Harga Minyak Memanas, Produksi Terganggu Akibat Badai Tropis Francine
Bisnis.com Jenis Media: Ekonomi
Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak dunia terpantau menguat pada perdagangan Selasa (10/9/2024) seiring dengan sikap investor mempertimbangkan gangguan pasokan akibat Badai Tropis Francine dan potensi penurunan produksi lebih lanjut terhadap permintaan China yang terus lemah.
Mengutip Reuters pada Selasa (10/9/2024), harga minyak mentah berjangka Brent naik 16 sen, atau 0,22%, menjadi US$72,00 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) AS naik 12 sen, atau 0,17%, menjadi US$68,83 per barel.
Harga kedua jenis minyak acuan tersebut naik sekitar 1% pada perdagangan Senin (9/9/2024) kemarin.
Pergerakan harga minyak dipengaruhi oleh adanya Badai Tropis Francine yang melintasi teluk. Penjaga Pantai Amerika Serikat (AS) memerintahkan penutupan semua operasi di Brownsville dan pelabuhan kecil Texas lainnya pada Senin malam. Sementara itu, Pelabuhan Corpus Christi tetap dibuka tetapi dengan pembatasan.
Badai tropis diperkirakan akan menguat secara signifikan dalam beberapa hari ke depan, dan diperkirakan akan menjadi badai pada Senin malam atau Selasa pagi, menurut National Hurricane Center (NHC).
Exxon Mobil mengatakan pihaknya menutup produksi di anjungan produksi lepas pantai Hoover, sementara Shell menghentikan operasi pengeboran di dua anjungan. Chevron juga mulai menutup produksi minyak dan gas, di dua anjungan produksi lepas pantainya.
"Setidaknya 125.000 barel per hari (bpd) kapasitas minyak berisiko terganggu," kata analis ANZ dalam sebuah catatan, mengutip data dari NHC, dilansir dari Reuters pada Selasa (10/9/2024).
Di tempat lain, pedagang komoditas global Gunvor dan Trafigura mengantisipasi harga minyak mungkin berkisar antara US$60 dan US$70 per barel karena meningkatnya permintaan China dan kelebihan pasokan global yang terus-menerus, kata para eksekutif kepada peserta Konferensi Perminyakan Asia Pasifik (APPEC) pada hari Senin.
Pergeseran China menuju bahan bakar rendah karbon dan lesunya perekonomian mengurangi pertumbuhan permintaan minyak di negara importir minyak mentah terbesar di dunia, kata pembicara konferensi APPEC.
Pertumbuhan permintaan tahunan China telah melambat dari sekitar 500.000—600.000 barel per hari dalam lima tahun sebelum pandemi COVID-19 menjadi 200.000 barel per hari saat ini, kata Daan Struyven, Head of Oil Research di Goldman Sachs.
Margin penyulingan di Asia telah merosot ke level musiman terendah sejak tahun 2020.
Sentimen: negatif (100%)