Sentimen
26 Jul 2024 : 19.19
Informasi Tambahan
Event: kongres luar biasa, Rezim Orde Baru
Kab/Kota: Surabaya
Kasus: HAM, Tragedi Kudatuli
Tokoh Terkait
Komnas HAM Masih Kaji Peristiwa "Kudatuli", Status Pelanggaran HAM Akan Dibahas Bersama DPR
26 Jul 2024 : 19.19
Views 1
Kompas.com Jenis Media: Metropolitan
Komnas HAM Masih Kaji Peristiwa "Kudatuli", Status Pelanggaran HAM Akan Dibahas Bersama DPR
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
- Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro mengatakan, pihaknya tengah menyelesaikan kajian
peristiwa Kudatuli
atau penyerangan terhadap kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDI) yang terjadi pada 27 Juli 1996 silam.
Setelahnya, hasil kajian tersebut akan dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Dari situ, Komnas HAM akan menentukan apakah peristiwa tersebut masuk sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak.
“Dalam tempo yang tidak terlalu lama, (diharapkan) kajiannya sudah selesai. Tetapi itu belum dibahas dan finalkan di tingkat paripurna,” ujar Atnike saat audiensi dengan perwakilan DPP PDI-P di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (26/7/2024).
Atnike mengeklaim, Komnas HAM menggarap kajian ini secara serius meski peristiwa penyerangan tersebut terjadi sekitar 28 tahun yang lalu.
"Kami berkomitmen serius untuk mengerjakan kajian maupun nanti apa langkah-langkah ke depan yang akan menjadi keputusan Komnas HAM" tutur Atnike.
Dalam kesempatan yang sama, elite DPP PDI-P mendesak Komnas HAM merekomendasikan peristiwa Kudatuli sebagai kasus pelanggaran HAM berat.
“Kami mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk merekomendasikan kepada pemerintah agar peristiwa penyerangan Kantor DPP PDI Pro Mega di Jalan Diponegoro nomor 58 Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996 ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM berat dan menjadi tanggung jawab pemerintah,” ujar Ketua DPP PDI-P Djarot Syaiful Hidayat saat berorasi di depan Kantor Komnas HAM.
Djarot menilai, penyerangan yang terjadi pada 27 Juli 1996 lalu itu merupakan bentuk intervensi politik pemerintah Orde Baru (Orba) kepada kubu PDI Pro Mega.
Saat itu, rezim Orba disebut mendorong massa pro Soerjadi untuk melakukan penyerangan.
“Akibat dari penyerangan tersebut Komnas HAM menemukan fakta, 149 orang luka-luka. 9 orang tewas dan 23 orang hilang,” lanjut Djarot.
Dia mengatakan, peristiwa Kudatuli masuk kategori kejahatan luar biasa karena ada enam jenis pelanggaran HAM di dalamnya.
Pelanggaran tersbut yaitu pelanggaran atas kebebasan berkumpul dan berserikat; pelanggaran atas kebebasan dari rasa takut; pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji dan tidak manusiawi; pelanggaran asas hak untuk hidup; pelanggaran asas hak atas rasa aman; dan pelanggaran asas perlindungan atas harta benda.
Sebelum menyampaikan tuntutan ke komisioner Komnas HAM, Djarot bersama keluarga para korban peristiwa Kudatuli lebih dahulu melakukan
long march
dari Kantor DPP PDI-P yang berada di Jalan Diponegoro nomor 58 ke kantor Komnas HAM.
Massa juga terlihat membawa foto-foto sosok yang masih hilang hingga sekarang, seperti Wiji Thukul, Herman Hendrawan, Suyat, dan Petrus Bima Anugrah.
“Tolong, Pak, Bu Komnas HAM usut tuntas 27 Juli 1996 Kudatuli,” tulis massa dalam salah satu poster yang mereka bawa.
Sejumlah lagu kebangsaan selama
long march
berlangsung. Salah satunya lagu "Gebyar-gebyar".
Adapun peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 terjadi karena ada perebutan kantor DPP PDI antara massa dari kubu Megawati Soekarnoputri dengan massa dari kubu Soerjadi.
Insiden yang menewaskan 5 orang dan menyebabkan 149 orang luka-luka serta 23 orang hilang itu disebut sebagai peristiwa Kudatuli yang merupakan akronim dari kerusuhan dua puluh tujuh Juli.
Kerusuhan berangkat dari dualisme kepemimpinan di tubuh PDI, yang diawali dari terpilihnya Megawati sebagai ketua umum (ketum) berdasarkan kongres luar biasa (KLB) di Surabaya.
Namun, beberapa saat setelahnya, Soerjadi yang sebelumnya menjabat sebagai ketua umum PDI juga juga menyatakan dirinya terpilih menjadi ketum partai berlambang banteng itu berdasarkan KLB Medan.
Saat kerusuhan terjadi, massa yang terlibat bentrok melakukan aksi pelemparan dan kekerasan yang berujung pada jatuhnya korban luka dan tewas.
Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (100%)