Sentimen
Positif (99%)
11 Agu 2024 : 08.20
Informasi Tambahan

Institusi: Griffith University

Lukisan Cadas Tertua Dunia di Gua Sulsel Bisa Dilihat Online

Detik.com Detik.com Jenis Media: Tekno

11 Agu 2024 : 08.20
Jakarta -

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) bersama Griffith University merilis publikasi hasil riset berisikan hasil temuan gambar seni cadas tertua di dunia.

Temuan berusia 51.200 tahun di gua Leang Karampuang, Sulawesi Selatan, Indonesia ini diumumkan BRIN Juli lalu. Selanjutnya, BRIN bekerja sama dengan Google Arts & Culture merilis platform digital yang memuat gambar seni cadas tersebut.

Platform ini diluncurkan di salah satu sesi rangkaian acara INARI Expo 2024 di KST Soekarno, Cibinong, Jawa Barat, yang berlangsung 8-11 Agustus. Kepala Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim Dan Budaya Berkelanjutan BRIN Marlon Nicolay Ramon Ririmasse mengungkap, kerja sama pengembangan platform digital yang memuat gambar seni cadas ini sudah dilakukan sejak tahun 2020.

Setidaknya, kata Marlon, ada dua hal prinsip yang membuka kolaborasi terkait dengan nilai penting situs-situs gambar cadas di Indonesia. Pertama, terkait dengan keberlanjutan dan kelestarian dari situs-situs penting tersebut di tengah dinamika berbagi ancaman kerusakan.

"Seperti perubahan iklim, degradasi lingkungan dan situs, pertumbuhan penduduk, dan dinamika sosial. Termasuk juga yang cukup mengemuka di Indonesia adalah dampak pembangunan dan industri ekstraktif. Hingga keterbatasan terkait dengan skema pengelolaan yang berkelanjutan," ujarnya.

Kedua, terkait dengan bagaimana segenap pengetahuan penting tentang warisan budaya yang ada di Indonesia melalui hasıl-hasil riset arkeologi ini bisa diakses secara terbuka, mudah dipahami, dan mudah digunakan oleh masyarakat.

Soft launching gambar cadas tertua dunia versi Google Arts & Culture di INARI Expo 2024. Foto: BRIN

"Dalam hal ini, Google sebagai leading institusi di bidang teknologi informasi selama lebih dari satu dekade, sudah mengembangkan platform digital yang kita kenal sebagai Google Arts & Culture. Platform tersebut berkontribusi untuk pelestarian warisan budaya yang berkelanjutan, sekaligus menyediakan platform yang terbuka untuk diakses masyarakat secara luas," jelasnya.

Kepala OR Arbastra BRIN, Herry Jogaswara menuturkan tentang sejarah kerja sama yang dijalin cukup panjang. "Sekitar 2015-2019 ada kegiatan riset di Sulawesi dan menghasilkan temuan yang sangat signifikan. Pada saat itu masih dengan Puslit Arkenas (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) hingga ketika melebur ke BRIN, kita teruskan di tahun 2022 kerja sama dengan Google Art and Culture," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa kegiatan seperti ini, termasuk temuan-temuan penting. Seperti gambar seni cadas menunjukkan bahwa riset itu tidak bisa dilakukan dalam waktu yang sebentar. Menurutnya, riset yang baik, yang menemukan temuan signifikan memang harus dilakukan secara berkesinambungan, kolaboratif, dan dilakukan dengan banyak pihak.

Herry menambahkan, pihaknya juga akan merintis kegiatan kerja sama lain ke depannya dengan Google, khususnya dengan Google Indonesia. Seperti hal terkait kebahasaan lantaran bahasa terancam punah, penggunaan bahasa sehari-hari di dalam korpus, dan sebagainya.

Hal menarik lainnya adalah partisipasi swasta di dalam kegiatan warisan budaya yang ada di Indonesia. "Bicara mengenai CRM (Cultural Resource Management) yang memperlihatkan kegiatan warisan budaya, maka perlu melibatkan aktor-aktor swasta atau di luar pemerintah. Karena mereka punya banyak sumberdaya," tuturnya.

Manager Government dan Relasi Publik dari Google Indonesia, Agung Pamungkas membenarkan menyampaian Herry. "Indonesia, khususnya BRIN punya informasi. Tapi, kami di Google punya teknologi yang bisa mendorong pemerintah maupun organisasi lain untuk bisa mengakses teknologi itu. Jadi kuncinya adalah akses," ujarnya.

Agung menjelaskan, Google Arts & Culture sebagai sebuah inisiatif nirlaba mempunyai tujuan promosi kebudayaan dan kesenian. Untuk itu, pihaknya ingin memberikan akses kepada seluruh masyarakat agar bisa mengakses bahasa, kebudayaan, dan kesenian.

"Melalui proyek ini, kami sangat senang mengumumkan bahwa Google Arts & Culture sangat apresiatif dan ingin terus berkolaborasi. Masih banyak hal yang ingin kami eksplorasi ke depannya bersama pemerintah, khususnya BRIN," urainya.

Dalam acara softlaunching pada Jumat (9/8), turut hadir periset OR Arbastra Adhi Agus Oktaviana dan Profesor Arkeologi Griffith University Adam Brumm. Keduanya berbagi pengalaman selama melakukan riset dan menghasilkan temuan gambar seni cadas tertua di dunia tersebut.

Saat ini platform digital Google Arts & Culture yang memuat gambar seni cadas tertua di dunia ini sudah dapat di akses pada laman https://artsandculture.google.com/project/the-first-artists/expedition

Namun, sementara yang sudah tersedia baru ada empat stories, sedangkan yang sedang dalam proses finalisasi akan ada sekitar lebih dari 30 stories. Rencananya, peluncuran platform secara utuh akan dilakukan September 2024.


(rns/rns)

Sentimen: positif (99.9%)