Sentimen
Negatif (100%)
7 Sep 2024 : 08.56
Informasi Tambahan

Agama: Katolik

BUMN: TransJakarta

Kab/Kota: Pademangan, Pademangan Timur

Partai Terkait
Tokoh Terkait
Paus Yohanes Paulus II

Paus Yohanes Paulus II

5 Kisah Lektor Tunanetra Misa Agung, Mata Terpapar UV di Inkubator hingga Diagnosis Glaukoma Saat Balita Megapolitan

7 Sep 2024 : 15.56 Views 2

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

Kisah Lektor Tunanetra Misa Agung, Mata Terpapar UV di Inkubator hingga Diagnosis Glaukoma Saat Balita Tim Redaksi   JAKARTA, KOMPAS.com - Jauh sebelum menjadi lektor tunanetra dalam Misa Agung bersama Pemimpin Takhta Suci Vatikan, Paus Fransiskus , rupanya kehidupan Dustin Bernadus (22) terbilang cukup sulit. Dalam wawancara dengan Kompas.com, Dustin menceritakan awal mula bagaimana dia mengalami kebutaan hingga akhirnya berdamai dengan kehidupannya. Dustin mengaku terlahir secara prematur. Oleh karenanya, ia harus dirawat di ruang inkubator. “(Tapi) mata saya tidak ditutup oleh perawat. Jadi, otomatis mata saya kena langsung dengan sinar ultraviolet. Akhirnya saya didiagnosis kena katarak,” ujar Dustin saat ditemui di Gereja Katolik Santo Alfonsus Rodriquez, Pademangan Timur, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (6/9/2024). Hal ini membuat Dustin harus bolak-balik ke rumah sakit saat usianya masih beberapa bulan. Bahkan, dia hampir kehilangan nyawa. Terlebih lagi, Dustin sempat tersedak air susu yang membuatnya cegukan secara berlebihan. “Saya ini sebenarnya, (umurnya) enggak panjang, enggak panjang hidup saya. Saya bolak-balik rumah sakit terus, sakit-sakitan saya, Mas. Itu di umur tiga atau empat bulan,” ungkap Dutsin. “Saya hampir meninggal, hampir kehilangan nyawa. Tapi, ya Puji Tuhan, Tuhan masih tolong saya,” tambah dia. Saat usianya menginjak 2,5 tahun, Dustin mengalami keanehan terhadap dirinya. Pasalnya, dia kerap kali menabrak sesuatu tanpa sebab yang pasti. Alhasil, Dustin hanya bisa menangis dan merengek. Kemudian, dokter memvonis Dustin menderita glaukoma. “Glaukoma itu penyakit yang tidak ada obatnya sampai saat ini, dan itu adalah penyakit yang datangnya secara tiba-tiba, tanpa gejala. Itu enggak ada obatnya, sama sekali,” ujar Dustin. “Orangtua saya itu kerja keras, Mas. Sampai operasi bolak-balik Singapura, Indonesia, Malaysia, Indonesia. Mereka berusaha kerja keras, mati-matian, supaya anaknya bisa sembuh matanya, bisa melihat seperti orang normal,” tambah dia. Namun, kehendak-Nya berkata lain. Saat usianya memasuki tujuh tahun, Tuhan tidak mengizinkan Dustin untuk melihat dunia dengan jelas. Meski usianya masih belia, Dustin sudah bisa merasakan kesedihan yang begitu dalam atas kehendak Tuhan. “(Dalam hati) ‘Berarti saya sudah enggak bisa melihat lagi, sudah enggak ada harapan’,” kata dia. Suatu waktu, matanya mengalami perdarahan akibat glaukoma. Lagi-lagi, dia harus dioperasi di salah satu rumah sakit di Malaysia. Hanya saja, tindakan itu gagal. Dustin tidak ingat apa yang menjadi penyebab kegagalan operasi tersebut. Ketika usianya menginjak sembilan tahun, Dustin menjalani operasi mata terakhirnya di Singapura. Tindakan ini diambil karena Dustin sudah tidak bisa menahan rasa sakit tekanan pada matanya akibat glaukoma. “Bola mata saya dilaser. Jadi, dimatikan sarafnya supaya glaukoma itu kalau lagi naik, tekanan bola matanya itu tidak berpengaruh. Makanya kalau dilihat, bola mata saya mengecil, beda sama bola mata orang pada umumnya, agak kecil,” ungkap Dustin. Bertahun-tahun Dustin hidup sebagai tunanetra. Pada satu momen, dia sempat ditawarkan donasi mata. Namun, dia menolaknya. “Sebenarnya saya sempat mau donor mata, Mas. Tapi, saya akhirnya menolak. Saya ditanya, 'Kamu masih mau melihat enggak?'. Saya bilang, saya enggak mau. Karena saya sudah cukup enjoy dengan hidup saya yang sekarang,” tegas dia. Terlepas dari penglihatannya, Dustin masih bisa menggunakan kaki, tangan, dan pancaindra yang mengantarkannya untuk bepergian seorang diri. Dustin sudah berdamai dengan keadaannya saat ini. Lebih dari itu, Dustin ingin memotivasi teman-teman disabilitas di luar sana yang lebih tidak beruntung dari dirinya. “Naik transportasi online sendiri, naik Transjakarta sendiri. Itu yang kita mesti syukuri dan saya pengin memotivasi buat semua teman-teman yang di luar sana, ayo belajarlah untuk mandiri,” kata Dustin. “Ingat, orangtua kalian punya umur, dan tidak selamanya sama kalian. Kalian harus belajar dari sekarang, bagaimana kita berjalan ke Indomaret sendiri, naik kendaraan umum sendiri, beli makanan sendiri,” lanjut dia. Melihat kembali perjalanannya ini, Dustin merasa telah diberkati oleh Tuhan. Meski tidak bisa melihat, dia sangat berbakat memainkan sejumlah alat musik, membaca puisi, dan lain-lain. Terlebih, baru-baru ini, Dustin menjadi lektor tunanetra dalam Misa Agung bersama Paus Fransiskus di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2024). Dalam kesempatan tersebut, Dustin berjabat tangan dan mendapatkan berkat langsung dari pemimpin umat Katolik sedunia itu. Ini menjadi momen bersejarah dalam hidup Dustin mengingat Paus Fransiskus merupakan paus ketiga yang bertandang ke Indonesia setelah Paus Yohanes Paulus II pada Oktober 1989. “Ternyata, Tuhan membuat saya seperti ini, Tuhan punya rencana. Saya mungkin harus melewati fase terberat. Kalau ditanya, pernah enggak sih iri dengan orang-orang normal? Pernah, Mas,” ujar Dustin. “Saya berpikir, saya enggak bisa bawa motor sendiri, enggak bawa mobil dan ajak keluarga jalan-jalan. Tapi, saya dikuatkan lagi oleh Injil. Tuhan punya rencana dan sudah terbukti dengan saya,” pungkas dia. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (100%)