Ternyata Ini Alasan PTUN Jakarta Batalkan Pengangkatan Suhartoyo Jadi Ketua MK
Gelora.co Jenis Media: Nasional
GELORA.CO - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan sebagian gugatan Anwar Usman terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.
Diketahui, Putusan PTUN Jakarta Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT, menyatakan membatalkan keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai MK masa jabatan 2023-2028.
Perkara ini diputus oleh Hakim Ketua Majelis Oenoen Pratiwi, serta dua anggotanya, Ganda Kurniawan dan Irvan Mawardi
Dalam pertimbang hukumnya, majelis hakim PTUN Jakarta menjelaskan alasan mengabulkan gugatan hakim konstitusi Anwar Usman ini.
Majelis menilai, dalam menerbitkan Keputusan MK 17/2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK, Mahkamah Konstitusi tidak terlebih dahulu mencabut Keputusan MK Nomor 4/2023 tentang pengangkatan Anwar Usman sebagai pimpinan peradilan konstitusi itu.
"Pengadilan berpendapat bahwa tindakan Tergugat (Ketua MK Suhartoyo) yang hanya menerbitkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru namun tidak menerbitkan SK pemberhentian atas posisi Penggugat (Anwar Usman) sebagai ketua MK sebagaimana keputusan nomor 4/2023 adalah tindakan yang tidak sesuai dengan asas hukum dan norma perundang-undangan," demikian dikutip dari salinan putusan PTUN Jakarta a quo, Kamis (15/8/2024).
Dalam menentukan Suhartoyo sebagai pimpinan MK yang baru, para hakim memang menggelar rapat permusyarawatan hakim (RPH) sebagai tindak lanjut Putusan Majelis Kehormatan MK Nomor 02/MKMK/L/11/2023.
Namun, menurut PTUN Jakarta, dalam bukti berita acara RPH, tidak satupun kalimat dalam berita acara yang menyatakan Keputusan 4/2023 sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
"Menurut Pengadilan, tidak dicabutnya putusan (MK 4/2023) tersebut tidak sekadar persoalan tata laksana pemerintahan semata, tapi terkait dengan kepastian hukum dan kepatuhan atas prosedur hukum yang benar," demikian bunyi pertimbangan hukum PTUN Jakarta.
Majelis PTUN Jakarta juga mengatakan, penerbitan Putusan MK 17/2023 oleh MK tanpa disertai dengan pencabutan Surat Keputusan Nomor 4/2023 terbukti tidak mengutamakan ketentuan perundang-undangan, yakni UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
"Penerbitan objek sengketa a quo (Putusan MK 17/2023) oleh Tergugat (MK) terbukti melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya asas Kepastian Hukum dan Asas Kecermatan," jelas PTUN Jakarta.
"Berdasarkan fakta pengujian tersebut, Pengadilan berpendapat bahwa penerbitan objek sengketa a quo terbukti melanggar prosedur perundang-undangan dalam UU Administrasi Pemerintahan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, maka secara hukum harus dinyatakan batal."
Di sisi lain, majelis hakim PTUN Jakarta menyampaikan, ada perbedaan praktik ketatanegaraan dan administrasi negara yang berlaku di lembaga kekuasaan kehakiman lainnya, yakni Mahkamah Agung (MA), dimana Ketua MA dan Wakil Ketua Yudisial dan Wakil Ketua non-yudisial dipilih oleh para hakim agung, namun penetapan dan pengesahannya sebagai Ketua MA dan Wakil Ketua
Yudisial dan non-yudisial ditetapkan oleh Presiden sebagai kepala negara, bukan sebagai kepala pemerintahan.
Terkait hal itu, PTUN Jakarta berpendapat, pengesahan dan penetapan oleh Presiden selaku Kepala Negara bukan bentuk ketidaksetaraan antara tiga kekuasaan negara, bukan bentuk bahwa Presiden sebagai Kepala Pemerintahan Eksekutif lebih tinggi, namun agar terjadi ketertiban dan keteraturan serta praktik bernegara yang tertata secara baik, maka diperlukan ketegasan bahwa ketiga cabang kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif berada dalam satu semangat keteraturan bernegara yang dipimpin oleh Kepala Negara.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan yang diajukan hakim konstitusi Anwar Usman perihal pengangkatan hakim Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam Putusan Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT, PTUN mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Anwar Usman.
"Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian," demikian petikan putusan PTUN dikutip dari laman direktori Mahkamah Agung.
Dalam putusannya PTUN menyatakan keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai MK masa jabatan 2023-2028 batal atau tidak sah.
Maka itu PTUN Jakarta mewajibkan surat keputusan tersebut dicabut.
"Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr Suhartoyo SH MH sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028," bunyi amar putusan PTUN itu.
PTUN juga mengabulkan permohonan Anwar Usman untuk dipulihkan harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi seperti semula.
Namun, PTUN Jakarta tidak mengabulkan permohonan Anwar Usman untuk dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028 seperti semula.
PTUN juga tidak menerima permohonan penggugat agar menghukum MK membayar uang paksa sebesar Rp. 100,- (seratus rupiah) per hari, apabila tergugat lalai dalam melaksanakan putusan ini, terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Namun demikian putusan tersebut belum inkrah, lantaran MK masih bisa mengajukan banding.
Sebagai informasi, Anwar Usman sebelumnya menggugat Suhartoyo sebagai Ketua MK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Berdasarkan data dalam sistem informasi penelusuran perkara atau SIPP PTUN Jakarta, gugatan tersebut diajukan Anwar, pada Jumat (24/11/2023).
Dalam gugatannya Anwar Usman meminta PTUN menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028
Sentimen: netral (93.9%)