Sentimen
Negatif (88%)
20 Jul 2024 : 07.21
Tokoh Terkait
Elva Farhi Qolbina

Elva Farhi Qolbina

Guru Honorer yang Dipecat akibat "Cleansing": Kalau Istri Minta Uang Bulanan, Saya Jawab Apa?

20 Jul 2024 : 07.21 Views 1

Kompas.com Kompas.com Jenis Media: Metropolitan

Guru Honorer yang Dipecat akibat "Cleansing": Kalau Istri Minta Uang Bulanan, Saya Jawab Apa? Tim Redaksi JAKARTA, KOMPAS.com - Dipecat secara halus di tahun ajaran baru ini menjadi pukulan yang berat bagi 107 guru honorer di Jakarta karena kebijakan " cleansing ". Pemutusan kontrak massal ini membuat para guru honorer tak bisa lagi mengajar. Padahal, tupoksi mereka bisa dibilang lebih berat dibanding yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Kevin (bukan nama sebenarnya), seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri di Jakarta, menumpahkan keluh kesahnya menjadi salah satu guru yang diputus kontrak secara sepihak. Ia telah mengabdi selama 4,5 tahun. Tugasnya ternyata lebih dari hanya mencerdaskan anak bangsa. Ia kerap disuruh-suruh karena statusnya sebagai honorer. "Tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) kami (sebagai) guru honorer, lebih-lebih (banyak). Kalau lagi disuruh-suruh, ya saya sindir, ‘Babu nih’. Soalnya pekerjaannya lebih-lebih dari orang (guru berstatus) PNS," kata Kevin kepada Kompas.com , Kamis (18/7/2024).  Nyatanya, tenaga pengajar yang berstatus PNS justru bermalas-malasan. Beda halnya dengan guru honorer yang sigap bekerja ini dan itu. "Yang (statusnya) PNS (malah) malas-malasan. Apalagi yang tua-tua, diam doang, duduk, WhatsApp, suruh kerjain. Kenyataannya kayak gitu,” lanjut Kevin. Bukan maksud hati Kevin untuk merendahkan derajat guru berstatus lain. Tetapi, ia menginginkan Pemprov DKI Jakarta membuka mata lebar-lebar dan melihat langsung realita yang ada. Dengan adanya kebijakan tersebut, Kevin menilai Pemprov seolah memandang sebelah mata guru honorer. "Jangan nanti (guru honorer) diibaratkan kayak sampah. Pengabdian kami lebih bagus dibandingkan (guru) PNS. Kalau disuruh, gerak cepat kami. Kalau ditanya kinerja, boleh diadu," ujar dia.    Sebagai kepala rumah tangga yang menghidupi istri serta anaknya, Kevin kini hanya berdiam diri di rumah usai dipecat secara sepihak akibat kebijakan tersebut. Kebijakan cleansing  sangat berdampak bagi kehidupannya. Kevin kehilangan sumber pendapatan untuk menghidupi keluarga. "Ya pasti (dampaknya sangat besar). Saya kepala keluarga lho, saya punya anak dan istri. Kalau saya diam begini sambil cari pekerjaan, terus istri minta uang bulanan, saya harus jawab apa?" kata Kevin. Kevin mengaku, namanya sudah tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Kevin juga mengaku memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).  Namun, karena pada Desember 2023 tengah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Jakarta Selatan, urusan Dapodik milik Kevin akhirnya terbengkalai. "Dari 2024, saya mengajar tanpa ada Dapodik. Artinya, saya mengajar tanpa ada identitas jelas. Ibaratnya saya enggak punya KTP, enggak ada statusnya," ujar dia. Oleh karenanya, Kevin tengah berupaya mencari pekerjaan lain dengan melamar ke sekolah swasta meski hatinya tetap berharap mengajar di sekolah negeri.   Cerita lainnya dari Dono (nama samaran) yang mengaku masih diminta menjadi guru ekstrakurikuler (ekskul) di sekolah dasar negeri (SDN) yang baru saja memecatnya. "Bapak tetap mengajar di sini, tapi (mengajar untuk) ekskul baca tulis Al Quran (BTQ). Setiap Selasa, jam 13.00 WIB," ujar Dono mengingat perkataan kepala sekolah.  Dono yang merupakan guru agama, sebelumnya mengajar di lima kelas. Setiap kelas bertemu dirinya selama empat jam untuk dua kali pertemuan. Ia sudah tiga tahun terakhir mengabdi di salah satu SDN di Jakarta Utara. Sebelumnya, Dono menjadi guru agama di sekolah swasta selama 10 tahun lamanya. "(Sudah) tiga tahun (mengajar di SDN). Kalau di sekolah lama (swasta) itu sudah 10 tahun. Dari 2012 sampai 2022," ujar Dono. Dalam perjalanan kariernya, Dono juga sudah memiliki Data Pokok Pendidikan (Dapodik) serta Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Sayangnya, Dono tidak lolos tes seleksi untuk mendaftar kontrak kerja individu (KKI). Dono pun masih sempat mengikuti rapat bersama orangtua murid untuk membahas kegiatan pembelajaran di hari pertama masuk sekolah sebelum ia diberhentikan secara sepihak. "Tidak ada surat dari dinas atau dari mana pun bahwa ada planning pembersihan (guru) honorer,” imbuh dia.    Wakil Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Elva Farhi Qolbina mengatakan, banyak guru honorer yang terdampak kebijakan " cleansing " sedianya mumpuni untuk mengajar di sekolah. Sayangnya, mereka tak memiliki sertifikasi sebagai guru karena tak mendapatkan kuota untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).  "Banyak guru honorer yang secara pengalaman sangat mumpuni, tetapi tidak mendapatkan kuota atau sertifikasi untuk jadi ADM atau PPPK karena bersaing dengan lulusan baru," ujar Elva saat dikonfirmasi, Kamis (17/7/2024). Elva mengatakan, memang banyak guru honorer yang tidak memiliki sertifikasi keilmuan. Mereka dipekerjakan oleh sekolah negeri karena terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Ia menilai, kebijakan cleansing  tenaga honorer perlu dikaji ulang mengingat masih banyak sekolah yang kekurangan guru dengan kualifikasi yang baik. "Jika kebijakan cleansing ini terus dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu sistem pembelajaran di sekolah-sekolah," tutur dia. Pekan depan, Komisi E DPRD bakal memanggil Dinas Pendidikan (Disdik) DKI untuk meminta keterangan terkait pemutusan kontrak ratusan guru honorer di Jakarta. Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Sentimen: negatif (88.9%)