Kabut Asap dan Kekeringan Menghantui Warga Jambi
Liputan6.com Jenis Media: Regional
Liputan6.com, Jambi - Aprilia memutar kran air di kamar mandi, setelah seharian masker rambut membungkus kepalanya. Kran telah dibuka, namun air tak kunjung mengalir. Niat membilas rambutnya pun urung.
"Astaga air habis," kata Aprilia, Rabu (7/8/2024).
Sumur di rumah Aprilia kering, sebab hujan sudah sebulan ini tidak kunjung membasahi Kota Jambi. Dia pun harus menunggu dua jam agar air kembali terisi. Ativitas pagi hari itu harus tertunda.
Musim kemarau yang dihadapi oleh masyarakat Kota Jambi telah membawa ketiadaan air untuk aktivitas mandi, cuci kakus. Belum lagi saat kemarau tiba, sebagian besar penduduk Jambi dihantui bencana kabut asap.
Tak haya di ibu kota Provinsi Jambi. Bergeser ke Kabupaten Muaro Jambi, musim kemarau di daerah ini telah menyulut api dan menyebabkan kebakaran. Daerah yang sebagian besarnya merupakan lahan gambut, mengering dan rentan mengalami kebakaran.
“Luas lahan yang terbakar berdasarkan analisis citra satelit sentinel 2 yang dilakukan oleh Tim GIS KKI Warsi yaitu seluas 357 ha lahan dan hutan. Berdasarkan sebarannya terjadi di areal gambut dan tanah mineral yang terindikasi ada konflik lahan,” kata Adi Junedi Direktur KKI Warsi.
Tahun ke tahun, saat musim kemarau kebakaran hutan dan lahan terus berulang terjadi di Provinsi Jambi. Kejadian tahun ini dan tahun sebelumnya menjadi catatan buruk dalam pengelolaan hutan di Provinsi Jambi, yang terus mengalami degradasi dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2015 dan 2019 kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan kabut asap sangat pekat. Bencana kabut asap itu bahkan telah melumpuhkan penerbangan, perekonomian terpuruk, dan kesehatan masyarakat sangat terganggu.
Provinsi Jambi kehilangan hutan sebanyak 73 persen dalam 50 tahun terakhir. Catatan KKI Warsi, pada 1973 tutupan hutan Jambi tercatat 3,4 juta hektare. Namun pada 2023, tutupan hutan di Jambi hanya tinggal 922.891 hektare. Kehilangan ini awalnya disebabkan perubahan kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain, pemukiman, dan perkebunan.
Saat ini, kebakaran hutan dan lahan terus mengancam kawasan hutan tersisa. Kebakaran hutan di Jambi hampir selalu diakibatkan oleh ulah manusia sebagai bagian dari upaya pembukaan lahan, namun menyebar di luar kendali karena cuaca kering dan panas, dan diperburuk dengan perubahan iklim.
“Hutan menjadi salah satu benteng terakhir kita dalam mengendalikan dampak perubahan iklim. Namun, juga menjadi faktor yang memperburuk perubahan iklim apabila terus mengalami kebakaran,” kata Adi Junedi.
Kebakaran hutan merupakan penyumbang utama emisi karbon global dan menyebabkan pemanasan melalui efek rumah kaca. Apabila terus terjadi kebakaran hutan, emisi yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga memicu pemanasan global dan peningkatan suhu atau yang disebut dengan perubahan iklim.
Pun sebagai sesuatu yang berkelindan dan berkait, perubahan iklim pun memperparah terjadinya kebakaran hutan. Badai dan peningkatan suhu membuat kebakaran hutan sulit dikendalikan.
Stasiun Klimatologi Jambi di Kabupaten Muaro Jambi mencatat bahwa perubahan iklim sudah nyata terjadi. Pada tahun 2023 suhu absolut maksimum atau absolut maximum temperatur (TXx) di daerah ini mencapai 36.1 derajat celcius.
Sementara di Kota Jambi rata-rata suhu maksimal mencapai 36.4 derajat Celsius. Kabupaten Kerinci--daerah daratan tinggi Bukit Barisan rata-rata suhu maksimal mencapai 32.8 derajat Celsius.
“Kondisi hari ini kita terjepit oleh perubahan iklim. Kebakaran hutan menyebabkan perubahan iklim. Begitupun sebaliknya, satu-satunya upaya kita adalah menjaga hutan yang tersisa saat ini agar tidak mengalami kebakaran,” kata Adi Junedi.
Sentimen: negatif (100%)