Sentimen
12 Jul 2024 : 15.00
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Kasus: covid-19
Tokoh Terkait
Pengamat Ekonomi Sebut Jakarta Jadi Primadona Investasi, Pj Heru: Kota Kita Makin Bersinar Megapolitan 12 Juli 2024
Kompas.com Jenis Media: Metropolitan
12 Jul 2024 : 15.00
Pengamat Ekonomi Sebut Jakarta Jadi Primadona Investasi, Pj Heru: Kota Kita Makin Bersinar
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Jakarta
merupakan kota yang sangat dinamis dengan peluang ekonomi nan terbuka lebar. Buktinya,
investasi
di kota ini meningkat dalam kurun beberapa tahun saja.
Sepanjang 2023, Jakarta mencetak prestasi yang luar biasa dari sisi kenaikan angka realisasi investasi, baik penanaman modal dalam negeri (
PMDN
) maupun penanaman modal luar negeri (
PMLN
).
Berdasarkan data Kementerian
Investasi
/Badan Koordinasi Penanaman Modal, Jakarta mencatat realisasi investasi PMDN sebesar Rp 95,2 triliun pada 2023. Nilainya melonjak dari Rp 89,2 triliun pada 2022 dan Rp 54,7 triliun pada 2021.
PMLN juga meningkat. Pada 2023, Jakarta berhasil menarik investasi asing hingga 4,8 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Nilainya meningkat tajam dibandingkan 3,7 miliar dollar AS pada 2022 dan 3,3 miliar dollar AS pada 2021.
Menurut Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta
Heru Budi
Hartono, data tersebut membuktikan Jakarta sedang bergerak maju dan semakin bersinar.
“(Jakarta) tidak mengalami kemunduran, seperti yang dituduhkan sejumlah pihak yang pesimistis,” katanya dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Senin (8/7/2024).
Heru menambahkan, prestasi yang membanggakan tersebut tidak lepas dari kerja keras semua pihak yang berhasil menciptakan iklim aman dan kondusif bagi para
investor
, pekerja, maupun masyarakat yang beraktivitas di Jakarta.
“Saya mengajak semua pihak untuk memelihara semangat dan optimisme dalam membangun Jakarta ke depan. Mimpi kita besar dan cita-cita kita mulia. Mari, bersama-sama, kita wujudkan Jakarta menjadi kota global yang maju, tertib, humanis, dan menyejahterakan seluruh warganya,” tuturnya.
Investasi yang meningkat di Jakarta itu menarik perhatian pengamat ekonomi dari Centre of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara. Ia menganggap kenaikan investasi PMDN dan PMA di Jakarta didorong oleh beberapa faktor.
Salah satu alasan terkuatnya adalah karena Jakarta masih menjadi pasar yang sangat besar bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Apalagi, penduduk di Jakarta pun sangat banyak, sehingga masih menjadi magnet yang sangat besar bagi investor lokal maupun internasional.
“Jika berpatokan pada masa pandemi Covid-19, kebanyakan perusahaan bisa
rebound
ketika berbisnis di Jakarta. Perkembangan ekonomi di Jakarta masih sangat cepat, khususnya bisnis dan retail,” ungkap Bhima kepada Kompas.com, Rabu (10/7/2024).
Kedua, lanjutnya, fasilitas di Jakarta sudah tertata pula dengan rapi, seperti pengembangan infrastruktur dan transportasi publik yang memadai. Faktor-faktor ini menjadi daya tarik luar biasa bagi investor.
“Pada dasarnya, Jakarta memang unik di mata para investor. Ketika investasi di daerah hilirisasi meningkat dalam dua tahun terakhir, seperti di Kalimantan dan Sulawesi, tetapi kebanyakan dari perusahaan memilih berkantor di Jakarta. Mereka juga mencatatkan investasinya di Jakarta. Itu yang membuat Jakarta tetap jadi primadona,” papar Bhima.
Selain itu, industri pariwisata di Jakarta, khususnya Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions (MICE), juga menjadi salah satu penopang daerah. Hal ini dibuktikan dari banyak konser yang sukses diadakan di Jakarta.
Hal tersebut mendorong perkembangan industri ekonomi kreatif (ekraf). Bahkan, potensinya sangat menjanjikan untuk dikembangkan ke depannya.
“Jadi, daya tarik investasi di sektor ekraf masih sangat terbuka lebar. Industri pariwisata dan jasa di Jakarta memang sangat bergairah, sehingga menarik begitu banyak investor,” beber Bima.
Status ibu kota yang telah lepas dari Jakarta tidak akan berpengaruh besar terhadap minat investasi. Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) butuh waktu lama, sehingga Jakarta akan tetap menjadi barometer utama di Indonesia.
Namun, Bima memprediksi, peningkatan investasi di Jakarta akan memunculkan masalah yang harus diantisipasi pemerintah. Misalnya,
gap
yang begitu besar antara Jakarta dengan daerah-daerah lain.
Dampaknya, Jakarta diperkirakan akan mengalami masalah urbanisasi dan memicu isu lingkungan yang lebih besar.
“Pada akhirnya, orang akan mencari pekerjaan dan uang di Jakarta. Pusatnya hanya akan di sini. Meski ada IKN, tapi proyeknya kan masih lama selesai. Fenomena ini dikhawatirkan akan menjadi masalah baru,” jelas Bhima.
Karena itu, ia berharap, Pemprov DKI Jakarta dapat berbenah dan mempersiapkan kebijakan dalam menghadapi dampak positif serta negatif dari peningkatan investasi.
Contohnya, pemerintah harus mempermudah proses perizinan dan mendorong investasi di sektor ekraf, digital, jasa, pariwisata, serta sektor yang terkait dengan ekonomi hijau dan pengolahan limbah. Bahkan, investasi di sektor itu harusnya menerima insentif.
“Pemerintah juga perlu memberikan kemudahan dan kepastian hukum serta meningkatkan keamanan berinvestasi di Jakarta. Apalagi, saat masa transisi jelang pemilihan kepala daerah (pilkada). Kestabilan politik dan keamanan kota juga harus dijaga, sebab Jakarta akan menjadi tolok ukur Indonesia secara keseluruhan,” pungkas Bhima.
(Rindu Pradipta Hestya)
Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: positif (100%)