Selebgram Korban KDRT dapat Trauma Healing, Bisa Sefatal Ini Efeknya pada Kejiwaan
Detik.com Jenis Media: Kesehatan
Viral selebgram yang juga mantan atlet anggar Cut Intan Nabila dengan berani mengungkap kasus KDRT yang dilakukan oleh suaminya, Armor Toreador. Melalui akun Instagramnya, ia membagikan cuplikan rekaman CCTV aksi kekerasan yang dilakukan oleh sang suami.
Terkait dampak psikologis yang mungkin dialami, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memastikan akan ada trauma healing untuk korban. Pendampingan akan diberikan oleh Polda Jawa Barat, sebagai bentuk dukungan moral.
"Peristiwa ini tentunya perlu menjadi atensi, pasalnya dapat menimbulkan trauma berkepanjangan," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam keterangannya Rabu, (14/8/2024).
"Bahkan dapat mengganggu kesehatan jiwa serta mental apabila tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Karena itulah pemeriksaan kesehatan dan trauma healing perlu dilakukan," lanjutnya.
Terlepas dari kejadian tersebut, psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menjelaskan KDRT dapat memberikan dampak yang begitu besar, baik pada pasangan sebagai korban hingga anak yang mungkin menyaksikan secara langsung aksi kekerasan tersebut.
Pada korban kekerasan secara langsung, Sari menuturkan KDRT dapat menimbulkan rasa trauma yang besar. Kekerasan dilihat sebagai ancaman bagi konsep diri, harga diri, ketenangan, hingga nyawa.
"(KDRT) bisa menyebabkan gangguan kecemasan, bisa menyebabkan depresi, perasaan tidak berharga, hingga menurunnya konsep diri pada korban secara signifikan," jelas Sari ketika dihubungi oleh detikcom, Rabu (14/8/2024).
Mirip pada orang dewasa, dampak KDRT pada anak juga dapat menyebabkan trauma yang besar. Namun, pada kasus anak, biasanya kejadian KDRT juga bisa berdampak buruk pada pembentukan kepribadian, karakter, dan cara berpikir pada anak.
Melihat secara langsung aksi kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dapat memengaruhi konsep 'standar ideal' bagaimana sebuah sebuah hubungan keluarga harusnya berjalan.
"Anak melihat standar yang terjadi sehari-hari seperti itu bisa berpengaruh pada konsepnya pada relationship maupun cara meregulasi emosi. Jadi pada anak-anak itu jauh lebih rentan meniru orang tuanya," katanya.
Menurut Sari, umumnya KDRT terjadi karena 'kebiasaan' dari pelaku. Ia mengatakan bibit-bibit aksi kekerasan itu biasanya sudah bisa nampak bahkan sebelum menikah.
Namun, ketika hubungan berlanjut ke arah yang serius dan masuk ke pernikahan, bentuk kekerasan yang dilakukan oleh pelaku akan lebih nampak terlihat.
"Sering kali sudah ada bibit-bibitnya sejak kecil, remaja, atau bahkan ketika pacaran. Mungkin makin lama makin naik level, mungkin dari yang awalnya kekerasan verbal, kemudian menjadi fisik setelah menikah. Itu banyak yang terjadi seperti begitu," tandasnya.
(avk/up)
Sentimen: negatif (100%)