Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Kab/Kota: Shanghai
Tokoh Terkait
9 Anies dan Dilema Partai Politik Berbasis Ketokohan Nasional
Kompas.com Jenis Media: Regional
Anies dan Dilema Partai Politik Berbasis Ketokohan Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University. ANIES Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta dan Calon Presiden 2024, kembali menjadi pusat perhatian setelah gagal maju dalam Pilkada 2024. Ia memberikan pernyataan menarik dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya. Anies mengisyaratkan potensi pembentukan partai politik baru, " Partai Perubahan Indonesia ," yang akan mewadahi aspirasi perubahan dari masyarakat. Pernyataan ini mencerminkan sikap Anies yang ingin terus memperjuangkan demokrasi dan keadilan sosial di Indonesia. Namun, di balik keberanian ini, muncul pertanyaan kritis: apakah membentuk partai baru adalah langkah tepat? Apakah langkah ini hanya akan mengulang pola lama dalam perpolitikan Indonesia yang berisiko menjadi elitis dan berbasis ketokohan perorangan? Kita harus mengapresiasi keberanian Anies dalam menempuh jalan berbeda setelah mengalami kegagalan di panggung politik formal. Tidak semua politisi memiliki keberanian untuk mengambil langkah baru setelah ditinggalkan oleh partai-partai besar seperti PKS, Nasdem, dan PDIP. Anies menunjukkan tekadnya untuk tetap berjuang demi cita-cita politik yang ia yakini, meski jalur yang ia ambil mungkin penuh tantangan. Pernyataan Anies mengenai pentingnya mewadahi aspirasi rakyat, terutama mereka yang merasa tidak terwakili oleh elite politik yang ada, menunjukkan kepekaannya terhadap kebutuhan untuk demokrasi yang lebih inklusif. Hal ini patut dihargai sebagai usaha untuk merespons kegelisahan publik terhadap praktik politik yang semakin pragmatis dan kurang substansial. Namun, apresiasi ini harus disertai dengan kritik tajam dan mendalam terhadap ide pembentukan partai baru tersebut. Dalam konteks politik Indonesia yang sudah penuh dengan partai politik, langkah membentuk partai baru oleh Anies dapat dianggap tidak produktif dan cenderung memperparah fragmentasi politik. Jika "Partai Perubahan Indonesia" benar-benar diwujudkan, besar kemungkinan partai ini akan menjadi partai elitis lain yang berbasis pada ketokohan Anies semata. Ini adalah permasalahan mendasar dalam demokrasi Indonesia, di mana banyak partai politik lahir bukan dari kebutuhan ideologis yang jelas, tetapi dari personalisasi politik yang bergantung pada daya tarik sosok tertentu. Dalam analisis politik, konsep Elitism yang dikemukakan oleh Gaetano Mosca menjadi sangat relevan. Mosca berpendapat bahwa dalam setiap masyarakat, ada kelas penguasa, yang meskipun kecil jumlahnya, memiliki akses lebih besar terhadap kekuasaan dan sumber daya dibandingkan kelas yang lebih besar namun tidak berdaya. Jika partai baru dibentuk dengan mengandalkan ketokohan Anies, "Partai Perubahan Indonesia" kemungkinan besar akan jatuh ke dalam jebakan elitis ini, di mana partai menjadi alat bagi segelintir elite untuk mempertahankan atau meraih kekuasaan. Sejarah politik Indonesia menunjukkan bahwa partai-partai berbasis ketokohan sering kali gagal menjadi representasi sejati bagi rakyat. Mereka lebih sering menjadi alat bagi individu atau kelompok kecil untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mereka. Fenomena ini mengarah pada apa yang disebut sebagai involusi politik. Dalam konteks ini, involusi berarti proses di mana politik tidak berkembang menuju inovasi yang lebih baik atau perubahan berarti, tetapi justru stagnan atau bahkan mengalami kemunduran. Politik yang involutif ini sering terlihat dalam partai-partai politik yang tidak memiliki basis ideologis atau programatik yang jelas, dan hanya bergantung pada kharisma atau daya tarik satu sosok. Dalam konteks Indonesia, partai-partai yang lahir dari ketokohan sering kali tidak memiliki visi jangka panjang yang dapat diandalkan untuk memajukan demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Mereka hanya memanfaatkan sentimen sesaat yang dipicu ketidakpuasan terhadap kondisi yang ada, tanpa menawarkan solusi konkret dan berkelanjutan. Dengan latar belakang ini, jika Anies benar-benar serius ingin mengubah peta politik Indonesia, maka ia perlu berpikir lebih jauh dari sekadar membentuk partai politik baru. Pembentukan partai politik baru di Indonesia bukanlah hal mudah. Partai-partai yang berhasil bertahan dan memiliki pengaruh dalam jangka panjang biasanya adalah mereka yang memiliki basis massa kuat dan loyal, serta ideologi yang jelas. Partai-partai baru sering kali kesulitan untuk menembus barikade ini, terutama jika mereka gagal membangun jaringan yang solid dan mendapatkan kepercayaan dari konstituen mereka. Anies harus menghindari jebakan personalisasi politik yang sering kali menjadi masalah besar di Indonesia. Jika "Partai Perubahan Indonesia" hanya menjadi wadah bagi kepentingan Anies dan pendukung setianya, maka partai ini tidak akan jauh berbeda dengan partai-partai lainnya yang sudah ada. Dalam hal ini, pendekatan yang lebih efektif mungkin adalah membentuk koalisi sosial-politik lebih luas, yang melibatkan organisasi masyarakat sipil, komunitas akar rumput, dan berbagai kelompok progresif lainnya yang memiliki komitmen terhadap perubahan sosial yang nyata. Koalisi semacam ini dapat menjadi kekuatan pengimbang terhadap partai-partai politik yang ada, dan mendorong agenda perubahan tanpa harus terjebak dalam struktur dan hierarki partai politik tradisional. Selain itu, jika Anies ingin membangun sesuatu yang benar-benar baru dan berbeda, ia harus memastikan bahwa wadah yang ia bangun memiliki mekanisme jelas untuk akuntabilitas, partisipasi publik, dan keterbukaan. Demokrasi yang sehat membutuhkan lebih dari sekadar partai baru; ia membutuhkan struktur politik yang mampu mengakomodasi berbagai suara dan kepentingan, tanpa terjebak dalam oligarki baru. Jika Anies mampu membangun wadah demikian, ia mungkin benar-benar dapat membawa angin segar bagi politik Indonesia. Langkah Anies untuk terus memperjuangkan semangat perubahan dan demokrasi yang lebih sehat memang patut diapresiasi. Namun, jika langkah ini diambil tanpa pertimbangan matang dan hanya mengulangi pola-pola lama, maka risiko kegagalan dan keterjebakan dalam elitisme politik sangat besar. Kita membutuhkan lebih dari sekadar partai baru; kita membutuhkan gerakan politik yang benar-benar berakar pada rakyat dan mengedepankan gagasan serta kebijakan yang substansial. Dalam hal ini, Anies perlu berpikir secara lebih strategis dan jangka panjang, bukan hanya untuk kepentingan politiknya sendiri, tetapi untuk masa depan demokrasi Indonesia yang lebih baik dan lebih inklusif. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: positif (100%)