Plafon Pinjol Capai Rp 10 Miliar Dikhawatirkan Picu Peningkatan Judi Online
Beritasatu.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, Beritasatu.com - Wacana kenaikan plafon pinjaman online (pinjol) hingga Rp 10 miliar dikhawatirkan meningkatkan judi online. Direktur eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan judi online telah terbukti berdampak buruk bagi para pelaku maupun orang di sekitarnya.
"Karena banyak pinjol itu kemudian dipakai untuk judi online, yang sangat meresahkan hingga berakhir pada KDRT bahkan juga bunuh diri. Ini kan yang tidak bisa kita biarkan juga," ucap kata Heru kepada Beritasatu.com, Rabu (24/7/2025).
Ia menambahkan, mau tidak mau, diakui atau tidak, pinjol juga memberikan kontribusi untuk mendapatkan uang secara mudah yang kemudian untuk dipakai untuk judi online.
"Jangan sampai kemudian dengan angka yang lebih tinggi, yaitu Rp 10 miliar, yang bermain judi online juga akan semakin banyak. Maka, harus kita lihat secara bijaksana, kelebihan apa dan kekurangan apa," kata Heru.
Oleh karena itu, jika plafon pinjol naik hingga Rp 10 miliar, ia mengusulkan maka pemerintah harus membenahi regulasi.
"Kalau boleh usul memang kita harus membenahi semua aturan regulasi, kita Lakukan moratorium, hentikan sejenak pinjol," usul Heru.
Selain peningkatan judi online, Heru mengkhawatirkan meningkatnya kasus gagal bayar. Heru menyoroti tingkat pengembalian pinjaman dari masyarakat yang masih rendah atau bahkan banyak yang gagal bayar.
"Namun, di sisi lain, kita harus memahami bahwa begitu banyak kasus yang terkait dengan pinjaman online. Artinya bahwa yang dipinjamkannya itu harus dapat bertanggung jawab terhadap uang yang diterimanya untuk dikembalikan. Karena kalau kita lihat data-data tingkat pengembalian dari masyarakat terhadap pinjaman online ini juga yang bermasalah, yang mungkin akan dapat dikategorikan sebagai gagal bayar," jelas Heru.
Ia mengungkapkan bahwa terdapat Rp 67 triliun pembayaran pinjaman yang terkendala. Ia menduga, kendala tersebut diakibatkan uang pinjaman yang digunakan untuk kebutuhan barang konsumtif.
"Ketika barang tersebut habis dipakai kemudian merasa seolah tidak memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang yang didapat dari pinjaman. Selain itu, memang bunganya juga sangat besar. Walaupun kalau dihitung harian, bulanan, dihitung," pungkas Heru.
Sentimen: negatif (93.8%)