Alasannya, KY dianggap melanggar aturan di dalam UU MA dalam proses penyeleksian calon hakim agung. “Maka Komisi III DPR tidak memberikan persetujuan secara keseluruhan terhadap calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM pada MA 2024 yang diajukan oleh KY,” ujar Bambang pada Rabu (28/8/2024). Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR Muhammad Nasir Djamil juga meminta Komisi III DPR segera memanggil KY untuk mengklarifikasi proses seleksi yang dilakukan. Dia bahkan meminta agar KY diberikan peringatan keras. “Meminta Komisi III DPR untuk memberikan teguran keras kepada Komisi Yudisial akibat dugaan kuat pelanggaran Undang-Undang yang dilakukan,” jelas Nasir. Sementara, Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah membantah adanya pelanggaran dalam proses seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM yang diusulkan ke DPR. Melalui surat klarifikasi yang dikirimkan pada Jumat (6/9/2024), KY memberikan keterangan tambahan soal adanya putusan MK yang menjadi bahan pertimbangan, selain peraturan perundangan-perundangan. ”Tentunya langkah ini diambil untuk membangun kembali komunikasi dengan DPR. (Hal ini) untuk meluruskan kesalahan persepsi bahwa proses seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA melanggar undang-undang karena dua calon hakim agung kamar tata usaha negara khusus pajak yang dianggap tidak memenuhi syarat administrasi, yaitu berpengalaman menjadi hakim selama 20 tahun,” ujar Siti dalam konferensi pers, Jumat (6/9/2024) siang. Sementara itu, Anggota KY Sukma Violetta menjelaskan, penetapan 12 calon hakim diambil setelah mempertimbangkan banyak faktor, termasuk di antaranya Putusan MK Nomor 53/PUU-XVI/2016. Putusan itu mengubah ketentuan calon hakim agung minimal berpengalaman tiga tahun sebagai hakim tinggi, menjadi pernah diangkat sebagai hakim tinggi. “Dalam prosesnya sudah ada yang mengingatkan bahwa ada putusan MK, seperti yang tadi saya sebutkan, Putusan MK Nomor 53 Tahun 2016 yang mencabut ketentuan 3 tahun tersebut,” ungkap Sukma. “Jadi tadi, asal sudah pernah diangkat sebagai hakim tinggi maka sudah eligible untuk menjadi calon hakim agung,” sambungnya. Anggota KY Binziad Kadafi menambahkan, KY juga mempertimbangkan situasi empiris ketika menerapkan diskresi untuk dua calon hakim TUN khusus pajak. Hingga kini tidak ada satu pun hakim pajak yang telah berpengalaman selama 20 tahun. “Bisa dikatakan, hingga tujuh tahun ke depan tidak akan ada hakim Pengadilan Pajak yang memenuhi persyaratan menjadi hakim selama 20 tahun. Hal ini terjadi karena pengadilan pajak adalah pengadilan yang baru didirikan, baru dibentuk pada April 2002,” kata Binziad. Selain itu, KY mengaku mempertimbangkan Putusan MK Nomor 6/PUU-XIV/2016 yang menegaskan bahwa status hakim pajak setara atau sejajar dengan hakim pengadilan tinggi. “Intinya kurang lebih adalah memperjelas status hakim pengadilan pajak itu sejajar dengan hakim di pengadilan tinggi tata usaha negara, pengadilan tinggi pada lingkungan peradilan umum, dan pengadilan tinggi agama,” tutur Binziad. Binziad menambahkan, KY juga mempertimbangkan syarat usia calon menjadi hakim pajak juga sudah dibedakan dengan calon hakim lainnya. Binziad menerangkan bahwa syarat usia calon hakim pajak adalah 45 tahun, setara dengan syarat untuk menjadi calon hakim agung. Hal ini menunjukkan adanya pembinaan khusus bagi hakim-hakim pengadilan pajak. “Diperjelas lagi dengan putusan MK yang keluar tahun lalu, yaitu nomor 26/PUU-XXI/2023 yang kurang lebih memandatkan adanya penyatuan atap pembinaan pengadilan pajak, termasuk pembinaan hakim pengadilan pajak dijalankan sepenuhnya oleh MA,” kata Binziad. “Atas pertimbangan-pertimbangan tersebutlah kemudian KY mengambil keputusan dengan mempertimbangkan, tidak hanya peraturan perundangan-perundangan, tetapi juga putusan MK yang terkait,” sambungnya. Siti dan jajaran pimpinan KY pun berharap seluruh penjelasan tambahan yang telah disampaikan, dapat menjadi pertimbangan DPR RI untuk melanjutkan tahapan seleksi, dan mengangkat hakim agung dan hakim ad hoc HAM yang diusulkan “KY akan terus berkoordinasi dengan DPR RI agar keterangan tambahan yang ada dalam surat yang tadi pagi kami kirim ke DPR ini dapat menjadi pertimbangan, sehingga calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dapat disetujui untuk diangkat menjadi hakim agung,” pungkas Siti. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: positif (100%)