Sentimen
15 Jul 2024 : 20.14
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Semarang, Pesisir Selatan, Wonogiri, Rembang, Wonosobo
Tokoh Terkait
Ramai soal Suhu Dingin Sepekan Terakhir, Berikut Penjelasan BMKG Regional 15 Juli 2024
16 Jul 2024 : 03.14
Views 1
Kompas.com Jenis Media: Regional
Ramai soal Suhu Dingin Sepekan Terakhir, Berikut Penjelasan BMKG
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
- Fenomena
bediding
atau hawa dingin mencolok saat memasuki puncak kemarau mulai terjadi di Jawa Tengah sepekan terakhir.
Di Kota Semarang, suhu normal malam hari yang rata-rata berkisar 25 derajat celsius menjadi 22 derajat celsius bahkan lebih drop lagi.
Di kawasan pegunungan seperti Dieng di Wonosobo, suhu mencapai nol derajat celsius hingga menyebabkan empun upas yang sekilas seperti salju.
Lantas, apa
penyebab suhu dingin
dalam beberapa hari terakhir?
Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun Ahmad Yani Semarang, Noor Jannah Indriyadi mengatakan, fenomena suhu dingin dalam beberapa hari terakhir merupakan hal wajar saat kemarau.
"Beberapa hari terakhir ini untuk wilayah Jawa Tengah kita bisa jumpai suhu dingin terutama pada malam hingga dini hari menjelang pagi hari. Itu lebih karena hal yang normal di puncak musim kemarau," ungkap Noor saat ditemui di kantornya, Senin (15/7/2024).
Dia menjelaskan, saat musim kemarau tutupan awan relatif kecil.
Oleh karena itu, pada malam hari, pancaran radiasi Bumi tidak memiliki hambatan atau penghalang.
"Sehingga Bumi lebih cepat mengeluarkan panasnya dan untuk suhu di sekitar permukaan, bumi bisa lebih dingin daripada biasanya," jelasnya.
Dia mengatakan, kondisi dingin ini akan berlanjut sampai puncak kemarau pada Agustus dan September.
Kemudian wilayah yang suhunya menurun drastis dapat ditemui di wilayah pegunungan seperti Wonosobo, Dieng, dan sekitarnya.
"Di Dieng, untuk suhu terendahnya bisa mencapai nol derajat untuk puncak musim kemarau ini. Nanti akan bisa kita jumpai seperti embun embun upas di wilayah sana," lanjutnya.
Sementara di Kota Semarang, fenomena
bediding
ini juga membuat suhu yang semula sekitar 24-25 derajat celSius menjadi 21-22 derajat celsius di malam hari.
"Fenomena suhu dingin atau
bediding
ini untuk puncak musim kemarau akan mungkin lebih sering terjadi. Di mana puncak musim kemarau umumnya pada Agustus hingga September tahun ini," terangnya.
Sementara itu, dia juga mengingatkan potensi terjadinya kekeringan di sejumlah wilayah. Terutama untuk wilayah di pesisir selatan, seperti Wonogiri.
Lalu di pesisir utara, termasuk Rembang.
"Bagi wilayah yang memang langganan kekeringan di musim kemarau ini, imbauannya untuk suplai air bersih seperti itu, untuk koordinasinya dengan BPBD. Karena kalau memang
ngandalin
hujan udah enggak bisa," tandasnya.
Sejumlah wilayah di Indonesia imbuhnya, dilanda fenomena
bediding
yang ditandai dengan suhu udara terasa sangat dingin pada malam hingga pagi hari.
Terpisah, Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ida Pramuwardani mengatakan, fenomena
bediding
ditandai dengan suhu udara yang turun drastis pada malam hingga dini hari.
Istilah
bediding
sendiri berasal dari kata serapan Bahasa Jawa "Bedhidhing" yang artinya perubahan suhu mencolok, khususnya di awal musim kemarau.
Ida menjelaskan, perubahan suhu itu bahkan bisa mencapai titik beku.
"Fenomena
bediding
umum terjadi di Indonesia. Puncaknya terjadi pada musim kemarau terutama pada Juli sampai September," kata Ida, saat dikonfirmasi
Kompas.com
, Kamis (4/7/2024).
Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: negatif (94.1%)