Sentimen
Netral (57%)
3 Jun 2022 : 21.03
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

BMKG Beri Penjelasan Hujan Tetap Terjadi di Musim Kemarau

4 Jun 2022 : 04.03 Views 1

CNNindonesia.com CNNindonesia.com Jenis Media: Tekno

Jakarta, CNN Indonesia --

Wilayah Indonesia, khususnya DKI Jakarta masih diguyur hujan sekalipun disebut sudah memasuki musim kemarau. Untuk itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan.

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Fahry Rajab mengatakan penetapan musim kemarau di Indonesia berbeda di masing-masih wilayahnya. Perbedaan itu disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan.

"Kondisi cuaca hujan yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia saat ini disebabkan masih adanya asupan massa udara basah (banyak mengandung uap air) dari Samudera Pasifik. Selain itu kondisi hujan ini juga disebabkan terdapatnya daerah pertemuan angin yang menyebabkan tingginya peluang pertumbuhan awan-awan konvektif yang dapat menghasilkan hujan," kata Fahry kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/6).

Berdasarkan kondisi iklimnya, BMKG, lanjut Fahry, membagi Indonesia menjadi 342 Zona Musim (ZOM). Masing-masing ZOM disebut memiliki karakteristik iklim masing-masing.

"Kondisi cuaca di berbagai daerah di Indonesia memang berbeda-beda, hal ini disebabkan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan memiliki banyak pegunungan. Jadi, tiap ZOM memiliki awal musimnya masing-masing," jelasnya.

BMKG juga sudah memprakirakan musim kemarau tahun 2022 di Indonesia berdasarkan ZOM masing-masing. Secara umum, informasi prakiraan musim dipengaruhi empat informasi penting yakni awal musim, perbandingannya terhadap rata-rata selama 30 tahun, sifat hujan pada musim tersebut, dan puncak musim.

Prakiraan musim kemarau 2022 di Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah diprakirakan mengalami awal musim kemarau 2022 pada kisaran bulan April hingga Juni 2022. Prakiraan itu berasal dari 261 ZOM atau 76,3 persen dari 342 ZOM.

Jika dibandingkan terhadap rata-ratanya selama 30 tahun (1991- 2020), awal musim kemarau 2022 di sebagian besar daerah diprakirakan mundur atau sebanyak 163 ZOM (47,7 persen). Sedangkan wilayah lainnya diprakirakan sama terhadap rata-ratanya, yakni 90 ZOM (26,3 persen) dan maju terhadap rata-ratanya sebanyak 89 ZOM (26,0 persen).

Tetap Terjadi Hujan

Terpisah, peneliti Meteorologi BMKG Deni Septiadi menyebut musim kemarau bukan berarti tidak terjadi hujan. Dalam penentuan musim di Indonesia, BMKG menggunakan beberapa kriteria dengan indikasi kemarau adalah jumlah atau intensitas curah hujan yang minim atau rendah seperti 1 dasarian di bawah 50 mm atau hari hujan yang semakin berkurang.

"Beberapa peneliti juga melihat perubahan aliran angin Siberia-Australia atau sebaliknya yang disebut sebagai aliran monsun atau angin monsun yang secara periodik berubah arah per 6 bulanan sebagai kriteria penentuan musim.

Saat ini aliran angin didominasi dari Australia menuju Siberia yang memang cenderung lebih kering, sehingga dapat dikategorikan sebagai musim kemarau di Benua Maritim Indonesia," jelas Deni terpisah.

Lebih lanjut, Deni mengatakan, secara spesifik proses terjadinya hujan merupakan proses kompleks dinamika atmosfer yang melibatkan banyak faktor dan parameter. Keanekaragaman kekasaran permukaan di wilayah Indonesia juga memberikan banyak andil dalam proses konvergensi hingga terjadi alih radiatif konvektif dalam pengangkatan massa udara dan menjadi awan sempurna.

Beberapa permukaan wilayah di Indonesia terbagi dalam beberapa bentuk pola, ada yang di pesisir, pegunungan, dataran rendah bahkan juga daerah perkotaan dan pedesaan. "Karena itu, terkadang satu wilayah lebih basah sementara wilayah lainnya cenderung lebih kering," sebutnya.

Sepanjang aerosol atmosfer tersedia, baik dari garam-garaman laut, debu, partikulat lainnya, maka potensi tumbuh awan dikatakan Deni tetap ada.

Saat ini, suhu muka laut di Indonesia disebut masih cukup hangat dengan anomali berkisar antara 0.1 sampai 0.3derajat celcius dengan indeks La Nina 3.4 moderat -0.58 yang mengindikasikan konektivitas cukup tinggi.

"Meskipun terjadi penurunan hari hujan (HH), potensi intensitas hujan yang terjadi antara sedang-lebat bahkan ekstrem masih ada. Pada musim-musim peralihan (Maret-April-Mei, MAM) atau kemarau (Juni-Juli-Agustus, JJA) pemanasan permukaan akan sangat sempurna untuk pengangkatan. Awan-awan yang terbentuk pada fase ini bahkan seringkali menjadi sangat menjulang dengan suhu puncak awan mencapai -80 derajat celcius," jelas Deni.

Dikaitkan dengan perubahan iklim, secara umum Deni menyebut akan mempengaruhi karakteristik labilitas atmosfer yang berdampak pada potensi bencana hidrometeorologi yang semakin masif dan membahayakan aktivitas manusia.

"Pergeseran musim juga bisa menjadi indikasi nyata perubahan iklim yang harus menjadi perhatian kita bersama," tutup Deni. 

(ttf/lth)

[Gambas:Video CNN]

Sentimen: netral (57.1%)