Sentimen
31 Jul 2024 : 06.01
Informasi Tambahan
Kasus: kekerasan seksual
Tokoh Terkait
Emanuel Melkiades Laka Lena
PP Kesehatan Atur soal Syarat dan Ketentuan Aborsi Nasional 31 Juli 2024
Kompas.com Jenis Media: Nasional
31 Jul 2024 : 06.01
PP Kesehatan Atur soal Syarat dan Ketentuan Aborsi
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
- Pemerintah membolehkan
aborsi
dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam Pasal 116 disebutkan bahwa aborsi tidak boleh dilakukan, kecuali ada indikasi kedaruratan medis, merupakan korban tidak pidana perkosaan atau tidak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.
Pasal 116 berbunyi, "
setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana
”.
Kemudian, pemerintah menjelaskan bahwa indikasi kedaruratan medis yang dimaksud adalah mengancam kesehatan ibu atau janin mengalami cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga kesempatan hidup kecil jika dilahirkan.
Pada Pasal 122 juga diatur bahwa aborsi hanya bisa dilakukan atas persetujuan perempuan hamil dengan persetujuan suaminya, kecuali korban tidak pidana perkosaan dan tidak pidana kekerasan seksual lainnya.
Sementara itu, bagi korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya, pemerintah mengatur bahwa harus ada surat keterangan dari penyidik tentang adanya dugaan perkosaan atau kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.
Pada Pasal 118 juga disebutkan bahwa harus ada surat keterangan dari dokter tentang usia kehamilan sesuai kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Kemudian, Pasal 120 mengatur, mengenai adanya tim pertimbangan dan dokter yang memutuskan apakah perlu dilakukan aborsi karena adanya indikasi kedaruratan medis atau kehamilan karena tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan sesual lainnya.
Pemerintah melalui PP Nomor 28 Tahun 2024 juga mengatur bahwa pelayanan aborsi hanya boleh dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang memenuhi sumber daya kesehatan sesuai standar yang ditetapkan oleh menteri.
Selain itu, aborsi hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis yang sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Pada Pasal 123 mengatur bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan harus memberikan pendampingan dan konseling sebelum aborsi dilakukan.
Namun, PP tersebut juga mengatur bahwa korban tindak pidana perkosaan dan tindak pidana seksual lainnya boleh memutuskan tidak melakukan aborsi. Terhadap mereka harus diberikan pendampingan selama masa kehamilan, persalinan, dan pascapersalinan.
Sebagaimana diberitakan, UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memang mengatur mengenai aborsi pada Pasal 60.
Adapun salinan UU ini diterima
Kompas.com
dari anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Dia mendapatkan salinan tersebut dari Ketua Panja RUU Kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena.
Dikatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun, ada tiga kriteria terkait aborsi. Pertama, diperbolehkan dan hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan dibantu tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan wewenang.
Kedua, aborsi dapat dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes) yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.
Ketiga, aborsi dilakukan dengan persetujuan perempuan yang hamil dan dengan persetujuan suami. Kecuali, korban perkosaan.
Sementara itu, ketentuan pidana terkait aborsi diatur dalam Pasal 427 hingga 429. Pada Pasal 427 disebutkan bahwa setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan kriteria akan dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Adapun di Pasal 428 ayat (1), orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 60 pada seorang perempuan dengan persetujuannya, bisa dipidana lima tahun. Sedangkan bila tanpa persetujuan perempuan tersebut, akan dipidana 12 tahun.
Jika perbuatan aborsi dengan persetujuan itu mengakibatkan kematian perempuan, maka dipidana delapan tahun. Pidananya menjadi lebih berat mencapai 15 tahun jika aborsi tanpa persetujuan perempuan dan mengakibatkan kematian.
Tenaga medis juga bisa dijatuhi pidana terkait aborsi sebagaimana diatur dalam Pasal 429.
Pasal 429 ayat (1) mengatur, tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan tindak pidana dalam pasal 428, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
Mereka pun dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu yaitu hak memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan tertentu; dan/atau hak menjalankan profesi tertentu.
Namun demikian, pidana ini tidak berlaku bagi tenaga medis yang menangani korban pemerkosaan.
"
Tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 tidak dipidana
," bunyi Pasal 429 ayat (3).
Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (100%)