PM Netanyahu soal Perombakan Peradilan Israel: Kami Ingin Kesetaraan
CNNindonesia.com Jenis Media: Internasional
Jakarta, CNN Indonesia --
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu blak-blakan mengungkap alasan dirinya hendak merombak sistem peradilan, yang ditentang masyarakat selama enam bulan terakhir.
Netanyahu mengaku tak mau memiliki lembaga pengadilan yang terlalu berkuasa, melainkan kesetaraan.
"Kami tidak ingin pengadilan yang tunduk. Kami ingin pengadilan yang independen, bukan pengadilan yang sangat kuat dan itulah koreksi yang sedang kami lakukan," kata Netanyahu saat wawancara dengan jurnalis CNN Wolf Blitzer.
Netanyahu bicara demikian di tengah protes masyarakat yang kian meledak usai parlemen meloloskan rancangan undang-undang (RUU) pertama mengenai standar "kewajaran" pada Senin (24/7).
Mahkamah Agung Israel sebelumnya punya wewenang untuk menolak keputusan pemerintah jika dianggap "tidak masuk akal."
Dengan diloloskannya RUU ini, serta RUU lainnya di masa mendatang, para kritikus menilai demokrasi Israel hanya akan terkikis karena pemerintah akan semakin leluasa untuk menyalahgunakan kekuasaan.
Dalam wawancara tersebut, Netanyahu mengamini bahwa RUU yang ia usung telah memicu "perdebatan besar".
Meski begitu, ia menekankan dirinya bukan mau mengerdilkan kekuasaan Mahkamah Agung, melainkan menyetarakannya dengan legislatif maupun eksekutif.
"Saya tidak ingin menguranginya. Saya juga tidak ingin meminimalisir kekhawatiran orang-orang, karena banyak dari mereka telah terperangkap dalam spiral ketakutan ini. Israel akan tetap menjadi negara demokrasi," ucap Netanyahu.
Dalam kesempatan itu, Netanyahu juga bicara soal pasukan cadangan, selaku tulang punggung militer Israel, yang mengancam mogok kerja jika Tel Aviv benar-benar mengesahkan beleid kontroversial tersebut.
Menurut PM berusia 73 tahun itu, sah-sah saja jika ada perbedaan pendapat mengenai suatu keputusan.
"Ada perdebatan besar dan beberapa mantan jenderal memimpin upaya melawan reformasi ini. Tidak apa-apa. Itu hal yang sah," kata Netanyahu.
"Tapi dalam demokrasi, hari ketika mantan-mantan jenderal memaksa pejabat yang dipilih secara demokratis untuk menghentikan undang-undang tentang ini atau itu, saya akan mengatakan bahwa itulah hari ketika Israel benar-benar berhenti menjadi negara demokrasi," tambah dia.
Di samping itu, saat ditanya mengenai potensi undang-undang baru bakal digunakan untuk memecat jaksa agung atau tidak, Netanyahu menyatakan bahwa hal itu tak akan pernah terjadi.
"Saya bisa memberitahu Anda bahwa ini tidak akan terjadi karena perlu pemimpin seluruh koalisi untuk menyetujuinya dan mereka tidak akan menyetujui ini. Itu tidak akan terjadi," ucap dia.
(blq/dna)
Sentimen: negatif (98.3%)