Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Apple
Kab/Kota: New York, California
Kasus: pencurian, kekerasan seksual
Eks Karyawan Apple Temukan Fotonya Direkayasa untuk Pornografi
CNNindonesia.com Jenis Media: Tekno
Seorang mantan karyawan Apple, Cher Scarlett mendapat pengalaman kurang mengenakkan saat mencoba teknologi pemindaian wajah (face recognition). Lewat situs PimEyes, Scarlett justru menemukan foto-fotonya dimanfaatkan untuk situs porno.
Melansir CNN Business, Scarlett pada mulanya ingin memanfaatkan PimEyes untuk membasmi pencurian identitas dan balas dendam via pornografi (revenge porn). Ia pun mengunggah foto putri dan ibunya ke PimEyes.
PimEyes sendiri merupakan situs mirip Google yang memanfaatkan teknologi facial recognition. Penggunanya harus mengunggah sebuah foto sebelum situs tersebut mencari foto yang menyerupainya di dunia maya.
Scarlett merasa lega lantaran ia tak menemukan foto putri dan ibunya dimanfaatkan untuk dua kejahatan tersebut. Namun setelah mencoba dengan foto sendiri, Scarlett justru menemukan hal yang tidak diduga.
Sebuah foto dirinya justru direkayasa dan ditempelkan ke sebuah adegan porno. "Saya melihat foto-foto itu dan saya bisa berpikir bahwa seseorang memanfaatkan Photoshop untuk menempelkan wajah saya ke adegan porno," ujar Scarlett.
Foto-foto itu berasal dari kejadian tak mengenakkan yang dialaminya pada 2005 silam di New York. Ketika itu, Scarlett mengalami kekerasan seksual yang direkam kamera.
Usai kejadian, Scarlett mengaku sempat ingin bunuh diri. Wanita yang keluar dari Apple pada 2021 itu juga mengubah namanya menjadi Scarlett untuk mengatasi trauma.
Mencoba Menghapus
Melihat fotonya disalahgunakan, Scarlett mecoba berkomunikasi dengan PimEyes. Ia bahkan sempat membayar beberapa dollar untuk mendapatkan akun premium PimEyes.
Tujuannya, Scarlett ingin menghapus sendiri foto-foto tersebut. Sayangnya, foto-foto itu tetap muncul dalam kolom pencarian.
Menanggapi Scarlett, Giorgi Gobronidze selaku pemilik PimEyes mengaku menyayangkan. Namun menurutnya, masalah justru terletak pada pengunggah foto-foto tersebut.
"Hanya dengan mengatakan, saya tidak ingin melihat foto-foto itu, tidak membuat masalahnya selesai. Masalahnya bukan pada mesin pencarian yang bisa menemukan foto-foto itu, tetapi pada orang yang mengunggahnya dengan sengaja," kata Giorgi.
Menjadi Polemik
Mengutip Reuters, teknologi facial recognition masih menjadi polemik di Amerika Serikat. Beberapa orang setuju dengan teknologi ini, namun yang lainnya tidak.
Mereka yang setuju menilai facial recognition bisa dimanfaatkan kepolisian untuk menangani tindak kriminal. Negara bagian Virginia misalnya, yang akan menghapus larangan facial recognition oleh polisi pada Juli nanti.
"Teknologi dibutuhkan untuk menuntaskan tindak kriminal dan membuat seseorang bertanggungjawab," kata anggota kepolisian, Shaun Ferguson.
Di sisi lain, beberapa aktivis justru berpendapat sebaliknya. "Kepolisian memanfaatkan ketakutan masyarakat terhadap tindak kriminal untuk mendapat kekuasaan lebih. Hal itu telah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Kita melihat teknologi dimanfaatkan saat momen krusial," kata Jennifer Jones, pengacara untuk American Civil Liberties Union (ACLU) wilayah California Utara.
Hal serupa juga ditekankan penasihat kota New York, David Sanders. Menurutnya, kemerosotan moral para polisi menjadi alasan orang-orang ingin facial recognition untuk kepolisian tetap dilarang.
(ttf/lth)[Gambas:Video CNN]
Sentimen: negatif (98.3%)