Sentimen
9 Agu 2024 : 15.12
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Hewan: buaya
Kab/Kota: Pasar Minggu, Lubang Buaya
Tokoh Terkait
Kotak Kosong pada Pilkada Jakarta, Warga: Tak Ada Oposisi, Semua Partai Mengekor Kekuasaan Megapolitan 9 Agustus 2024
Kompas.com Jenis Media: Metropolitan
9 Agu 2024 : 15.12
Kotak Kosong pada Pilkada Jakarta, Warga: Tak Ada Oposisi, Semua Partai Mengekor Kekuasaan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com - Karyawan swasta asal Lubang Buaya, Bachtiarudin Alam (28), mengatakan, rakyat akan menjadi korban kemunduran demokrasi jika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta hanya melawan kotak kosong. Sebab, jika semua parpol bergabung dalam satu koalisi, artinya tidak ada pihak yang menjadi oposisi. “Itulah realitas politik yang ada. Ketika tidak ada ada oposisi, maka semua partai hanya ingin mengekor kepada kekuasaan,” kata Bachtiarudin kepada Kompas.com , Jumat (9/8/2024). “Yang jadi korban adalah rakyat, karena disajikan hasil politik pragmatis demi kepentingan para elite partai politik,” tutur dia. Padahal, Bachtiarudin berujar, masih banyak calon pemimpin yang memiliki basis suara di Jakarta. Sayangnya, potensi itu bisa tenggelam begitu saja demi kepentingan parpol. “Dalam demokrasi, memang semua ditentukan oleh rakyat. Tapi kan, soal siapa saja yang bakal dipilih, itu ditentukan partai,” ucap Bachtiarudin. Pengemudi ojek online (ojol) bernama Herman (60) berpendapat, potensi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta melawan kotak kosong sangat tidak baik untuk keberlangsungan demokrasi. Pasalnya, masyarakat tidak memiliki pilihan dalam menentukan pemimpinnya. “Pilkada Jakarta yang berpotensi melawan kotak kosong, ya enggak baik sih buat demokrasi. Soalnya, masyarakat enggak bisa memilih,” kata Herman. “Kalau lebih banyak pasangan, lebih bagus demokrasinya, lebih kelihatan. Masyarakat bisa memilih,” ujar Herman. Herman justru mengungkit soal pilkada di masa lalu yang diangkat oleh presiden setelah diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi. “Kalau satu doang, itu bukan demokrasi. Lebih baik ditunjuk saja langsung sama presiden kayak dulu, bukan masyarakat yang pilih,” celoteh dia.
Senada dengan Herman, sopir angkot di Pasar Minggu bernama Hasan Basri (55) keberatan jika Pilkada Jakarta hanya satu paslon saja. Alasan Hasan juga serupa dengan Herman, yakni demokrasi. “Saya tidak setuju, soalnya percuma negara kita demokrasi kalau cuma satu paslon. Apa gunanya kita hidup di zaman demokrasi kalau hanya satu paslon?” ujar Hasan. Diberitakan sebelumnya, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang kini telah sepakat mengusung Ridwan Kamil diprediksi bakal melawan kotak kosong pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Daerah Khusus Jakarta 2024. KIM Plus merupakan koalisi partai politik yang beranggotakan anggota KIM ditambah partai politik di luar anggota KIM. Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut hal itu mungkin saja terjadi apabila Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergabung dengan KIM Plus. "Saya kira publik menganggap tiga partai di luar KIM dan PDI-P sangat mungkin berkoalisi dengan kubu KIM. Jika itu terjadi maka bisa dipastikan Pilkada Jakarta akan melawan kotak kosong," kata Adi dalam Obrolan Newsroom di Youtube Kompas.com, Selasa (6/8/2024). Adi menilai bahwa sikap ketiga partai politik tersebut belakangan ini mulai berubah, terutama terkait dengan arah dukungan terhadap Anies Baswedan. Nasdem, misalnya. Pernyataan Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni yang mengatakan bahwa partainya belum tentu memberikan rekomendasi kepada Anies menjadi indikasi terjadinya perubahan sikap politik. Perubahan yang sama juga terjadi di tubuh PKB yang sejak awal telah pasang badan mendukung Anies. Namun, sikap tersebut belakangan ini berubah setelah PKS mengajukan sosok Sohibul Iman untuk menjadi calon pendamping Anies. "PKB sekali pun paling awal menyatakan dukungan ke Anies, itu kan belakangan tidak terlalu ngotot, bahkan tidak happy ketika ada proposal politik dari PKS tentang duet Anies dan Sohibul Iman," ujar Adi. Adi menambahkan, perubahan sikap juga terjadi pada PKS yang baru-baru ini memberikan batas waktu kepada Anies untuk bisa menjaring partai politik. Menurutnya, adanya permintaan batas waktu tersebut menunjukkan perubahan sikap PKS terhadap Anies. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
JAKARTA, KOMPAS.com - Karyawan swasta asal Lubang Buaya, Bachtiarudin Alam (28), mengatakan, rakyat akan menjadi korban kemunduran demokrasi jika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta hanya melawan kotak kosong. Sebab, jika semua parpol bergabung dalam satu koalisi, artinya tidak ada pihak yang menjadi oposisi. “Itulah realitas politik yang ada. Ketika tidak ada ada oposisi, maka semua partai hanya ingin mengekor kepada kekuasaan,” kata Bachtiarudin kepada Kompas.com , Jumat (9/8/2024). “Yang jadi korban adalah rakyat, karena disajikan hasil politik pragmatis demi kepentingan para elite partai politik,” tutur dia. Padahal, Bachtiarudin berujar, masih banyak calon pemimpin yang memiliki basis suara di Jakarta. Sayangnya, potensi itu bisa tenggelam begitu saja demi kepentingan parpol. “Dalam demokrasi, memang semua ditentukan oleh rakyat. Tapi kan, soal siapa saja yang bakal dipilih, itu ditentukan partai,” ucap Bachtiarudin. Pengemudi ojek online (ojol) bernama Herman (60) berpendapat, potensi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta melawan kotak kosong sangat tidak baik untuk keberlangsungan demokrasi. Pasalnya, masyarakat tidak memiliki pilihan dalam menentukan pemimpinnya. “Pilkada Jakarta yang berpotensi melawan kotak kosong, ya enggak baik sih buat demokrasi. Soalnya, masyarakat enggak bisa memilih,” kata Herman. “Kalau lebih banyak pasangan, lebih bagus demokrasinya, lebih kelihatan. Masyarakat bisa memilih,” ujar Herman. Herman justru mengungkit soal pilkada di masa lalu yang diangkat oleh presiden setelah diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi. “Kalau satu doang, itu bukan demokrasi. Lebih baik ditunjuk saja langsung sama presiden kayak dulu, bukan masyarakat yang pilih,” celoteh dia.
Senada dengan Herman, sopir angkot di Pasar Minggu bernama Hasan Basri (55) keberatan jika Pilkada Jakarta hanya satu paslon saja. Alasan Hasan juga serupa dengan Herman, yakni demokrasi. “Saya tidak setuju, soalnya percuma negara kita demokrasi kalau cuma satu paslon. Apa gunanya kita hidup di zaman demokrasi kalau hanya satu paslon?” ujar Hasan. Diberitakan sebelumnya, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang kini telah sepakat mengusung Ridwan Kamil diprediksi bakal melawan kotak kosong pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Daerah Khusus Jakarta 2024. KIM Plus merupakan koalisi partai politik yang beranggotakan anggota KIM ditambah partai politik di luar anggota KIM. Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menyebut hal itu mungkin saja terjadi apabila Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergabung dengan KIM Plus. "Saya kira publik menganggap tiga partai di luar KIM dan PDI-P sangat mungkin berkoalisi dengan kubu KIM. Jika itu terjadi maka bisa dipastikan Pilkada Jakarta akan melawan kotak kosong," kata Adi dalam Obrolan Newsroom di Youtube Kompas.com, Selasa (6/8/2024). Adi menilai bahwa sikap ketiga partai politik tersebut belakangan ini mulai berubah, terutama terkait dengan arah dukungan terhadap Anies Baswedan. Nasdem, misalnya. Pernyataan Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni yang mengatakan bahwa partainya belum tentu memberikan rekomendasi kepada Anies menjadi indikasi terjadinya perubahan sikap politik. Perubahan yang sama juga terjadi di tubuh PKB yang sejak awal telah pasang badan mendukung Anies. Namun, sikap tersebut belakangan ini berubah setelah PKS mengajukan sosok Sohibul Iman untuk menjadi calon pendamping Anies. "PKB sekali pun paling awal menyatakan dukungan ke Anies, itu kan belakangan tidak terlalu ngotot, bahkan tidak happy ketika ada proposal politik dari PKS tentang duet Anies dan Sohibul Iman," ujar Adi. Adi menambahkan, perubahan sikap juga terjadi pada PKS yang baru-baru ini memberikan batas waktu kepada Anies untuk bisa menjaring partai politik. Menurutnya, adanya permintaan batas waktu tersebut menunjukkan perubahan sikap PKS terhadap Anies. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (61.5%)