KIP sebagai momentum tata kelola layanan informasi publik
Elshinta.com Jenis Media: Metropolitan
Elshinta.com - Jakarta—Wakil Ketua Komisi Informasi DKI Jakarta, Luqman Hakim Arifin, menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik (KIP) merupakan momentum penting untuk membangun tata kelola layanan informasi publik.
Pernyataan ini disampaikan dalam kegiatan pembinaan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Jenjang Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Kota/Kabupaten yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat, bertempat di Ruang Soewiryo 1 Gedung B lt.16 Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Barat, pada Kamis (29/8/2024).
Luqman juga menjelaskan bahwa Undang-Undang KIP Nomor 14 Tahun 2008 merupakan hasil reformasi yang hingga saat ini masih minim dipahami publik. Hal ini sangat penting, terutama dalam konteks negara demokrasi.
Menurut Luqman, keterbukaan informasi sering kali dianggap sebelah mata dan kurang menarik untuk membuka akses informasi seluas-luasnya.
Dia menambahkan, hak atas informasi dilindungi konstitusi dalam Pasal 28F UUD 1945. "Masih banyak problem di Badan Publik, di mana UU KIP hadir namun belum dipahami secara utuh sebagai kewajiban untuk memberikan akses informasi," tuturnya.
Selanjutnya, Luqman menjelaskan bahwa Badan Publik yang mendapatkan dana dari APBD, baik sebagian maupun seluruhnya, memiliki kewajiban untuk membuka akses layanan dan informasi publik.
Di hadapan Kepala Sekolah SMK Wilayah 1 Jakarta Barat, Luqman menekankan pentingnya peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
"PPID memiliki tugas yang sangat penting, terutama dalam menyusun dan mengklasifikasikan informasi yang terbuka dan dikecualikan," ucapnya.
Luqman menambahkan bahwa PPID sebaiknya dapat memilah tiga jenis informasi yang terbuka bagi publik, yaitu informasi berkala, informasi setiap saat, dan informasi serta merta. Berbeda dengan Informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan terdapat dalam Pasal 17 UU KIP 14/2008.
"Permohonan yang disampaikan memiliki batasan waktu yang cukup panjang, yakni 10 hari kerja dengan perpanjangan 7 hari. Artinya, UU ini memperhatikan proses di Badan Publik sehingga memiliki waktu yang lama untuk menjawab," jelas Luqman Hakim Arifin.
Namun demikian, proses dalam mengecualikan informasi memerlukan mekanisme yang disebut uji konsekuensi.
"Untuk mengecualikan informasi, lakukan uji konsekuensi untuk memastikan alasan informasi dirahasiakan secara hukum," tandas Luqman.
Sementara itu, giat MKKS SMK Wilayah 1 Jakarta Barat diapresiasi dengan banyak pertanyaan seputar tata cara menjawab dan menanggapi permintaan informasi.
Kepala Seksi Dikmen Wilayah 1 Jakarta Barat, Muchlis, menyampaikan apresiasi atas paparan yang disampaikan oleh Komisi Informasi DKI Jakarta.
"Kami sangat berterima kasih atas kehadiran KI DKI Jakarta yang memberikan pencerahan bagi seluruh Kepala Sekolah dalam menjawab permintaan informasi publik," kata Muchlis.
Sumber : Sumber Lain
Sentimen: netral (100%)