Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Tawuran, penganiayaan
Tokoh Terkait
Kak Seto Akhirnya Terjun Tangani Kasus Tewasnya Afif Maulana yang Diduga Dianiaya Polisi
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional
PIKIRAN RAKYAT - Prof Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto akhirnya terjun menangani kasus tewasnya bocah SMP di Padang, Sumatra Barat, yang diduga dianiaya Polisi. Dia muncul setelah sempat 'disindir' oleh publik di media sosial, karena tak bergerak cepat seperti yang dilakukan terhadap anak Ferdy Sambo dan Putri Candrawati.
"Di mana Kakek Seto Saat Keluarga Afif Membutuhkan Bantuan?? Kalau anak artis aja Kakek Seto Grecep," ucap akun @Arypraset**** pada 5 Juli 2024 lalu.
Setelah kasus tersebut ramai, Kak Seto bersama Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) akhirnya ikut terjun menelusuri dan mendalami kasus kematian Afif Maulana (13).
"Kami meminta dan memohon kepada Bapak Kapolda Sumbar untuk tetap profesional menjaga citra positif Polri dalam menangani kasus ini," ucap Ketua LPAI, Kak Seto di Padang, Senin 8 Juli 2024.
Usai bertemu dengan Kapolda Sumbar Irjen Pol. Suharyono, dia berharap pihak kepolisian membuka secara transparan terkait penyelidikan dan penyidikan hingga kasus itu tuntas, dan menemukan titik terang.
Sebelum bertolak ke Kota Padang, Kak Seto terlebih dahulu berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo di Jakarta. Dalam pertemuan bersama Kapolri, dia kembali mengulas tentang pentingnya penerapan Polisi Sahabat Anak atau "Polsana".
"Jadi, konsep Polsana yang saya gagas pada 1983 itu kami harap diterapkan. Artinya, saat polisi menangani kasus yang melibatkan anak mohon mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, dan menjaga hak-hak anak," tuturnya.
Sementara itu, perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang yang menjadi pendamping hukum keluarga korban, Calvin Nanda Permana mengatakan sebelum ke Kota Padang, LPAI terlebih dahulu berkomunikasi dengan keluarga Afif Maulana. Namun, pihak keluarga korban menyarankan agar LPAI berkoordinasi dengan LBH Padang.
"Jadi, LPAI itu ingin melihat dan mendalami kasus serta mengawal kasus ini hingga tuntas," ujarnya.
Lindungi Anak yang Diduga Korban Penganiayaan Polisi
LPAI juga memastikan akan melindungi setiap hak-hak anak yang diduga menjadi korban penganiayaan oleh oknum anggota kepolisian.
"Saya kira bukan hanya itu (Afif). Jadi, apakah mungkin setelah ini kami bertemu dengan beberapa korban lainnya," ucap Kak Seto.
Secara spesifik, psikolog anak kelahiran 28 Agustus 1951 tersebut mengatakan ingin bertemu langsung dengan anak-anak yang juga menjadi korban terutama saksi A. Dia memperkirakan, saksi A mengetahui cukup banyak informasi saat malam kejadian, atau ketika keberadaan Afif Maulana tidak lagi diketahui pascasepeda motor yang ditumpanginya ditendang oleh polisi hingga terjatuh.
Setelah mendapatkan keterangan dari pihak kepolisian, keluarga dan Lembaga Bantuan Hukum Padang, Kak Seto memastikan akan memantau perkembangan kasus itu termasuk berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Mental Polisi Harus Diperiksa Secara Rutin
Tidak hanya itu, LPAI menyarankan Polda Sumatra Barat melakukan pemeriksaan mental personel secara rutin untuk mencegah terjadinya kekerasan oleh aparat terhadap anak-anak dalam menindak suatu kejadian seperti tawuran.
"LPAI menyarankan agar ada pemeriksaan rutin dari anggota Polri. Jadi, bukan hanya pemeriksaan fisik, namun pemeriksaan mentalnya juga perlu," kata Kak Seto.
Menurutnya, pemeriksaan mental penting dilakukan, terutama bagi polisi-polisi muda. Tujuannya, agar setiap polisi tidak mudah marah sehingga dapat berbuat kekerasan atau melakukan penganiayaan terhadap warga sipil terutama anak-anak.
Kak Seto mengatakan bahwa dia juga mendukung langkah kepolisian menindak segala bentuk kenakalan remaja termasuk tawuran. Namun, tindakan itu juga harus mengedepankan tindakan persuasif dan ramah anak.
"Sekali lagi harus ramah anak. Saya mohonkan tidak ada kekejaman, tidak ada emosi dan sebagainya terhadap anak-anak," tuturnya.
KPAI Duga Kematian Akibat Penyiksaan Polisi
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memandang kasus kematian Afif Maulana dan 11 anak lainnya yang mengalami luka fisik dan psikis adalah penyiksaan yang diduga dilakukan oleh oknum polisi.
"Kasus anak di Kota Padang yang mengakibatkan satu orang meninggal,yaitu AM dan sebelas anak lainnya mengalami luka fisik dan psikis yang diduga dilakukan oknum-oknum polisi adalah penyiksaan," kata Anggota KPAI Dian Sasmita.
Dia mengatakan, KPAI menerima pengaduan kasus tersebut pada 24 Juni 2024 dari LBH Padang dan telah melakukan rangkaian upaya pengumpulan informasi. Pihaknya menemukan bahwa tempat penemuan jenazah Afif Maulana adalah sungai yang dangkal, dan ketinggian jembatan diperkirakan lima meter.
"Perkembangan sementara, kasus meninggalnya AM masih dianggap belum cukup bukti oleh Kepolisian. Padahal beberapa fakta telah hadir di publik, termasuk foto luka-luka di tubuh AM dan anak-anak lainnya," ujar Dian Sasmita.
Selain itu terdapat sejumlah anak yang dibawa ke halaman Polsek Kuranji, Padang, dan mengalami penyiksaan.
"Kekerasan dilakukan di halaman Polsek Kuranji dan Polda Sumbar oleh sejumlah oknum polisi yang bertugas malam tersebut. Anak-anak menyampaikan jika mengalami penyudutan dengan rokok, tendangan, pukulan, setrum, dan perlakuan kejam lainnya. Bahkan mereka hanya menggunakan celana dalam selama penyiksaan dan tidak ada air minum sama sekali," tutur Dian Sasmita.
Dia mengatakan, penyiksaan yang dialami oleh Afif Maulana hingga tewas serta 11 anak lainnya yang mengalami luka fisik dan psikis dinilai telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (UN CAT) melalui UU Nomor 5 Tahun 1998.
Polisi: Korban Tewas karena Melompat dari Jembatan
Kapolda Sumbar Irjen Pol. Suharyono mengatakan bahwa berdasarkan hasil penyelidikan, meninggalnya siswa SMP di Padang karena meloncat dari jembatan. Dia mengungkapkan, pada saat mengungkapkan hasil penyelidikan kasus tewasnya siswa SMP di Kuranji, kota setempat yang telah dilakukan aparat kepolisian.
Dia mengatakan kesimpulan tersebut sudah berdasarkan keterangan 49 saksi yang diperiksa pihaknya, pemeriksaan tempat kejadian perkara, serta berdasarkan hasil visum dan otopsi terhadap korban atas nama Afif Maulana.
Suharyono menyebutkan, 49 saksi itu terdiri dari personel Sabhara Polda Sumbar yang melaksanakan tugas pencegahan tawuran pada saat kejadian, saksi umum, serta teman korban sebagai saksi kunci.
Saksi kunci berinisial A adalah teman yang berboncengan sepeda motor dengan korban saat kejadian pada Minggu 9 Juni 2024, A berperan sebagai orang yang membonceng. Tepat ketika berada di atas jembatan Kuranji, korban dan saksi A terjatuh. Korban mengajak saksi A untuk melompat dari jembatan namun ditolak oleh A.
"Saksi kunci A menolak ajakan korban untuk melompat dari jembatan dan lebih memilih untuk menyerahkan diri ke Polisi, ini sesuai dengan keterangan saksi A," ucap Suharyono.
Selain itu, A juga tercatat dua kali menyampaikan kepada Polisi bahwa temannya melompat dari jembatan yang tingginya mencapai 12 meter. Pertama, disampaikan saat dia diamankan oleh Personel Sabhara di atas Jembatan Kuranji, yang kedua disampaikannya saat telah dikumpulkan di Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Kuranji bersama pelaku tawuran lain.
Akan tetapi, informasi itu tidak digubris oleh Personel Sabhara karena Polisi tidak percaya ada yang nekad melompat dari ketinggian kurang lebih 12 meter itu, personel juga fokus mengamankan pelaku lain serta barang bukti senjata tajam dari lokasi.
"Keterangan dari saksi A itu telah membantah narasi yang berkembangan bahwa Afif tewas karena dianiaya oleh Polisi kemudian dibuang ke bawah jembatan Kuranji, itu tidak benar," ujar Suharyono.
Dia menegaskan, keterangan yang disampaikan adalah fakta hukum dari pemeriksaan keterangan-keterangan saksi, bukan asumsi atau tudingan-tudingan belaka. Berdasarkan hasil autopsi diketahui korban mengalami patah tulang iga sebanyak enam buah yang kemudian menusuk paru-paru hingga korban tewas.
Suharyono mengatakan bahwa dari fakta-fakta yang telah diuraikan di atas maka pihaknya menarik kesimpulan bahwa korban meninggal dunia setelah melompat sendiri dari jembatan demi menghindari kejaran Polisi, sehingga tidak ada unsur tindak pidana di sana.
"Itu kesimpulan sementara dari hasil penyelidikan kami, jika memang nanti ada pihak yang mengajukan bukti serta bukti baru akan kami tampung dan penyelidikan dibuka kembali," tuturnya.
Pada bagian lain, bersamaan dengan peristiwa itu 17 personel Sabhata Polda Sumbar diperiksa oleh Propam Polda berkaitan dengan tindakan mereka terhadap 18 pelaku tawuran yang telah dikumpulkan di Kantor Polsek Kuranji.
"Jadi 17 personel diperiksa atas tindakan mereka kepada 18 pelaku tawuran yang diamankan di Kantor Polsek Kuranji, bukan terhadap korban Afif Maulana. Itu dua TKP (Tempat Kejadian Perkara) yang berbeda sekalipun waktu dan lokasinya berdekatan," kata Suharyono.
Rekaman CCTV Hilang
Terungkap fakta baru terkait kasus kematian siswa SMP, Afif Maulana yang disebut-sebut tewas usai dianiaya polisi. Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) Irjen Pol Suharyono mengatakan bahwa rekaman CCTV yang bisa jadi bukti kini hilang.
Sebelumnya, Afif ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, pada 9 Juni 2024 lalu. Dalam konferensi pers pada Minggu, 30 Juni 2024, Suharyono menjelaskan alasan raibnya CCTV.
Menurutnya, CCTV di Polsek Kuranji terkait kematian Afif itu hilang disebabkan sistem penyimpanan otomatis yang hanya berkapasitas 1TB dengan waktu penyimpanan maksimal 11 hari.
“Rekaman CCTV di Polsek Kuranji baru dibuka 14 hari setelah kejadian. Rekaman tersebut dibuka pada 23 Juni oleh ahli IT kami. Data yang terekam hingga 13 Juni tidak terbaca lagi di memori CCTV,” ujar dia.
“Saat kejadian, polisi mengamankan 18 orang dan 20 sepeda motor, dan tidak ada Afif Maulana di antaranya,” ujar dia, menjelaskan bahwa cerita yang beredar di masyarakat hanya spekulasi semata.
Meski begitu, Suharyono membenarkan bahwa Propam Polda Sumbar telah menemukan adanya pelanggaran disiplin oleh sejumlah anggotanya.
“Ada pelanggaran disiplin yang dilakukan anggota. Memang ada yang memukul, menyetrum, dan menendang,” jelas Kapolda.
Pun demikian, hasil visum juga menunjukkan Afif mengalami luka lecet, memar, lebam, dan patah tulang punggung yang menusuk paru-paru, menyebabkan kematiannya. Namun, Suharyono memastikan bahwa hasil penyelidikan menunjukkan Afif meninggal bukan karena disiksa melainkan karena meloncat dari jembatan.
Kejanggalan Kondisi Jasad Afif Maulana
Anggun Anggraini (32) tak kuasa menahan air mata ketika foto jenazah putranya ditampilkan dalam konferensi pers yang diselenggarakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang pada Senin 24 Juni 2024.
Dari foto yang ditampilkan, terdapat luka lebam di hampir sekujur tubuh putra sulungnya, Afif Maulana (13). Luka yang merah membiru itu terdapat di bagian punggung dan rusuk kiri bagian belakang.
Selain itu, bagian depan jenazah juga terdapat lebam yang sama pada perut bagian kiri dan tulang rusuk.
“Dekat perut yang hijau. Kayak jejak sepatu. Jejak sepatu ditendang. Terus tangan ini kan di sini habis kena kayak pukul… Terus ada di bagian belakang sini. Itu menguatkan keluarga bahwa ada tindak penyiksaan,“ kata Anggun Anggraini.
Ibu dua anak ini juga tidak terima anaknya yang “masih lugu” disebut akan ikut tawuran.
“Anak Anggun sekecil itu nggak mungkin dia tawuran. Dia saja pulang sekolah di rumah. Lebih banyak dia di kamar,” ucap Anggun Anggraini sambil berusaha menahan air matanya.
Konferensi pers yang diselenggarakan LBH Padang ini merupakan respons pernyataan Polda Sumatra Barat. Pihak Polda Sumbar menyebut, tidak ada saksi mata yang melihat Afif Maulana disiksa oleh anggota polisi, serta kemungkinan korban melompat dari jembatan.
“Ingat Polda Sumbar, di tubuh Afif itu ada kekerasan. Ada kekerasan. Itu tidak bisa dibohongi. Di situ ada kekerasan dan Anda harus cari. Penyidik, Anda harus cari siapa, apa yang menyebabkan kekerasan itu muncul di tubuh anak kami, Afif Maulana,” tutur Direktur LBH Padang, Indira Suryani.
Dia meyakinim beberapa luka di tubuh Afif Maulana merupakan “fakta meyakinkan” bukti terjadi penyiksaan. Selain itu, LBH Padang juga mengklaim telah mendengarkan kesaksian dari tujuh korban lainnya (lima berstatus anak dan dua berusia 18 tahun) yang ditangkap polisi pada hari kejadian.
Dari keterangan mereka, Indira Suryani mengatakan bahwa anggota polisi diduga melakukan penyiksaan dengan berbagai cara termasuk mencambuk, menyetrum, memukul dengan rotan, sampai menyundut rokok kepada korban saksi.
Foto-foto bagian tubuh korban saksi lain yang ditampilkan oleh LBH Padang juga menunjukkan terdapat bekas luka yang diduga terkena sabetan keras, sundutan rokok berkali-kali, dan luka di lutut karena diduga terjatuh dari motor.
“Yang berikutnya, justru yang mungkin menguatkan (keyakinan) kami, respons Polda yang kemudian menurut kami kontraproduktif dan memburu orang-orang yang memviralkan, itu menjadi sebuah pertanyaan bagi kami. Semakin menguatkan kami bahwa ada sesuatu yang sangat salah di situ,” ujar Indira Suryani.
Hal ini merujuk pada pernyataan Kapolda Sumbar, Suharyono yang mengatakan akan memburu pihak-pihak yang memviralkan kematian Afif Maulana karena dugaan disiksa polisi.
Selain itu, kejanggalan lain yang ditemukan LBH Padang adalah ketika pihak keluarga tidak diizinkan untuk mengikuti pemeriksaan jasad korban, serta CCTV di dekat lokasi kejadian dilaporkan tidak berfungsi.
“Semoga justice for Afif benar-benar terwujud di Indonesia ini,” ucap Indira Suryani.***
Sentimen: negatif (100%)