Sentimen
Positif (99%)
6 Agu 2024 : 11.06
Informasi Tambahan

Grup Musik: BTS

ISAT Menunggu Regulasi FTS Airbus-MTEL, Tahan Diri untuk Adopsi

6 Agu 2024 : 11.06 Views 12

Bisnis.com Bisnis.com Jenis Media: Tekno

Bisnis.com, JAKARTA - PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Indosat Tbk. (ISAT) menyatakan terbuka dengan kehadiran teknologi baru seperti Flying Tower System (FTS) yang milik Aalto (Airbus). Namun untuk menggunakan produk tersebut secara masif, keduanya memiliki sejumlah pertimbangan.

Group Head Network Planning & Design XL Axiata Fadly Hamka  mengatakan sebagai salah satu operator seluler FTS atau Haps dapat menjadi  solusi inovatif untuk memperluas jangkauan jaringan dan mengatasi kesenjangan digital, namun demikian ada beberapa tantangan teknis yang harus diperhatikan sebelum melakukan adopsi teknologi ini.

Misalnya daya tahan dan sumber energi, biaya pengembangan dan operasional serta regulasi penerbangan dan spektrum.

“Kami tertarik untuk adopsi teknologi jika semua tantangan teknis sudah tersolusikan dengan baik dan TCO (total cost ownership)  yang kompetitif dibandingkan dengan teknologi NTN (non terrestrial network) yang ada saat ini seperti LEO satelit,” kata Fadly kepada Bisnis, Selasa (6/8/2024).

Sementara itu masih memantau Flying Tower System (FTS) atau BTS Terbang yang disediakan oleh Mitratel (MTEL) bekerja sama dengan Airbus.

“Perusahaan senantiasa terbuka terhadap penerapan teknologi baru untuk mempercepat pemerataan akses internet dan digitalisasi di Tanah Air,” kata SVP Head of Corporate Communications Indosat Ooredoo Hutchison Steve Saerang kepada Bisnis, Jumat (2/8/2024).

Steve mengatakan strategi ini sejalan dengan misi Indosat dalam menghadirkan pengalaman digital kelas dunia, menghubungkan dan memberdayakan masyarakat Indonesia.

Indosat, lanjut Steve, secara berkala mengkaji strategi untuk memperluas dan meningkatkan kualitas jaringan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.

“Termasuk mengimplementasikan berbagai inovasi teknologi terkini pada infrastruktur jaringan kami,” kata Steve.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan Haps atau FTS Airbus dapat menjadi teknologi untuk ‘melawan’ keperkasaan Starlink pemain dominan satelit LEO.

Namun, teknologi ini masih perlu pembuktian bahwa mereka andal dan dapat berjalan efektif khususnya perihal frekuensi.

Sebagai informasi, World Radiocommunication Conference (WRC) 2023 memutuskan wahana dirgantara super atau High Altitude Platform Station (HAPS) dapat beroperasi di Indonesia dengan menggunakan empat frekuensi di pita 900 MHz, 1800 MHz, 2,1 GHz dan 2,6 GHz.

Konsep awal Haps, berupa pesawat nirawak atau balon yang dapat mengangkut base transceiver station (BTS) 4G di ketinggian 18 km-25 Km (stratosphere) atau lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian satelit orbit rendah, seperti Starlink, yang sekitar 550 km.

“Yang jelas kan harus uji coba dulu. ada penetapan bisa uji coba di frekuensi mana, wilayah mana dan kapan. Kemudian tentunya ada parameter keberhasilan uji coba itu apa saja,” kata Heru.

Mengenai frekuensi, Heru menuturkan untuk frekuensi 900, 1800 dan 2100 MHz saat ini dalam kondisi dipakai dan dialokasikan ke operator telekomunikasi seluler. Ada peluang menggunakan frekuensi 2,6 GHz yang digunakan untuk satelit SES-7.

“Satelit ini bukan satelit Indonesia sehingga bisa dicabut penggunaan frekuensi nya dan slot orbitnya,” kata Heru.

Sentimen: positif (99.9%)