Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pertamina
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Kasus Mafia Migas, KPK Periksa Eks Direktur Keuangan Pertamina
Bisnis.com Jenis Media: Metropolitan
Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Frederick ST Siahaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Servicces Pte. Ltd atau PES, Selasa (6/8/2024).
Frederick juga merupakan mantan komisaris PES. Dia hadir dan diperiksa bersama tiga saksi lainnya dari lingkungan Pertamina pada kasus mafia migas tersebut.
Mereka adalah VP Power & NRE Direktorat Gas, Energi Baru & Terbarukan Pertamina Ginanjar Sofyan, Senior Analyst Downstream Pertamina Imam Mul Akhyar serta Account Receivables Manager PT Pertamina Iswinan Dwi Yunanto.
"[Empat saksi] hadir semua. Penyidik mendalami supply chain pembelian minyak bumi [crude oil] dan BBM," jelas Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Selasa (6/8/2024).
Adapun dalam catatan Bisnis, Frederick juga pernah terseret kasus lain di lingkungan Pertamina yaitu terkait dengan investasi Blok Basker Mantan Gummy (BMG) pada 2009.
Namun, kasus itu ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia lalu dijatuhi hukuman pidana penjara selama delapan tahun di pengadilan tingkat pertama, namun akhirnya dilepaskan di tingkat kasasi.
Pada kasus Blok BMG, Frederick juga diadili bersama dengan mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Karen juga divonis lepas pada tingkat kasasi, kendati saat ini kembali dijatuhi hukuman bui sembilan tahun di kasus LNG.
Kasus Mafia Migas Belum SelesaiKPK pun melanjutkan penyidikan perkara yang sebelumnya diumumkan ke publik sejak 2019. Lembaga antirasuah itu mengakui bahwa penanganan kasus mafia migas itu membutuhkan lebih banyak waktu.
Menurut KPK, penanganan perkara yang menjerat mantan Managing Director PES sekaligus bekas Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited (Petral) Bambang Irianto berlangsung lama karena meliputi lintas yurisdiksi.
"Info terakhir, karena ini ada kaitannya dengan negara lain dan lintas yurisdiksi, butuh waktu dan butuh menyamakan persepsi. Tentunya tiddak semudah kalau undang-undangnya atau aturannya sama," ujar Tessa kepada wartawan pada kesempatan terpisah, dikutip Minggu (4/8/2024).
Berdasarkan catatan Bisnis, lembaga antirasuah sebelumnya mengumumkan status hukum Bambang Irianto pada September 2019 lalu. Saat itu, KPK masih dipimpin oleh Agus Rahardjo cs.
KPK menduga Bambang Irianto menerima suap US$2,9 juta yang diterima sejak 2010 sampai dengan 2013. Suap diduga diterima melalui rekening penampungan dari perusahaan yang didirikannya bernama SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan di British Virgin Island, sebuah kawasan bebas pajak.
Uang suap itu diduga berkaitan dengan bantuan yang diberikan Bambang kepada pihak Kernel Oil atas kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada PES atau Pertamina di Singapura dan pengiriman kargo.
Bambang dalam perkara ini diduga menggelar pertemuan dengan perwakilan Kernel Oil Pte. Ltd. (Kernel Oil) yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES/PT Pertamina.
Pada saat itu, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan Pertamina yang diikuti oleh National Oil Company (NOC), Major Oil Company, Refinery, maupun trader.
Kemudian, pada periode 2009 hingga Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES/PT Pertamina.
Namun, tersangka Bambang selaku VP Marketing PES saat itu malah membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.
Sebagai imbalannya, diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri.
Tersangka Bambang juga diduga mendirikan SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan hukum di British Virgin Island untuk menampung uang suap tersebut. Bambang bersama sejumlah pejabat PES diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, yang salah satunya adalah NOC.
Namun, pada akhirnya pihak yang menjadi mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC) yang diduga merupakan sebuah perusahaan bendera yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil.
Diduga, perusahaan ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerja sama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil.
Tersangka Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina.
Sentimen: negatif (99.8%)