Sentimen
Diagnosis Tepat Mampu Tekan Risiko Migrain Lebih Parah
Beritasatu.com Jenis Media: Hiburan
Jakarta, Beritasatu.com - Migrain merupakan salah satu jenis sakit kepala yang ditandai dengan rasa nyeri berdenyut, biasanya terjadi pada satu sisi kepala. Hal tersebut membutuhkan diagnosis yang tepat untuk menekan risiko migrain, hingga penanganan yang tepat.
Seseorang yang terserang migrain sering disertai gejala lain, seperti mual, muntah, dan sensitivitas terhadap cahaya dan suara. Serangan migrain bisa berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa hari, dan tingkat keparahan nyerinya bisa bervariasi dari ringan hingga sangat parah.
Dilansir dari Antara, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, diagnosis yang tepat menjadi kunci sukses untuk menekan risiko penyakit migrain yang dialami oleh masyarakat.
"Migrain menyebabkan banyak angka ketidakhadiran pekerja yang ada karena alasan-alasan diagnosis. Dengan memahami migrain, mereka yang mempunyai gejala migrain segera melaksanakan deteksi dini," kata PIh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, dr Theresia Sandra Dian Ratih.
Theresia menekankan, pentingnya promosi edukatif bagi masyarakat agar lebih memahami migrain sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing individu.
Adapun beberapa kategori umum yang biasa ditemui pada beberapa pasien, di antaranya under diagnosis, yaitu kondisi pasien dengan keluhan migrain tetapi tidak terdiagnosa pada kunjungan pertama, under treatment karena belum tersosialisasi dengan jelas bagaimana mengatasi migrain dengan benar dan kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan. Kemudian, over treatment yakni kondisi penanganan migrain yang berlebihan.
Ia menyampaikan, migrain bukan suatu penyakit kepala biasa atau nyeri kepala seperti vertigo dan lainnya.
Pemicu migrain dapat diakibatkan antara lain oleh perubahan hormonal, stres, konsumsi makanan tertentu (seperti keju, alkohol, kafein), pola makan dan istirahat tidak teratur, bau yang menyengat, cahaya terang, atau konsumsi terlalu banyak obat.
Ia mengimbau, agar masyarakat yang mempunyai keluhan nyeri kepala yang mengarah pada migrain untuk berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan yang ada di lingkungan masing-masing.
Di sisi lain, pemerintah berupaya agar tata laksana layanan primer terkait migrain terus ditingkatkan agar dapat ditangani lebih lanjut secara tuntas.
"Pencegahan dilakukan dengan upaya promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Kemudian juga menghindari faktor pencetus tadi dan edukasi petugas kesehatan," ujarnya.
Lebih lanjut pada kasus baru migrain meningkat sebanyak 40% dari 62,6 juta pada 1990 menjadi 87 juta pada 2019.
Negara India, China, Amerika, dan Indonesia merupakan negara dengan jumlah tertinggi penderita migrain, yang menyumbang 43% insiden secara global.
"Perempuan paling sering mengalami migrain dibandingkan laki-laki di usia 30 sampai 39 tahun. Berarti di usia produktif ini jangan sampai produktivitas menurun karena ketidakhadiran dalam pekerjaan," pungkasnya.
Sentimen: negatif (80%)