Sentimen
Negatif (100%)
13 Jul 2024 : 06.18
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Tangki

46.000 Bisnis Gulung Tikar dan Potensi Ditinggalkan Sekutu Terbesar, Kehancuran Israel di Depan Mata?

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Internasional

13 Jul 2024 : 06.18

PIKIRAN RAKYAT - Sebanyak 46.000 bisnis Israel penjajah terpaksa gulung tikar akibat genosida yang sedang berlangsung di Gaza. Surat kabar Ibrani, Maariv melaporkan bahwa dampak buruknya terhadap perekonomian Israel penjajah pada 10 Juli 2024.

Media itu bahkan merujuk Israel sebagai “negara yang sedang dalam kehancuran.” CEO perusahaan layanan informasi dan manajemen risiko kredit Israel, CofaceBdi, Yoel Amir pun tak menampik 'kehancuran' bisnis di negaranya.

“Ini angka (kebangkrutan) yang sangat tinggi dan mencakup banyak sektor. Sekitar 77 persen dari bisnis yang telah ditutup sejak awal perang, yang berjumlah sekitar 35.000 bisnis, adalah bisnis kecil dengan lima karyawan, dan merupakan yang paling rentan dalam perekonomian,” ujarnya kepada Maariv.

Laporan tersebut menambahkan, industri yang paling rentan adalah industri konstruksi, dan sebagai akibatnya seluruh ekosistem yang beroperasi di sekitar alami kerusakan parah.

"Keramik, AC, aluminium, bahan bangunan, dan banyak lagi, semuanya mengalami kerusakan parah,” ucap laporan Peringkat risiko CofaceBdi tersebut.

Selain itu, sektor perdagangan juga sangat terkena dampaknya. Kepayahan ekonomi Israel menjalar pula ke sektor jasa dan industri termasuk fesyen, furnitur, peralatan rumah tangga, hiburan, transportasi, hingga pariwisata.

"Israel berada dalam situasi di mana hampir tidak ada pariwisata asing. Kerusakan terhadap dunia usaha terjadi di seluruh negeri," kata laporan itu.

Hal ini mencakup sektor pertanian, yang sebagian besar berbasis di wilayah selatan dan utara Israel, di mana keduanya dianggap sebagai zona tempur aktif karena ancaman yang ditimbulkan oleh perlawanan Palestina dan Hizbullah Lebanon.

Adapun, Hizbullah diketahui telah berhasil memberikan kontribusi signifikan terhadap jatuhnya perekonomian Israel Penjajah.

CEO CofaceBdi itu memperkirakan, 60.000 bisnis Israel diperkirakan akan ditutup pada akhir tahun 2024. Serangan Hizbullah berdampak buruk pada bisnis dan pendidikan lokal di wilayah utara, hingga puluhan ribu pemukim terpaksa mengungsi.

“Tujuan kami untuk menguras perekonomian musuh… telah tercapai,” kata pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, pada 10 Juli 2024 lalu.

Di sisi lain, operasi maritim tentara Yaman juga berkontribusi terhadap jatuhnya perekonomian zionis. Pendapatan di pelabuhan-pelabuhan utama, seperti pelabuhan di bagian selatan Eilat, telah anjlok secara signifikan. Pada bulan-bulan terakhir tahun 2023, PDB Israel anjlok hampir 20 persen.

Ancaman eskalasi dengan Hizbullah ini juga menimbulkan ketakutan di Israel bahwa perang besar-besaran dengan kelompok perlawanan Lebanon akan menjerumuskan perekonomian ke jurang yang lebih dalam. Hizbullah telah menunjukkan sikapnya melalui video peringatan baru-baru ini, bahwa mereka mampu menyerang infrastruktur energi di Israel, seperti kilang minyak dan tangki gas.

Disanksi AS

Amerika Serikat (AS) telah mengumumkan sanksi baru terhadap sejumlah pemukim Israel dan kelompok afiliasinya. Hukuman ini dijatuhkan atas dugaan keterlibatan dalam kasus kekerasan atau ancaman kekerasan yang menargetkan warga sipil di Tepi Barat yang diduduki.

Bukan hanya itu, terduga pelaku ini juga telah melakukan penyitaan properti atau tindakan lain yang mengancam keamanan terhadap warga Palestina, bahkan warga Israel sendiri di Tepi Barat.

Sanksi diumumkan oleh Departemen Luar Negeri AS dan Departemen Keuangan pada Kamis, 11 Juli 2024. Sanksi ini menargetkan tiga warga Israel, yakni Isachar Manne, Reut Ben Haim, dan Aviad Shlomo Sarid.

Kemudian hukuman juga jatuh pada empat pos pemukiman ilegal Israel, di antaranya, Peternakan Manne, Peternakan Meitarim, Peternakan Hamahoch, dan Peternakan Neriya.

Ada juga kelompok pemukim yang dimasukkan ke dalam daftar hitam oleh Gedung Putih, yaitu organisasi masyarakat bernama Lehava. Kelompok ini digambarkan sebagai “organisasi ekstremis terbesar di Israel” dengan lebih dari 10.000 anggota.

“Amerika Serikat masih sangat prihatin terhadap kekerasan ekstremis dan ketidakstabilan di Tepi Barat, yang melemahkan keamanan Israel itu sendiri,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Matthew Miller, dikutip dari Al Jazeera, Jumat, 12 Juli 2024.

“Kami sangat mendorong Pemerintah Israel untuk segera mengambil langkah-langkah, meminta pertanggungjawaban individu dan entitas ini. Jika tidak ada langkah-langkah seperti itu, kami akan terus menerapkan langkah-langkah akuntabilitas kami sendiri," ujarnya lagi.

Adapun bentuk sanksi yang diberlakukan adalah pembekuan aset apa pun yang dimiliki pelaku, dan menjadi sasaran di yurisdiksi AS. Kemudian, pelaku juga ditutup aksesnya untuk melakukan bisnis dengan orang Amerika.

Kelompok Lehava di sisi lain gegas mengkritik keputusan AS dan Presiden Joe Biden. Mereka justru menantang dengan bertekad tidak akan menghentikan tindakan-tindakan yang dilarang AS.

“Langkah-langkah Biden tidak akan menghalangi kami, kami akan terus bertindak tanpa rasa takut untuk menyelamatkan putri-putri Israel, yang membuat Biden dan musuh-musuh Israel lainnya kecewa,” katanya.

Selain AS, Uni Eropa (UE) juga telah memasukkan Lehava ke dalam daftar hitam pembekuan aset dan larangan visa, karena serangan mereka terhadap warga Palestina awal tahun ini.

Joe Biden Aktif Hentikan Genosida di Gaza tapi Masih Kirim Senjata

Presiden AS, Joe Biden mengatakan bahwa perang Israel di Gaza harus diakhiri sekarang juga, dan Israel tidak boleh menduduki daerah kantong tersebut setelah perang selesai.

Kalimat itu terlontar pada pernyataan hari Kamis, 11 Juli 2024. Biden mengungkapkan bahwa kerangka gencatan senjatanya telah disepakati baik oleh Israel maupun Hamas, tetapi masih ada kesenjangan yang harus diselesaikan.

“Kerangka kerja tersebut kini disepakati oleh Israel dan Hamas. Jadi, saya mengirimkan tim saya ke wilayah tersebut untuk menuntaskan rinciannya,” kata Biden dalam konferensi pers, dikutip dari Reuters, Jumat, 12 Juli 2024.

Biden pada akhir Mei merinci, proposal tiga fase bertujuan untuk mencapai gencatan senjata, pembebasan sandera di Gaza dan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel, penarikan militer Israel dari Gaza, hingga pembangunan kembali daerah kantong pesisir yang kini telah hancur lebur.

Direktur CIA, Bill Burns dan utusan AS untuk Timur Tengah, Brett McGurk, pekan ini berada di Timur Tengah untuk bertemu dengan rekan-rekan regional dan membahas kesepakatan gencatan senjata yang dimaksud Biden.

"Ini adalah permasalahan yang sulit dan kompleks. Masih ada kesenjangan yang harus diatasi. (Namun) kita mengalami kemajuan. Trennya positif. Saya bertekad untuk menyelesaikan kesepakatan dan mengakhiri perang (di Gaza) ini, yang harus berakhir sekarang juga," ucap Biden.

Hamas telah menerima bagian penting dari rencana AS. Bahkan, pada prosesnya, Hamas harus mengalah lalu membatalkan tuntutan adanya komitmen gencatan senjata permanen dari Israel terlebih dahulu sebelum menandatangani perjanjian.

Perdana Menteri Israel Penjajah, Benjamin Netanyahu, di sisi lain menegaskan, perjanjian itu tidak boleh menghalangi Israel untuk melanjutkan pertempuran sampai tujuan perangnya tercapai, yakni, tujuan untuk memusnahkan Hamas.

Kemudian dalam keterangan terbaru, kantor Netanyahu mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza asalkan 'garis merah' Israel dipatuhi.

Menurut Reuters, Joe Biden juga memastikan bahwa Israel tidak diperbolehkan menduduki Gaza setelah perang usai. Ia juga melontarkan kritik terhadap kabinet perang Israel.

Biden juga menyatakan kekecewaannya atas beberapa langkahnya yang tidak berhasil di Gaza, dengan menyebut rencana penutupan dermaga kemanusiaan militer AS di lepas pantai Gaza sebagai contohnya.

"Israel kadang-kadang kurang kooperatif, saya berharap (upaya kali) ini akan lebih sukses," kata Joe Biden.

Akan tetapi, meski kini aktif mengupayakan gencatan senjata di Gaza, AS masih saja mengirimkan senjata kepada sekutunya itu. Terbaru, AS sepakat untuk melanjutkan pengiriman bom seberat 500 pon atau setara 230 kilogram ke Israel Penjajah. Gedung Putih beri bom ukuran lebih kecil supaya Gaza tidak diserang.

Sebelumnya, AS memasok bom berkekuatan 2.000 pon (907 kilogram) terus menerus untuk persediaan senjata Israel Penjajah. Namun, AS memutuskan 'menahan' pengiriman bom ukuran tersebut dan menggantinya dengan yang lebih ringan.

Hal itu, menurut seorang pejabat AS yang tak ingin disebutkan Namanya, adalah karena kekhawatiran bom dijatuhkan lagi di wilayah padat penduduk Gaza.

Sejak Mei, AS menghentikan satu pengiriman bom seberat 2.000 pon (900kg) dan 500 pon (230kg) karena kekhawatiran atas dampak senjata tersebut, selama invasi darat ke kota Rafah di selatan.

“Kami sudah jelas bahwa kekhawatiran kami adalah pada penggunaan akhir dari bom seberat 2.000 pon tersebut, khususnya untuk agresi militer Rafah Israel yang telah mereka umumkan,” kata sumber, dilansir dari Al Jazeera, Kamis, 11 Juli 2024.***

Sentimen: negatif (100%)