Benjamin Netanyahu dan Sekutunya Mau Sabotase Gencatan Senjata di Gaza
Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Internasional
PIKIRAN RAKYAT - Yedioth Ahronoth dari Israel melaporkan bahwa kantor Perdana Menteri Israel penjajah, Benjamin Netanyahu, bekerja sama dengan unsur-unsur ekstremis pemerintah untuk mencoba menggagalkan kemungkinan mencapai kesepakatan dengan Hamas.
Pernyataan resmi pemerintah Israel penjajah mengenai tanggapan Hamas terhadap kesepakatan gencatan senjata adalah bahwa mereka akan memeriksanya dan mengirim tanggapannya kepada mediator.
Akan tetapi, Yedioth Ahronoth mengatakan bahwa kantor Benjamin Netanyahu, bersama dengan beberapa sekutu sayap kanan, telah berupaya menghentikan kesepakatan apa pun bahkan sebelum pengumuman pada Rabu 11 Juli 2024.
Badan-badan keamanan dan intelijen dilaporkan terkejut oleh sebuah laporan di media Israel penjajah yang mengutip seorang pejabat keamanan. Sumber itu mengatakan, Israel penjajah menolak desakan Hamas untuk menghentikan pertempuran antara dua fase pertama kesepakatan.
Laporan penyelidikan mengungkapkan bahwa pernyataan itu berasal dari kantor Benjamin Netanyahu.
Outlet Israel penjajah pun mengatakan bahwa para pejabat keamanan dan intelijen melihat ini sebagai upaya Benjamin Netanyahu dan elemen sayap kanan untuk menggagalkan bahkan kemungkinan melanjutkan kontak untuk kesepakatan.
"Tidak mungkin untuk membesar-besarkan keparahan situasi," ucap outlet itu, mengutip seorang pejabat keamanan yang mengetahui kesepakatan gencatan senjata.
"Ada situasi para korban penculikan akan dikorbankan, karena dia ingin menunda sampai setelah akhir sesi dan pidato di Kongres (AS)," ujarnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Middle East Eye.
Proposal Gencatan Senjata Terbaru Mencakup 'Kata-Kata yang Jelas'Al Akhbar Lebanon melaporkan bahwa proposal gencatan senjata terbaru, yang baru-baru ini dikirim Hamas sebagai tanggapan, mencakup poin yang mirip dengan tuntutan utama dari kelompok Palestina.
Proposal yang disiapkan oleh Direktur CIA William Burns berkoordinasi dengan Qatar, Mesir, dan Turki termasuk "kata-kata yang jelas" untuk memastikan kelanjutan gencatan senjata antara tahap pertama dan kedua dari kesepakatan.
Rencana tersebut dilaporkan mencakup penarikan Israel Penjajah dari daerah Penyeberangan Rafah dalam perjanjian dengan Mesir. Meski, tidak harus sepenuhnya menarik diri dari koridor Philadelphi antara Mesir dan Gaza.
'Perpecahan Serius' di IsraelRami Khouri, seorang rekan di American University of Beirut, mengatakan bahwa berita tentang pembicaraan gencatan senjata yang dihidupkan kembali penuh harapan. Namun, poin-poin penting tetap ada, termasuk apakah perjanjian itu akan mengakhiri genosida "sepenuhnya" dan berapa banyak tahanan Palestina akan bebas dengan imbalan tawanan Israel penjajah.
Analis politik Omar Baddar mengatakan, ada "perpecahan serius" antara militer Israel penjajah dan lembaga politik mengenai bagaimana melanjutkan.
"Para pemimpin militer menyadari bahwa tidak ada jalan menuju masa depan yang lebih baik bagi Israel dari seluruh kekacauan ini, dan inilah saatnya untuk mengakhiri perang ini," katanya, dikutip dari Al Jazeera.
Akan tetapi, para pemimpin politik negara itu, sama sekali tidak tertarik melakukan itu. Belum ada gencatan senjata di Gaza sejak November 2023, ketika Hamas membebaskan lebih dari 100 tawanan selama jeda enam minggu.
Sejak itu, Israel penjajah telah memperluas serangan Gaza, bahkan melancarkan invasi darat berdarah di distrik paling selatan Rafah, melawan perintah dari Mahkamah Internasional PBB.***
Sentimen: negatif (80%)