Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Cirebon, Batang
Kasus: pembunuhan, Tawuran, penganiayaan
Tokoh Terkait
joko widodo
Pertaruhan Kredibilitas Polri di Kasus Vina dan Afif
Bisnis.com Jenis Media: Metropolitan
Bisnis.com, JAKARTA - Kredibilitas dan kinerja lembaga penegak hukum Polri tengah diuji di dua kasus pidana yakni pembunuhan Vina di Cirebon dan misteri kematian anak di bawah umur bernama Afif Maulana alias AM (13 tahun) di Sumbar.
Kedua kasus tersebut belakangan viral lantaran diduga ada oknum polisi berperan di dalamnya sehingga penanganannya laman dan terkesan tidak transparan.
Pada kasus pembunuhan Vina dan Eky misalnya, tiga orang masih menjadi buronan sejak kejadian perkara yakni pada 2016. Banyak spekulasi bermunculan di tengah masyarakat, termasuk salah satu buronan dilindungi oleh Polisi karena merupakan anak eks pejabat tinggi daerah.
Di kasus lainnya, penyebab kematian AM masih menjadi misteri. Korban yang masih berstatus pelajar SMP tersebut meregang nyawa diduga akibat penganiayaan beberapa oknum kepolisian.
Peliknya penananganan dua kasus tersebut bahkan telah sampai di telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kepala Negara menegaskan telah memerintahkan Kapolri Listyo Sigit untuk menuntaskan kasus tersebut.
"Tanyakan kepada Kapolri. Saya sudah menyampaikan agar kasus itu betul-betul dikawal dan transparan, terbuka semuanya, tidak ada yang perlu ditutup-tutupi," kata Jokowi kepada awak media beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Kapolri juga telah merespons terkait kasus pembunuhan yang banyak disebut sebagai kasus 'Vina Cirebon'.
"Saya kira rekan-rekan melihat bahwa terkait dengan kasus Vina, ini kan menjadi perhatian publik. Kami sudah pesan kepada Polda Jawa Barat dan juga menurunkan tim asistensi dari Propam, dari Irwasum, dari Bareskrim Polri karena memang peristiwanya yang terjadi 2016," kata Sigit kepada wartawan di Lapangan Bhayangkara, Jakarta, Sabtu (22/6/2024).
Polisi Salah Tangkap?
Dugaan polisi terlibat dalam kasus pembunuhan Vina di Cirebon dan dugaan pengeroyokan AM di Sumbar kian mengemuka. Alasannya adalah penanganan dua kasus itu terkesan lamban dan ditutup-tutupi.
Kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, contohnya, satu dari tiga buronan terduga pelaku yang akhirnya berhasil ditangkap, harus dilepas karena gugatan praperadilannya dikabulkan.
Pegi Setiawan alias Perong, yang diduga menjadi otak pengeroyokan Vina dan Eky, bisa kembali menghirup udara bebas dan status tersangkanya hilang.
Namun, penangkapan Pegi Setiawan itu diklaim salah tangkap. Klaim itu luas beredar di tengah masyarakat, terutama melalui media sosial.
Kabar yang beredar informasi di grup media sosial menyatakan Pegi yang telah ditangkap Polisi merupakan seorang tukang bakso yang berjualan di Bandung. Tukang bakso tersebut dikenal dengan nama Mamut.
Merespons hal itu, Polda Jawa Barat angkat bicara. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Surawan meminta agar masyarakat tidak tergiring oleh opini yang belum terkonfirmasi.
"Tidak usah terpancing dengan opini-opini," kata Surawan kepada wartawan, dikutip Kamis (23/5/2024).
Di sisi lain, foto Pegi yang ditangkap oleh kepolisian juga berbeda dengan ciri-ciri fisik yang sebelumnya disebarkan humas Polda Jabar. Pasalnya, dari foto yang diterima Bisnis, Pegi mempunyai rambut lurus. Sebaliknya, ciri fisik yang diedarkan oleh Polisi, Pegi memiliki rambut keriting.
Sementara itu, status buron dua terduga pelaku lainnya yakni Andi dan Dani dihapus dari daftar pencarian orang (DPO).
"Setelah kami lakukan penyelidikan mendalam, ternyata 2 nama yang disebutkan selama in itu hanyalah asal-asalan. Jadi tidak ada tersangka lain," ujar Dirkrimum Polda Jabar Kombes Surawan kepada wartawan pada Mei lalu.
Merespons hal itu, pihak keluarga Vina mengaku kecewa dan semakin mencurigai ada yang tidak beres dalam penanganan kasus tersebut.
“Ada hal yang membuat kami kecewa kenapa Polda menyatakan dua DPO tersebut itu tidak ada alias fiktif. Berati kan selama ini patut diduga ada ketidakjujuran di dalam persidangan, bagaimana coba kalau produk hukum saja dikatakan fiktif, berarti kesaksian mereka patut dipertanyakan dong,” Kuasa hukum keluarga Vina, Putri Maya Rumanti di Jakarta kepada wartawan, Senin (27/5/2024).
Dugaan Polisi Keroyok Anak di Bawah Umur
Pada kasus kematian AM di Sumbar, Polri dibanjiri tudingan miring yakni berupaya melindungi anggotanya yang diduga melakukan pengeroyokan hingga menghilangkan barang bukti.
Merespons hal tersebut, Kapolda Sumbar Suharyono menegaskan bahwa siap menggelar sidang etik terhadap 17 anggotanya yang diduga terlibat.
Dia menyampaikan, berdasarkan pemeriksaan internal Polda Sumbar, sejauh ini tidak ada penambahan personel kepolisian yang terindikasi melanggar prosedur saat menangani peristiwa tersebut.
"Yang melanggar disiplin sudah kami tindak, kami periksa, kami berkas, kami persiapan untuk sidang, ada 17 orang saat ini. Tetapi itu yang terjadi di Polsek Kuranji," ujarnya saat dihubungi, Kamis (4/7/2024).
Suharyono menambahkan bahwa dari 18 peserta tawuran yang diamankan, seluruhnya tidak ada yang memiliki luka serius. Namun demikian, dia mengakui bahwa terdapat tindakan kurang etis terkait penanganan terhadap peserta yang hendak tawuran itu.
"Menangkap pelaku kejahatan yang membawa sajam, klewang, begitu kok diampuni dengan dielus-elus, ya tidak mungkin. Tapi memang ini ada hal-hal yang mungkin kurang etis, sehingga itulah yang muncul di permukaan," tambah Suharyono.
Namun, Jenderal Polisi bintang dua itu menegaskan bahwa 17 anggota yang ditindak ini tidak terkait dengan kematian AM (13). Sebab, AM tidak ada dalam daftar yang diamankan ke Polsek Kuranji.
Suharyono masih meyakini kematian AM murni akibat melompat dari jembatan alias bukan akibat pengeroyokan.
"Anggota kami enggak pernah menangani Afif Maulana. Afif Maulana itu sudah meloncat itu. Andai kata Afif Maulana menyerah, ya bersama-sama yang lain, ya tidak akan meninggal. Andai kata Afif Maulana itu kemudian mengikuti anjuran dari Aditya berdua di situ," pungkas Suharyono.
Selain itu, dugaan polisi menghilangkan barang bukti mencuat usai Polda Metro Sumbar menyebut data dari kamera pengawas atau CCTV di Polsek Kuranji saat kejadian kematian AM terhapus.
Suharyono mengatakan data tersebut bisa terhapus lantara kekuatan penyimpanan CCTV di Polsek Kuranji hanya 11 hari dengan kapasitas 1 TB.
Dengan demikian, dari peristiwa kejadian yang terhitung pada (9/6/2024) baru dilaporkan pada (23/6/2024). Namun saat dilakukan penyelidikan, kepolisian hanya mampu membuka rekaman pada (13/6/2024).
"Kejadian tanggal 9 dilaporkan tanggal 23 berarti 14 hari atau 23 Juni 2024. Kekuatan atau daya simpan CCTV ini [Polsek Kuranji] hanya sebelas hari," ujarnya kepada wartawan dikutip, Senin (1/7/2024).
Sebagai informasi, LBH Padang menduga AM meninggal karena dianiaya oleh anggota Sabhara Polda Sumbar yang sedang melakukan patroli tawuran.
Sebab, jasad AM yang mengambang ditemukan dengan kondisi luka lebam di sejumlah bagian di bawah jembatan aliran Batang Kuranji, Jalan By Pass KM 9, Pasar Ambacang, Kuranji, Kota Padang.
Berkaitan dengan hal ini, Komisi Kepolisian Nasional RI (Kompolnas) membeberkan ada 17 anggota Polda Sumatra Barat yang terbukti telah melakukan penganiayaan terhadap anak di bawah umur hingga tewas.
Sentimen: negatif (100%)