Sentimen
15 Jul 2024 : 14.19
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Cirebon
Kasus: pembunuhan
Tokoh Terkait
9 Eks Wakapolri: Citra Polisi Tak Akan Rusak dengan Ungkap Kasus Pembunuhan "Vina Cirebon" Nasional
Kompas.com Jenis Media: Regional
15 Jul 2024 : 14.19
Eks Wakapolri: Citra Polisi Tak Akan Rusak dengan Ungkap Kasus Pembunuhan "Vina Cirebon"
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
- Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) periode 2013-2014, Komjen Pol (Purn)
Oegroseno
menegaskan bahwa citra Polri tidak akan rusak hanya karena mengungkap kebenaran dari
kasus pembunuhan Vina
Dewi Arsita dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eki di Cirebon pada 2016 silam.
Meskipun, diduga ada salah prosedur dari penanganan kasus pembunuhan tersebut setelah adanya putusan praperadilan yang membebaskan
Pegi Setiawan
, tersangka yang sebelumnya diklaim sebagai otak pembunuhan Vina dan Eky.
“Jangan ragu-ragu mengungkap kasus ini. (Jangan) Kemudian merasa ‘oh ini akan merusak citra polisi’. Oh enggak ada lah,” kata Oegroseno dalam program Sapa Indonesia Malam di
Kompas TV
, Minggu (14/7/2024).
"Citra polisi tidak akan rusak dengan bisa mengungkap kasus pembunuhan Vina dan Eky ini dengan sebaik-baiknya walaupun ada salah prosedur yang selama ini itu sudah divonis oleh praperadilan ya, nanti akan berlanjut ke peninjauan kembali,” ujarnya menegaskan kembali.
Oegroseno meyakini bahwa polisi yang berintegritas dan profesional jumlahnya lebih banyak daripada polisi yang tidak profesional. Oleh karenanya, dia mengatakan, jangan takut citra polisi tercoreng hanya karena mengungkap kebenaran dari kasus pembunuhan Vina.
“Jadi sekali lagi jangan ragu-ragu, kalau ada polisi salah katakan salah. Karena yang baik, sekali lagi 99 persen polisi yang baik itu masa mau dikalahkan dengan satu persen polisi yang tidak baik,” katanya.
Oleh karena itu, dia mendesak agar segera dibentuk tim gabungan pencari fakta untuk mengungkap dan menyelidiki kembali kasus pembunuhan Vina dan Eky yang menjadi diragukan usai Pengadilan Negeri (PN) Bandung mengabulkan gugatan praperadilan Pegi Setiawan.
Kemudian, memerintahkan agar Pegi Setiawan dibebaskan dari tahanan karena penetapan tersangkanya dinilai tidak sah.
"Saya bilang dari awal karena ini kan ada permasalahan dengan Polresta Cirebon dan Polda Jawa Barat (Jabar), sehingga perlu ada tim gabungan pencari fakta dari pusat supaya ini tidak menimbulkan kecurigaan-kecurigaan,” kata Oegroseno.
Menurut dia, tim gabungan nantinya juga dilengkapi oleh para ahli di bidangnya, seperti ahli terkait DNA hingga otopsi sehingga didapatkan analisis yang lengkap.
Para ahli tersebut diperlukan karena nantinya bakal membantu dalam pengungkapan tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi delapan tahun silam tersebut.
“Tidak bulat faktanya tetapi mendekati fakta. Kan ini mendekati cerita yang sebenarnya. Jadi ceritanya sudah terungkap, misalnya atau sudah solid. Pelaku kalau misalnya mau dicari tinggal dikaitkan kira-kira alat bukti apa yang bisa dikaitkan dengan pelaku,” ujarnya.
“Jadi ahli-ahli yang berkait dengan alat bukti inikan misalnya sudah jelas keterangan saksi, keterangan ahli ditambah dengan surat petunjuk dan keterangan terdakwa. Jadi keterangan saksi mungkin bisa saksi baru lagi juga masih ada,” kata Oegroseno melanjutkan.
Kemudian, tim yang independen juga diperlukan untuk menelusuri ulang peristiwa dengan turun kembali ke tempat kejadian perkara (TKP) dan memulai lagi dari proses pelaporan pertama pada tanggal 26 Agustus 2016. Bukan berdasarkan pada laporan Iptu Rudiana tertanggal 31 Agustus 2016.
“Ini sebenarnya harus kembali ke TKP lagi. Laporan polisinya itu sebenarnya harus dlluruskan, siapa yang membuat laporan polisi tanggal 26 Agustus, bukan laporan polisi Iptu Rudiana yang dibuat tanggal 31 Agustus ya. Jadi TKP sejelas-jelasnya harus dikembalikan,” ujarnya.
“Jadi sekali lagi kembali ke TKP, siapa yang membuat, mendatangi TKP pertama kali. Itu orang yang harus membuat laporan polisi dulu,” kata Oegroseno lagi.
Diketahui, pada 2016, polisi menetapkan 11 tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat.
Kemudian, delapan pelaku telah diadili, yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal.
Dari proses persidangan, tujuh terdakwa divonis penjara seumur hidup. Sementara satu pelaku dipenjara delapan tahun karena masih di bawah umur saat melakukan kejahatan tersebut.
Namun, diketahui ada tiga pelaku yang belum tertangkap dan masuk daftar pencarian orang (DPO) dengan perkiraan usianya saat ini, yakni Pegi alias Perong (30), Andi (31), dan Dani (28).
Delapan tahun berlalu, polisi membuka lagi perkara ini usai menangkap salah satu buron, yakni Pegi Setiawan alias Egi alias Perong pada 21 Mei 2024.
Menariknya, Pegi alias Perong dinyatakan sebagai tersangka terakhir dalam kasus ini. Padahal, diketahui sebelumnya ada tiga orang buron.
Polisi lantas merevisi jumlah tersangka menjadi sembilan orang dan menyebut bahwa dua tersangka lain merupakan fiktif belaka.
Namun, belakangan banyak kesaksian yang menyebut bahwa Pegi yang saat ini ditangkap tidak terlibat dalam pembunuhan Vina karena berada di Bandung saat peristiwa terjadi.
Berdasarkan keyakinan tersebut dan keterangan sejumlah saksi, Pegi Setiawan melalui pengacaranya mengajukan gugatan praperadilan terkait penetapan tersangka oleh Polda Jabar ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jabar.
Kemudian, dalam sidang tanggal 8 Juli 2024, Hakim tunggal PN Bandung Eman Sulaeman mengabulkan seluruh gugatan praperadilan yang diajukan pemohon Pegi Setiawan dengan termohon Polda Jawa Barat (Jabar).
Oleh karenanya, memerintahkan Pegi Setiawan dibebaskan dari tahanan.
Menurut hakim, tidak ada bukti surat panggilan dari termohon terhadap pemohon sehingga pemohon tidak mengetahui bahwa dirinya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Hakim menyebut, termohon hanya mendatangi Ibu pemohon untuk menanyakan keberadaan pemohon.
Padahal, hakim mengatakan, pemanggilan terhadap tersangka diperlukan sebelum penetapan DPO sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Ayat 1 Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dan Pasal 17 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
"Penetapan DPO atas nama pemohon yang terjadi antara rentang tahun 2016 sampai 2024 tidak sah secara hukum,” kata hakim Eman dalam sidang, Senin.
Kemudian, terkait penetapan tersangka terhadap pemohon Pegi Setiawan, hakim menilai bahwa tidak sah menurut hukum.
Menurut hakim, penetapan tersangka tidak hanya berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan dua alat bukti yang cukup, tetapi harus ada pemeriksaan calon tersangka terlebih dahulu.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/puu/XII/2014 tertanggal 16 maret 2015, telah memberikan syarat tambahan bahwa selain dua alat bukti, harus dilakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka terlebih dahulu. Kecuali,
in absentia
.
“Menimbang bahwa oleh karena sebagaimana fakta di persidangan, tidak ditemukan satu pun bukti yang menunjukkan bahwa pemohon dalam penyelidikan yang dilakukan oleh termohon pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon, maka menurut hakim penetapan tersangka oleh termohon harusnya dinyatakan tidak sah dan dinyatakan batal demi hukum,” ujar hakim.
Berikut 9 poin putusan praperadilan Pegi Setiawan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jabar pada Senin, 8 Juli 2024:
Bebasnya Pegi Setiawan makin menimbulkan tanda tanya terkait penyidikan kasus pembunuhan Vina dan Eky yang dilakukan pada 2016 silam.
Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (100%)