Kemlu RI soal Junta Tunda Pemilu Myanmar: Memperlambat Demokrasi
CNNindonesia.com Jenis Media: Internasional
Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia buka suara usai junta Myanmar memutuskan menunda pemilihan umum (pemilu) yang dijanjikan berlangsung pada Agustus 2023.
Juru bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah mengatakan penundaan pemilu justru memperlambat proses demokrasi di Myanmar.
"Kita lihat ini adalah suatu proses internal yang semakin memperlambat pemulihan demokrasi di Myanmar," ujar Faizasyah di Kantin Diplomasi Kemlu, Jakarta Pusat, Selasa (1/8).
Ia lalu menegaskan apa saja yang memperlambat proses perdamaian akan membuat posisi Myanmar sendiri lebih sulit.
Dalam kesempatan tersebut, Faizasyah juga mengatakan sejauh ini posisi resmi dari pemerintah Indonesia belum dirilis. Selain itu, hingga kini belum ada reaksi dari negara anggota ASEAN atau ASEAN itu sendiri.
Namun, Indonesia, lanjut dia, akan berusaha melihat masalah tersebut secara komprehensif melalui perwakilan mereka di Myanmar.
"Sehingga kita bisa mengevaluasi hal tersebut," ujar Faizasyah.
Pada Senin (31/7), pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing mengumumkan resmi menunda pemilihan umum yang dijanjikan akan berlangsung pada Agustus ini.
Keputusan itu muncul usai Aung Hlaing menggelar rapat dengan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (NDSC). Ia juga memperpanjang status darurat hingga enam bulan ke depan, seperti dikutip Reuters.
Junta menyebut kekerasan yang masih terjadi di Myanmar sebagai dalih menunda pemungutan suara.
"Dalam melaksanakan pemilu, agar pemilu yang bebas dan adil, serta bisa memberikan suara tanpa rasa takut, tetap diperlukan pengaturan keamanan sehingga status darurat perlu diperpanjang," demikian pernyataan junta militer Myanmar di TV pemerintah.
Myanmar berada dalam krisis usai militer mengambil alih kekuasaan pada Februari 2021. Junta menuding partai pemenang, Liga Demokrasi Nasional (NLD), melakukan kecurangan saat pemungutan suara pada 2020.
Saat melancarkan aksinya, militer juga menangkap ketua partai NLD sekaligus penasihat negara, Aung San Suu Kyi, hingga pejabat negara seperti presiden dan wakil presiden.
Tak terima dengan penggulingan itu, warga ramai-ramai turun ke jalan memprotes militer. Namun, junta menanggapi dengan kekerasan.
Seiring berjalannya waktu, sejumlah milisi di Myanmar turut serta melawan junta. Banyak dari warga sipil yang berlatih angkat senjata diam-diam di hutan.
Junta Myanmar tak segan menangkap hingga membunuh siapa saja yang dianggap melawan pemerintahan mereka.
Menurut lembaga pemantau hak asasi manusia Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), jumlah korban tewas sejak kudeta mencapai 3.875 orang, sementara yang ditangkap 24.100. Mereka yang masih ditahan sebanyak 19.733 orang.
(isa/dna)
Sentimen: negatif (99%)