Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Olimpiade
Kab/Kota: Bangka, Semarang, Yogyakarta, Paris, Kemayoran
Tokoh Terkait
9 Sejarah Panjang Sang Saka Merah Putih: Dijahit Fatmawati Soekarno, Dibuat Duplikat Sejak 1969 Nasional
Kompas.com Jenis Media: Metropolitan
Sejarah Panjang Sang Saka Merah Putih: Dijahit Fatmawati Soekarno, Dibuat Duplikat Sejak 1969 Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Duplikat bendera pusaka merah putih menjadi perhatian masyarakat Indonesia pada Sabtu (10/8/2024). Pasalnya, untuk pertama kalinya duplikat bendera tersebut dibawa dari Jakarta menuju ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Melalui prosesi kirab jalur darat yang disambung dengan penerbangan, duplikat bendera bersama naskah proklamasi akhirnya tiba di Istana Negara IKN pada Sabtu sore waktu setempat. Duplikat bendera lalu disimpan di Istana Negara dan akan dikibarkan dalam upacara peringatan Hari Ulang Tahun ke-79 Republik Indonesia pada 17 Agustus mendatang. Sebagaimana diketahui, sebelum dibuat duplikatnya, bendera pusaka merah putih memiliki sejarah panjang. Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam mengungkapkan, mulanya bendera pusaka merah putih yang asli dijahit oleh Ibu Negara Indonesia pertama, Fatmawati Soekarno pada 1944. Bendera dibuat dengan menggabungkan kain merah dan kain putih yang dijahit. Bendera pusaka itu memiliki ukuran lebar 2 meter dan panjang 3 meter. Pada hari kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945 bendera buatan Ibu Fatmawati dikibarkan dalam upacara detik-detik proklamasi di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta Pusat. "Bendera pusaka dijahit oleh Fatmawati pada 1944 dan kemudian saat 1946 Bung Karno (Presiden RI pertama Soekarno) terpaksa harus memindahkan ibu kota negara ke Yogyakarta. Naik kereta api bendera merah putih itu dibawa," ujar Asvi dilansir dari siaran Kompas TV pada Sabtu. "Kemudian bendera itu dikibarkan di Gedung Agung Istana Kepresidenan Yogyakarta," lanjutnya. Pada 1948, Belanda melancarkan agresi militer II ke Kota Yogyakarta. Saat itu Presiden Soekarno merasa khawatir dengan keselamatan bendera pusaka. Soekarno khawatir bendera merah putih itu akan disita dan dirobek oleh Belanda sehingga kemudian menitipkannya kepada ajudannya. "Kemudian Bung Karno menitipkan kepada ajudannya, Husein Mutahar. Dan Husein ini kemudian berpikir bahwa tidak aman bahwa bendera itu dalam keadaan yang utuh gitu. Jadi dia memasukkan bendera itu ke dalam koper (dalam kondisi) sudah dibagi dua," ungkap Asvi. Menurutnya, saat itu Husein Mutahar terlebih dulu melepas jahitan pada bendera pusaka. Tujuannya agar saat dimasukkan ke koper hanya terlihat seperti lembaran kain biasa. "Jadi orang sudah tidak melihat itu sebagai bendera. Gitu. Dan itu yang dibawa ketika Husein Mutahar ditangkap sampai ke Semarang. Dan dari Semarang Husein Mutahar yang bisa lolos (dari penangkapan) itu menuju Jakarta," kata Asvi. Sesampainya di Jakarta, lembaran bendera yang terpisah itu lantas disatukan kembali. Husein Mutahar meminjam mesin jahit seorang dokter perempuan untuk menjahit lembaran kain merah dan kain putih agar bisa tersambung sebagai bendera seperti sedia kala. Setelahnya, bendera merah putih dititipkan kepada Soedjono untuk dikembalikan kepada Presiden Soekarno yang saat itu sedang dalam pengasingan di Bangka. "Jadi bendera pusaka itu dibawa ke Bangka. Dari Bangka ketika Bung Karno kembali ke Yogyakarta pada Juli 1949 bendera itu kembali dibawa ke Yogyakarta dan dikibarkan di Yogyakarta," ujar Asvi. Setelah itu, bendera pusaka dibawa kembali ke Jakarta oleh Soekarno. "Menariknya pada 28 Desember 1949, saat itu Bung Karno pindah kembali ke Jakarta. Naik pesawat dari Yogyakarta ke Kemayoran. Yang menarik adalah bendera itu, yang ditaruh di dalam peti itu dalam pesawat adalah yang pertama kali dikeluarkan (dari pesawat) ketika pesawat mendarat di Bandara Kemayoran, bukan Soekarno," jelas Asvi. "Dan rakyat yang menunggu Bung Karno di lapangan (Bandara Kemayoran) berjubel melihat yang keluar pertama kali adalah bendera merah putih. Jadi ini memperlihatkan kebanggaan dan penghargaan terhadap bendera," tuturnya. Sejak saat itu, bendera pusaka merah putih dikibarkan di halaman Istana Merdeka, Jakarta. Bendera tersebut juga digunakan pada upacara peringatan HUT RI setiap 17 Agustus sampai pada tahun 1968. Asvi menjelaskan bendera pusaka merah putih yang dijahit Fatmawati Soekarno terkahir kali dikibarkan di halaman Istana Merdeka Jakarta pada 1968. Setelah itu, bendera diistirahatkan karena kondisinya yang sudah tidak memungkinkan untuk dikibarkan. Antara lain karena warnanya sudah memudar dan mengalami penyusutan karena sudah dikibarkan selama belasan tahun. "Jadi setelah tahun 1968 itu bendera itu istirahat gitu ya. Karena kondisinya yang sudah tak memungkinkan lagi untuk dikibarkan dan warnanya juga sudah sedikit berubah," kata Asvi. "Kemudian tahun 1969 untuk pertama kalinya dibuat duplikat bendera pusaka itu dan kemudian dibagikan ke seluruh gubernur di seluruh Indonesia," ungkapnya. Duplikat bendera merah putih itu kemudian dikibarkan di halaman Istana Merdeka sejak 1969 hingga 1984. Lalu setelah itu dibuat duplikat kedua dari bendera pusaka merah putih yang dipakai sejak 1985 hingga 2014. Setelahnya dibuat lagi duplikat yang ketiga dari bendera pusaka merah putih itu. "Dan sekarang duplikat yang keempat. Karena setelah sekian tahun ya, bendera itu tentunya sudah, warnanya tentu sudah memudar dan lain-lain," katanya. Lebih lanjut Asvi menjelaskan ada makna tersendiri dari kegiatan kirab duplikat bendera pusaka dari Monas menuju ke IKN pada Sabtu itu. Yakni menguatkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia. Terlebih beberapa hari lalu bendera merah putih telah berkibar di Olimpiade Paris saat para atlet Indonesia meraih medali emas dan perunggu. "Ini peristiwa yang diadakan, yang sekali lagi membangkitkan nasionalisme kita. Kita juga tahu bahwa di Olimpiade ketika kita peroleh medali itu diperdengarkan lagu Indonesia Raya dan bendera merah putih itu dikibarkan," ungkap Asvi. "Jadi ada lambang itu yang memperlihatkan bahwa kita hadir di dunia. Kita berprestasi juga di dunia. Nah ini yang saya lihat," tegasnya. Asvi menambahkan, dikibarkannya duplikat bendera pusaka dalam upacara HUT RI ke-79 di IKN pada 17 Agustus 2024 juga merupakan penanda bahwa bangsa Indonesia terus melanjutkan kehidupan. "Bangsa ini dulunya pernah berjuang dan sekarang akan terus meneruskan kehidupan berbangsa," tambahnya. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (79.8%)